••••Pagi-pagi sekali Lia sudah berangkat ke sekolah dengan tukang ojek langganan nya. Lia sangat berharap hari ini lebih baik dari hari sebelumnya. Seperti pembicaraan kemarin dengan mama dan papa, saat ini Lia sudah membawa sekotak kue makanan ringan untuk dijual dengan dititipkan kepada ibuk kantin.
Saat Lia sampai di sekolah, dengan senyuman yang terus mengembang ia berjalan menuju kantin. Lia tak sedikit pun gugup untuk meminta izin pada ibuk kantin, karna pada dasarnya Lia sudah dekat sekali dengan ibuk kantin itu.
Alhamdulillah sekali, ibu kantin mau menerima dagangan Lia di kantin ini.
Senyuman Lia semakin mengembang saat ini, selalu berusaha membantu orang tua dan meringankan beban orang tua adalah hal yang sangat diinginkan Lia."Makasih ya buk, nanti pulang sekolah Lia ambil. Ibuk tenang aja, nanti ada persenan nya kok untuk ibuk."
"Iya, sama-sama Lia. Justru, ibuk malah seneng banget liat semangat kamu yang mau membantu orang tua kamu."
"Cuma ini yang bisa Lia lakuin buk, Lia gak mau terlalu membebani mereka. Ya udah, Lia pamit dulu ya buk, Lia mau ke kelas dulu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Lia berjalan dengan sedikit terburu-buru ke kelas karna Lia rasa buku pelajaran yang kemarin tertinggal di kelas, semoga saja tidak hilang bukunya, itulah harapan Lia.
••••
Lia sangat takut sekali saat ini. Lia tidak tau jika di buku yang tertinggal itu PR yang harus di kumpulkan hari ini. Yang jadi masalah saat ini adalah buku Lia yang tak tau entah kemana, hilang saat dibutuhkan, kayak teman aja yang hilang pas lagi dibutuhin.
"Pagi anak-anak." buk Atih menatap semua anak muridnya yang terlihat sudah siap untuk belajar matematika hari ini.
"Pagi buk," jawab semua siswa kelas XI.IPA 1.
"Wah, nampaknya kalian sudah siap untuk belajar hari ini ya?"
"Siap, buk," jawab murid-murid serentak.
Buk Atih mengeluarkan rol panjang yang bisa dilipat dari dalam tasnya yang bisa dibilang lumayan besar dari kebanyakan tas guru lainnya.
"Bagus. Sekarang kumpulkan tugas matematika kalian!"
"Se-sekarang buk?" tanya seorang siswa laki-laki yang bernama Rangga.
Buk Atih mendengus mendengar pertanyaan yang tak berbobot itu. "Nilai bahasa Indonesia kamu berapa Rangga?"
"Wah, nilai bahasa Indonesia saya tinggi buk, 88 loh buk, gak kaya mata pelajaran ibuk, masa ibuk kasih saya nilai 75 kan gak lulus KKM itu buk."
"Ya karena kamu gak pinter di pelajaran saya, Rangga!"
"Bukan saya nggak pintar buk. Cuma ibuk aja yang gak pernah jelasinnya, masa iya langsung dikasih latihan, kita yang di kelas unggulan ini juga manusia, buk."
Rangga menjawab ucapan buk Atih memang sangat bar-bar sekali. Semua yang ia katakan tak pernah ia pikirkan dulu bahwa mungkin saja buk Atih bisa sakit hati dengan ucapannya. Tapi, tak dapat dipungkiri semua ucapan yang dilontarkan Rangga seperti mewakili semua perasaan siswa yang saat ini menduduki kelas XI.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dream (On Going)
Teen FictionAku tak pernah berharap orang lain menyukai ku karna aku sadar dengan segala kekurangan ku. Aku tak mempunyai waktu untuk membenci orang-orang yang telah menyakiti ku, bagiku mereka adalah penyemangat. Ya, penyemangat untuk aku menjadi lebih baik ke...