Seorang anak ketika bangun dari tidurnya, mendapati dirinya terlempar pada sebuah gurun pasir yang luas. Ia membuka matanya dengan sipit karena kilauan matahari yang begitu menyengatnya -- tak ada apa-apa di sana selain hamparan tanah luas , satu matahari, dan sekumpulan pasir-pasir kecil yang memanggang tubuhnya itu. Ketika ia membangunkan seluruh tubuhnya, serta mulai meletikkan sendi dan tulang-tulangnya, sehingga ia mulai merasa lega pada bagian-bagian tubuhnya itu, ia kemudian bergumam "Dimana aku? Ini bukan mimpi", pikirnya. Ia tak mengingat apa pun, kecuali satu ingatan yang ia dapati --bahwa sebelum bergegas tidur pada malam harinya dan terbangun, ia adalah orang yang sangat miskin dan tak mempunyai apa-apa. Hanya itu. Dan ia pun tak sanggup mengingat kembali pekerjaanya, orang tua, teman-teman, kekasihnya - bahkan seluruh kehidupan sebelum ia bangun dari tidurnya, dan juga namanya tak sanggup diingatnya kembali. Lalu dengan rasa penasaran dan rasa laparnya, ia segera bergegas menelusuri padang pasir dengan bertelanjang kaki.
Sampai setengah jam pun berlalu, ia tak mendapatkan apa-apa dari usahanya itu, ia beristirahat sejenak dan segera duduk menyelonjorkan kakinya itu, memandangi langit-langit polos, hingga akhirnya ia merebahkan kembali tubuhnya -- bukan karena sebuah keputusasaan mendapati dirinya terbangun di sebuah tempat yang tak masuk akal, melainkan rasa lapar yang didukung sengatan sinar matahari membuat seluruh tubuhnya lemas dan tak berdaya lagi. Tak beberapa lama ia mulai bertanya kembali pada dirinya sendiri, " apa aku akan mati dengan penyesalan atas ketidaktahuan ku akan hidup yang tiba-tiba menimpaku ini? dan kenapa hanya aku seorang diri yang berada di sini". Seketika Ia pun langsung membangkitkan tubuhnya lagi, dan segera berjalan menyusuri sebuah tempat yang tak dikehendakinya. Rasa lapar yang begitu mengoyak perut, serta lemas yang menghinggapi bagian lututnya, dan juga ia pun telah merasakan tenggorokannya mulai kering -- belum lagi sengatan matahari yang begitu meledek dirinya, pasir-pasir panas yang dengan lugu begitu menggelitik dengan kejam telapak kakinya, rasanya ia berpikir ini adalah kelanjutan dari penderitaan di kehidupan sebelumnya , bahwa menjadi orang miskin itu sangat merepotkan dan kejam bagi dirinya adalah sebuah hukuman.
"Dimana posisi Tuhan ketika ia melihat seseorang yang ia ciptakan begitu saja menghendaki dirinya dengan sebuah penderitaan yang tak masuk akal seperti ini-- tak memiliki masa lalu, ingatan-ingatan siapa dirinya, dan aku langsung dihadapkan oleh sebuah fakta bahwa aku begitu saja tersesat pada tempat yang sangat mengerikan ini".Sambil menyusuri panasnya tempat itu, ia selalu bergumam dengan kata-katanya yang ia sendiri tak mengerti apa yang telah ia katakan. Hanya rasa lapar serta kehausan yang dapat memicu pertanyaan semacam itu keluar. Sampai pada akhirnya ia berkesimpulan; bahwa Tuhan ada hanya untuk menciptakan sebuah penderitaan, dan para manusia-manusia yang tercipta diharuskan menjalani itu semua dengan suka rela --dengan semua rasa-rasa yang ditanamkan kepadanya -- tak ada penolong selain dirinya sendiri, dan Tuhan hanya melemparkan semua manusia begitu saja tanpa bertanggung jawab. Ia pun terus menerus mencela Tuhan didalam kepalanya, berkata ini-itu tanpa alasan yang jelas, tapi dengan dasar bahwa pengalamannya itulah yang menjadikan alasan yang benar untuk mencela Tuhan.
Semakin ia bergumam dengan hal itu, semakin pula keringatnya membasahi sekujur tubuhnya. Ia pun memutuskan untuk melepaskan baju serta celana panjangnya, lalu mengikatkan baju dan celananya satu sama lain dan melilitkannya di atas kepala hingga membentuk sebuah jubah yang menutup kepalanya untuk menghindari sengatan langsung dari matahari. Sekarang ia berjalan lagi dengan lemas layaknya orang gila yang tak mengenakan pakaian, hanya celana dalam berwarna putih yang menutupi kemaluannya. Lapar yang tak tertahankan serta kehausan yang luar biasa membuat matanya kini terasa kabur untuk melihat sekelilingnya, namun ia terus melanjutkan penyusurannya itu, sampai secara tak sadar ia telah dikendalikan oleh kedua kakinya yang entah menyeret tubuhnya menuju kemana." Andai saja ada kalajengking atau ular gurun, aku akan langsung memakannnya, dan menjadikan darah-darah segar mereka sebagai minuman pelepas dahagaku", ia berucap seperti itu dengan tergesa-gesa karena sangkin kelaparan dan kehausan. Tak penting apa yang akan ia temukan di depan matanya, yang terpenting bagi dirinya sekarang adalah ada sesuatu yang harus dimasukkan kedalam perutnya itu - - dan seketika itu juga ia jatuh tengkurap dengan wajahnya yang mengahantam pasir dengan sangat keras. "Apa ini akhir dari perjalananku, aku tak rela jika mati kelaparan seperti ini", Ia pingsan tak beberapa lama, lalu terbangun, dan berguman "Oh aku masih hidup, beruntung sekali!, panas, sudah berapa lama aku terkapar di sini?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan yang terbungkam
Short StorySeperti yang diucap oleh Arthur Schopenhauer dalam bukunya yang berjudul: Pesimisme,kehendak bebas, dan cinta: "Meskipun tak ada seorangpun yang hidupnya patut dicemburui, namun tak terhitung betapa banyaknya manusia yang ditimpa takdir yang harus d...