Chapter #1 Predebut Story: Uncertainty

85 4 0
                                    


New Zealand, 2010

Hari sudah menjelang malam. Matahari terlihat mulai beranjak ke peraduan. Langit senja yang tadinya berwarna merah oranye mulai digantikan oleh semburat biru keabuan malam. Saat itu, seorang gadis dengan surai kecoklatan nampak menengadahkan kepalanya menghadap langit. Matanya terpejam menikmati semilir angin yang menerpa wajah dan rambutnya yang bergelombang. Tanpa disadari, bibirnya sedang merapalkan beberapa kata. Kepada langit senja ia limpahkan beberapa pinta.

Gadis itu-Jennie RubyJane Kim atau lebih sering disapa dengan nama Jennie- telah genap berusia 14 tahun hari ini. Di hari yang berharga dan harusnya membahagiakan ini ia merasa hampa. Walau tadi banyak temannya di sekolah yang ikut bersuka cita mengucapkan selamat, memberinya surprise dan bahkan hadiah, entah kenapa Jennie masih merasakan kekosongan dalam hatinya; terutama di saat ia sendiri seperti saat ini.

Tentang kesendirian, Jennie sudah sangat hafal dan mengerti bagaimana rasanya tersiksa karena sepi. Pasalnya sejak kecil, ia sudah terbiasa hidup sendiri. Saat ini pun ia berada di negara Kiwi-Selandia Baru tanpa ditemani oleh sesiapapun kecuali beberapa pelayan yang disiapkan orangtuanya. Orangtuanya sering berdalih bahwa hidup sendiri di negara lain adalah demi kebaikan Jennie dan agar ia bisa hidup mandiri. Akan tetapi, Jennie mulai mengerti bahwa sesungguhnya orangtuanya yang sangat sibuk bekerja itu lah yang tak punya waktu untuk menemani anaknya sendiri.

Berada di keluarga yang kaya dan sangat berkecupan ternyata tidak menjamin sebuah kebahagiaan. Jika boleh jujur pun sesungguhnya Jennie tidak suka hidup seperti ini. Terlebih, jauh di dalam lubuk hatinya sebenarnya ia takut tak kuat menanggung semua beban dan terlalu lemah untuk menghadapi semuanya tanpa seseorang untuk berbagi. Tanpa seseorang yang bisa mengerti; seseorang yang bisa menjadi tempatnya mencurahkan semua isi hati.

Oleh karena itu, akhirnya langit senjalah yang Jennie pilih sebagai tempatnya menumpahkan risau, harapan, dan segala perasaan di hati. Seperti saat ini, ia kembali berbincang dengan senja dan memohonkan doa di hari berharga dalam sejarah kehidupannya.

Hingga akhirnya langit sudah benar-benar gelap, Jennie memutuskan untuk masuk ke rumah. Baru beberapa langkah memasuki ruang tengah rumahnya, Jennie terkejut menyadari keberadaan sosok yang sudah satu tahun lebih ini tak ia jumpai.

"Mom?"

Seorang wanita paruh baya yang tadinya sedang sibuk berbincang dengan seseorang melalui telepon itu langsung mengakhiri panggilannya ketika Jennie memanggilnya.

"Oh Jennie.. honey, darimana dirimu barusan?" Jawab wanita yang memiliki paras serupa dengan Jennie ini dan balik bertanya.

Mendengar itu, Jennie hanya terdiam karena mungkin terlampau terkejut. Setelah sepersekian detik berlalu tanpa jawaban apapun dari Jennie, akhirnya wanita paruh baya ini melangkahkan kakinya menuju Jennie dan berakhir dengan memeluk putri semata wayangnya itu.

Untuk sesaat, tubuh Jennie menegang merasakan pelukan yang cukup asing bagi dirinya beberapa waktu belakangan ini. Namun, tak bisa dipungkiri juga jika sebagian besar dari dirinya meleleh merasakan kehangatan yang menenangkan ini.

"So, you're here since when?" Tanya Jennie tanpa berniat untuk melepaskan pelukannya. Walau ada rasa kecewa akan ibunya yang Jennie anggap kurang peduli padanya, kali ini ia ingin mengalah pada ego yang kerap kali terbersit dalam dirinya saat ia tersiksa sendiri. Sungguh ia sangat merindukan wanita ini.

"Sejak tadi pagi sayang."

"Sejak pagi? Lalu kenapa baru kesini saat sudah malam begini?" Tanya Jennie keheranan.

"Karena eomma harus mengontrol perusahaan terlebih dahulu dan ternyata ada beberapa masalah tentang kerjasama pasar Jepang dengan negara ini," mendengar jawaban itu Jennie lantas tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Selalu saja begitu. Urusan pekerjaan dan perusahaan selalu lebih penting daripada dirinya.

unexposed || idol life story [BLACKPINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang