Leo semakin gencar memperlihatkan aura kekuasaannya di rumah, semakim hari, hubungannya dengan Erick semakin membaik, tapi dengan Ana, hubungan mereka diambang batas. Pasca pemaksaan yang dilakukan Leo minggu lalu, menciptakan penyesalan yang begitu besar bagi pria itu, karena hingga hari ini, Ana tidak membuka suara kepada siapapun di rumah inu, kecuali membalas ucapan Erick. Wanita itu berubah menjadi pendiam dadakan, dan Leo tidao menyukai itu, wanita itu juga seakan pasrah, karena setelahnya Leo melakukannya lagi, bahkan berkali-kali.
"Son, mama kamu dimana?"
Leo bertanya pada putra tunggalnya itu lalu tersenyum lembut, kala merasakan pelukan hangat Erick.
"Mama lagi sedih pa, mama nangis di kamar seharian."
Leo mengusap wajahnya pelan, lalu mengecup pipi Erick.
"Erick lanjut main dulu yah, papa mau ke kamar dulu. Bujuk mama makan malam."
Sontak, Erick menatap papanya senang. Bocah itu memegang punggung tangan Leo.
"Benar, pa?"
Leo mengangguk lalu mengecup pipi Erick sekali lagi, sebelum bergerak ke kamar, untuk kembali membujuk sang istri.
Hal pertama yang didapati Leo adalah pemandangan dimana Ana, tidur meringkuk di kasur. Wanita berhijab itu, tampak memejamkan mata. Sisa-sisa air mata di kedua mata wanita itu, kembali menciptakan perasaan marah yang membuncah, tentu saja. Leo penyebabnya, rasa ngilu di hati semakin terasa kala Leo melangkahkan kaki, mendekati ranjang.
Pria itu duduk di samping ranjang, mengelus pipi wanita yang sangat dia gilai itu, mengecup bibir Ana yang terasa dingin.
"Tolong, jangan seperti ini terus Sayang. Ampuni aku, aku sangat mencintaimu."
Kecupan itu terasa sangat sentimentil, Leo bahkan ingin menangis rasanya jika tak ingat dirinya adalah sesosok pria. Sudah lama sekali, Ana mendiamkannya. Dan pria itu bisa gila, jika hanya penolakan dan rasa pasrah yang diterima.
Leo berdiri lalu bergerak membersihkan diri, pria itu tak sadar. Bahwa sedari tadi, Ana sama sekali tidak tidur.
-
Sementara Ana, masih berdegup kencang karena ucapan lembut yang diucapkan Leo, wanita itu tau Leo menahan tangis, entah kenapa perasaan seperti ini kembali menguasai hatinya. Ana ingin memaafkan, tapi pengkhianatan yang dilakukan Leo selalu terbayang, Ana mencoba ikhlas tapi yang datang selalu emosi dan amarah tak berbatas. Rasanya serba salah, Ana kembali menangis dalam diam, hingga dia tertidur lagi.
Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, sehabis membersihkan diri. Leo menghampiri putranya untuk mengajak bocah itu makan.
"Erick, sebentar lagi kita makan yah. Papa mau banguni mama buat makan dulu, Erick tadi udah mandi kan?"
Erick meletakkan komik yang dibacanya, bocah itu memang sudah bisa membaca. Kecerdasan dari Leo, memang menular sempurna di tubuh dan otaknya.
"Papa ga cium, Erick wangi banget gini? Jam 4 lewat tadi sebelum papa pulang, aku udah mandi lah."
Leo terkekeh mendengar ucapan anaknya itu, dia mencium gemas pipinya yang gembul.
Pria itu menghampiri maid yang di dapur, lalu menyuruh mereka setelah menyajikan makanan agar langsung pergi, karena selama ini mereka selalu dilayani. Leo ingin memberi ruang, agar Ana mau berperan sebagai istri, memikirkan hal itu membuat Leo senyum sendiri.
"Sayang. Kita makan dulu, yuk."
Leo membangunkan Ana lembut, pria itu mengelus kepala Ana yang masih terbalut hijab, lalu mengecupi pipi istrinya itu.
"Hmm ..." tak lama, suara gumanan Ana terdengar.
Leo tersenyum saat melihat Ana membuka mata, cantik sekali. Leo tidak akan pernah bisa berhenti terpesona menatap wanitanya ini.
"Makan Sayang, ini udah mau jam 7, makan yuk."
Ana hanya mengangguk datar, wanita itu merapihkan hijabnya yang agak kusut.
