1. Saktah

962 196 47
                                    

July 2011.
**********

"Abbah, boleh ya?" Aku merengek pada Abbah tentang satu permintaan. Kulirik Abbah yang masih belum menjawab mauku. Beliau masih asyik menekuri kitab tebal di pangkuan. Netranya melirikku sekilas dari balik kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Sek toh Nduk, Abbah mau tanya dulu." Akhirnya Abbah bersuara. Kali ini sangat berharap Abbah akan meloloskan keinginanku. "Abbah kasih ijin," sambungnya. Mataku berbinar seketika. Dalam hati berlonjak. Senang. "Tapi ndak boleh pergi sendirian. Minimal harus ditemani sama satu santriwati. Abbah ndak bisa ngantar, bakda isya ada undangan ngisi pengajian, jadi selesei nonton harus langsung pulang lho." Lagi, Abbah merapal syarat untukku. Ya, tidak apa-apa, mau dengan siapapun, yang penting aku dibolehkan pergi malam ini.

"Afifah perginya sama Retna, Bah, nanti ketemuan di mall," sahutku. Abbah mengangguk sekilas. Beliau sudah tahu kalau Retna adalah teman dekatku. Sekarang tinggal satu problem lagi-tentang siapa yang akan mengantar nanti.

"Biar Resnu yang antar dan temani Dik Afifah, Bah." Suara lain menginterupsi. Nada bicaranya tidak asing menembus telingaku.
Mas Resnu. Kapan lelaki itu datang? Saking seriusnya menanti jawaban Abbah, sampai tidak terdengar suara deru mobilnya terparkir di pelataran.

"Assalamualaikum, Bah, maaf membuat kaget." Mas Resnu menghampiri dan duduk persis di sebelah Abbah.

"Wa'alaikumussalam. Iya, Abbah jadi tenang kalau Resnu yang mengantar Afifah." Kulirik sekilas senyum Abbah mencuat mendengar usulan Mas Resnu. "Duduk, Nu, gimana kabar abi-ummi?" Abbah melempar pertanyaan pada Mas Resnu. Mereka asyik bertukar kabar sejenak, sebelum Mas Resnu gantian bertanya ke arahku.

"Memangnya Dik Afifah mau ke mana?" Pertanyaan Mas Resnu sontak mengatupkan bibirku. Entah kenapa aku seketika merasa sungkan dan salah tingkah.

"Mau ke bioskop, katanya nonton Harry Potter." Abbah yang menjawab. Sementara aku masih bergeming. Mas Resnu tertawa mendengar jawaban Abbah. Memangnya apa yang lucu? Apakah aneh, kalau putri seorang Kiai ingin pergi ke bioskop dan menonton film? Aku juga sama seperti remaja milenial lainnya. Suka dengan film dan novel. Apalagi saat ini sedang tayang seri terakhir Harry Potter, tentu aku ga mau ketinggalan juga.

"Dik Afifah ini ternyata Potterhead juga ya." Mas Resnu masih menguarkan tawa kecil. Iya benar, aku memang Potterhead-sebutan bagi kami para penggemar cerita fiksi Harry Potter. Aku memang tergila-gila pada novel fiksi fantasi serial Harry Potter, malah semua bukunya aku punya, Abbah dan ummah juga tidak melarang, asal putra-putrinya tetap menjaga kewajiban dan Akhidah kami. Bukankah itu hanya hiburan semata, tidak ada kaitannya dengan keimanan. Retna-temanku juga suka dengan drama Korea, dan aku menganggapnya wajar. Justru yang aneh orang-orang yang terlalu cepat menghakimi. Ada saja yang bilang, 'penampilan islami, tertutup rapat, berhijab syar'i, kok suka nonton daram korea, kok suka nonton Harry Potter' . Halah! Orang-orang itu hanya menilai luarnya saja, memangnya kalau sudah tertutup dan berhijab syar'i kami tidak butuh hiburan juga gitu? Entahlah, palingan aku hanya akan mengupas senyum tipis jika ada yang berkata demikian. Aku suka dengan serial Harry Potter tetapi bukan Harry karakter utama yang Kugilai, justru aku sangat menyukai Hermione Granger-salah satu tokoh perempuan di sana.

"Tapi ingat Nduk, meski diantar Resnu, jam malam tetap berlaku. Setelah nonton langsung pulang." Abbah kembali memperingati.

"Siap, Bah!"

"Oh iya Bah, sampai lupa kedatangan Resnu ke sini mengantar titipan Abi." Kulirik Mas Resnu yang mengangsurkan bungkusan pada Abbah. Abbah mengangguk paham dan menerima pemberian Mas Resnu. Jam mengarah ke pukul 18.00 sebentar lagi azan isya. Aku pamit pada Abbah untuk siap-siap, karena bakda magrib nanti akan pergi. Pamit dengan Mas Resnu juga tentunya. Kutinggalkan ruang tamu yang dipenuhi gelak tawa Abbah saat Mas Resnu mulai melempar kalimat banyolan. Abbah dan Mas Resnu itu kalau ketemu sudah seperti tumbu (wadah dari anyaman bambu) ketemu tutup. Sangat klop sekali. Mas Resnu sudah dekat dengan keluarga kami sejak aku masih anak-anak. Itu yang aku ingat. Abi Maksum-sahabat Abbah lumayan sering berkunjung, dulu sebelum mereka pindah ke luar daerah. Usiaku dengan Mas Resnu selisih lima tahun. Sebelum melengang ke kamar, sempat kulirik gestur tubuh Mas Resnu yang menguarkan tawa. Dia terlihat lebih tampan berkali-lipat saat sedang tersenyum tipis. Ah, Astaghfirullahal adzim, kenapa aku jadi memujinya begini.
***
Langit mencurahkan kasih sayangnya lewat guyuran air yang menderas. Usai menonton aku dan Retna-temanku yang ikut menonton bersama kami menuju lobi mall, sedang Mas Resnu menuju parkiran. Tetapi baru beberapa langkah suara Mas Resnu kembali terngiang. Aku dan Retna menoleh bersamaan.

CinTajwid (TAMAT- TERBIT E-BOOK )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang