"Gimana naskahnya An?" Yuni, sahabat Ana bertanya."Udah rampung kok, konfliknya udah baguslah. Dijamin pembaca bakalan nangis darah," sahut Ana, lalu tersenyum geli.
Yuni bergidik ngeri, lalu menatap tajam Ana, "Itu sebabnya, gue gak pernah mau baca tulisan lu." Yuni berkata sinis.
"Dih sok-sokan deh lu, mata lu sendiri yang baca, tulisan gue jadi trending Wattpad, sebagai tulisan paling romantis," balas Ana sambil tersenyum.
"Eh Neng, tapi semua tulisan lu sad ending. Lagian gue ngeri sama tulisan lu, awalnya ngebaperin ujungnya nyakitin, lu gak mikirin perasaan pembaca apa? Siapa tahu dari mereka udah hidupnya susah, ditambah baca tulisan lu. Kelar dah tuh hidup." tutur Yuni panjang lebar.
Ana menatap gadis berbehel itu, dengan tatapan malas.
"Biarin lah, yang penting gue nulis apa yang gue suka, dan yang terpenting bukunya laris hahaha ..." Ana tertawa. Sementara Yuni mendengus kesal.
"Eh btw An, masih gak mau cerita, kenapa 3 minggu ini lu ngurung diri di kamar?" tanya Yuni.
Mendadak Ana pucat, gadis itu gelagapan. Perihal Arya, juga masalah kehamilannya, memang belum diberitahukan ke siapa-siapa oleh Ana.
Ana tertawa cukup keras, hingga membuat Yuni menatap Ana heran.
"Lu kayak gak tahu gue ajah Yun, gue kan emang doyan menyendiri sejak gue suka menulis," sahutnya masih dengan sisa tawa yang dibuat-buat. Berharap Yuni percaya, dan segera pergi. Setidaknya, untuk saat ini. dia harus menghindari siapapun.
Yuni menatap Ana curiga, mereka sudah saling mengenal bertahun-tahun, dan dia tahu ada yang disembunyikan Ana. Entah apa, tapi firasat Yuni mengatakan bahwa itu bukan sesuatu yang baik.
"Lu serius? Biasanya lu masih sering keluar buat ngecafe sama gue, buat cari suasana, kalau lu nulis."
Ana menelan salivanya, dia kembali senyum. Kali ini, mencoba tenang agar Yuni tidak bertanya lebih jauh.
"Itu karena beberapa minggu ini, gue bisa dapet ide disini terus menerus."
"Ah masa? Kemarin juga lu bilang, lu udah capek dikejar naskah, dan mau cari suasana entah kemana."
Jleb!
Rasanya, Ana ingin menenggelamkan dirinya ke laut, berharap sahabatnya ini bodoh dan tidak banyak tanya. Menyebalkan.
*
Sabtu, adalah hari yang disukai Rizky. Hari dimana dia bisa menghabiskan waktu di rumah, bergelung di selimut, dan bermain PS dengan adiknya hingga larut malam. Rizky benar-benar mencintai pekerjaannya, di sebuah kantor pemerintahan, gaji tinggi, libur sabtu-minggu, dan kerja hanya 8 jam.
"Bang, nanti main ke cafe yuk." suara Khairul terdengar. Rizky menoleh.
"Ngapain? Kita gak nge-game?" tanyanya.
"Sampek sore ajah bang nge-gamenya. Nanti ke cafe yah, temen Khai ulang tahun. Udah telat beberapa minggu yang lalu sih, cuman dia kemaren setelah hari H, cabut ke Vietnam, ada urusan, katanya." tutur Khairul.
Rizky berpikir sebentar, sebelum mengangguk. "Banyak cecan gak disana?" Dia tertawa.
"Banyak bang, dijamin. Tapi Khai gak yakin Abang bisa ngajak cewek kencan, secara kan Abang sok dingin gitu di depan cewek." sahut Khairul sambil tersenyum geli.
Rizky mengeram marah, dia paling benci jika sifatnya diejek oleh adiknya. "Khairul." Tepat setelah Rizky mengatakan itu, Khairul lari sambil terbahak. Samar-samar suara teriakan Khairul terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Satu Malam (End)
Roman d'amourAwalnya Ana patah hati, dimulai dari malam itu Ana ingin memberi kejutan kepada Arya, tunangannya. Tapi sayang, gadis itu malah diberi kejutan adegan making love prianya dengan seorang wanita. Malam itu, Ana membuka hijabnya merasa frustasi dan mu...