Leo meraih tangan Ana, yang untungnya tidak ditolak, hal kecil yang membuat Leo dilanda kesenangan, setelah hampir 2 bulan, Ana memasang sikap.permusuhan. Akhirnya sekarang penerimaan itu dia dapatkan, meski dengan ogah-ogahan.
"So sweet, mama sama papa udah baikan. Yeay!"
Leo terkekeh dengan ucapan Erick yang menggoda mereka, pria itu berdebar kala melihat Ana yang merona, rasanya ada sesuatu yang membuncah.
"Erick, mau makan apa Sayang? Sini mama sendokkin."
Ana menyendok nasi di piring Erick. Lalu tersenyum, kala mendengar anaknya itu berkata, "mau semuanya. Sayurnya dibanyakin."
"Bagus Son, makan sayur itu ngebuat Erick makin pinter dan ganteng kaya papa."
Ayah anak itu terbahak bersama, Ana yang melihatnya merasakan perasaan hangat di dada, momen ini adalah kenangan yang akan direkam di kepalanya.
Hampir luput dari perhatian, Ana menyendok nasi ke piring Leo, wanita itu gak bertanya apa yang diinginkan pria itu, karena dia sudah tau apa yang disuka suaminya itu.
"Mari makan, doa dulu."
-
Leo semakin senang kala melihat Ana menunjukkan statusnya sebagai istri, wanita itu tak keberatan melayani pria itu. Bahkan, Leo hampir melonjak kegirangan kala mendengar kabar Ana hamil, rasanya Leo ingin menangis membaca chatt dari Ana disusul secarik kertas berisi keterangan istrinya itu hamil.
Detik itu juga Leo kembali ke rumah, disana dia mendapati istrinya duduk di sofa bersama Erick.
Buru, Leo menghampiri mereka lalu memeluk Ana dan Erick bersamaan, pria itu mengecup kening Ana lembut.
"Makasih, makasih Sayang. Aku-"
Leo tak tau harus berkata apa lagi, karena pria itu malah meneteskan air mata, Erick yang melihatnya malah terkekeh dan mengerling jahil.
"Papa nangis, haha. Padahal kan yang bentar lagi punya Dede, Erick."
Ana tersenyum, entah kenapa melihat Leo yang terharu sampek sepertiga ini, membuat hatinya terenyuh. Ana menyuruh Erick agar bermain di luar sebentar, yang untungnya. Bocah itu menurut.
Kali ini, Ana menatap Leo. Pria berhidung mancung itu, memeluk tubuhnya lembut, Ana bahkan bisa merasakan guncangan kecil di tubuhnya. Demi Tuhan, Leo terisak. Entah kenapa, Ana malah geli dengan sikap suaminya itu.
"Sayang, kumohon jangan tinggalkan aku, biarkan aku disini bersama kamu dan anak-anak kita. Kamu udah memaafkan aku, kan?"
Leo menarik diri lalu menatap Ana dengan matanya yang kembali berkaca-kaca.
"Aku sudah memaafkan kamu, asal kamu gak ngulangi hal itu lagi, aku cukup salut karena kamu masih mau membujukku aku 2 bulan ini, padahal sikap aku ke kam-"
"Sstt ... jangan bilang apapun, Sayang. Ini salahku, sudah kewajibanku membahagiakan kamu, bukan malah membuatmu menangis, calon anakku ini ..." Leo mengelus perut Ana yang masih tampak datar, lalu tersenyum. " ... adalah bentuk hadiah dari Allah, untuk kita. Aku sangat mencintaimu."
Logat bule yang diucapkan pria itu membuat Ana hampir tertawa, karena nada itu jatuhnya lucu. Tapi bercanda disaat yang tidak tepat, juga tidak baik, Ana hanya mengangguk singkat.
"Aku memaafkan kamu."
Leo tak tau lagi harus bereaksi apa, pria bule itu mendekatkan wajahnya, meraup bibir istrinya lembut, melumat dan mencecapnya dengan tempo lambat, rasa ini sangat beda. Pria itu bisa mencuri kecupan dari wanita itu berkali-kali, tapi perasaannya membuncah karena sekarang Ana melakukannya bukan karena dipaksa apalagi pasrah.
"Cinta, cinta. Kamu belum ngomong cinta ke aku, Sayang."
Ana memutar bola mata.
#tbc
silahkan kritik dan saran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Satu Malam (End)
RomanceAwalnya Ana patah hati, dimulai dari malam itu Ana ingin memberi kejutan kepada Arya, tunangannya. Tapi sayang, gadis itu malah diberi kejutan adegan making love prianya dengan seorang wanita. Malam itu, Ana membuka hijabnya merasa frustasi dan mu...