Aduan anak bayi pada dunia

5 0 0
                                    

Sebenarnya, aku pernah didatangi, rasa ingin tanya kepada orangtuaku, betul-betul, meski awalnya hanya bayang-bayang samar, namun ketika aku sudah sampai sini, penasaran itu semakin memburuku untuk menemukan sebuah jawaban.

Untuk apa bapak dan mamak memutuskan menyekolahkanku sampai lebih dari usia kepala dua? Tentu biaya yang dikeluarkan bukan sedikit. Untuk beli mobil saja bisa yang paling mewah jika di total.
Lalu untuk apa?
Mendapat pekerjaan?
Gaji yang tinggi?
Menaikkan derajat?
Apakah pertanyaan-pertanyaan itu tabu untuk aku layangkan?
Semacam, anak tidak tahu malu atas kerja keras orangtua mati²an untuk sekolahkan?
Orang bilang aku lebih beruntung karna sempat menikmati bangku sekolah, kenapa harus jadi seorang tidak becus bersyukur malah buang-buang waktu mencari jawaban yang jelas-jelas akan dirundung banyak orang(?)

Lalu, apa puncak dari sekolah adalah balas budi?

Aku harap kata-perkataku bukan diksi yang kurang ajar dalam mengungkapkan perasaanku yang berkecamuk minta penjelasan.

Aku kesana kemari mencari esensi, sesekali aku diperkenalkan rasa berjuang karena senang, lalu dihantui kembali untuk seimbangkan satu sama dan seterusnya.

Apa aku harus menjadi mesin? Mengikuti semua yang sudah di atur tanpa memperkirakan bagaimana dengan aku-ku yang kelu sebab tak mampunya mengangankan cita?
Tak berani mengambil keputusan
Payah dalam setiap pekerjaan
Lamban di semua perkembangan

Tak bolehkah aku bergerak dengan diriku sendiri?
Merasai yang betul-betul aku sukai?
Suatu dosa kah jika aku punya mimpi sendiri?
Durhaka kah jika aku menentang kemauan orang diluar diriku ini?

Seragam, tas, buku, pena, menjadi saksi aku gemetaran bertemu hal-hal yang tidak ku mau.
Bahuku kerap lelah menggendong beban yang bahkan aku tidak tau apa, kemana, arah tuju.
Seragamku yang basah di bagian tertentu akibat somatik yang memvisualisasikan ketakutan yang tak mampu ku suarakan?
Apa sebuah kewajiban untuk membiasakan diri terhadap hal-hal yang tidak aku senangi?

Apa salah aku mengatakan begini?

Baiklah, mari kembali, untuk apa aku sampai sini?
Benarkah atas keinginan kakiku sendiri?

Sudah sejauh ini.
Benar-benar sudah jauh.
Bahkan mungkin terlambat untuk mengaku.
Soal, kerapnya aku tidak baik-baik saja di keadaan tertentu.

Aku sungguh ingin tahu.

Aku harus apa diatas ketidakberdayaanku?

Siapapun, melalui apapun, aku butuh bantuan. Sangat butuh.

Gusti Allah, njenengan Maha Tahu.
Terlebih soal rasa sesak, saat tak mampunya menangisi semua kesalahan sendiri saat bersimpuh padaMu sekalipun.

Apa yang Kau simpan untuk hamba pandirMu ini? Haruskah aku mencari tahu?
Lewat mana?
Bersama siapa?
Aku butuh, setidaknya isyarat, untuk sedikit memberi pendar, sebagai kompas, mana kiblat yang harus aku ikuti untuk semakin menujuMu(?)

Salah satu dari kamu bersedia menjawab?

3 Agustus 2020

Acak KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang