Teman berbincang

8 0 0
                                    

Apa yang benar-benar jelas dalam kehidupanku ini adalah hidup ditengah-tengah banyaknya nafas manusia . Merasa diri ini sangat aneh ketika bernafas bersamanya, berdampingan dengannya, dan menghirup satu udara yang sama. Namun aku hanya bisa diam tanpa berkata jika melihat kelakuan-kelakuan para manusia yang seperti kerumanan domba-domba itu, kawan.

~~~~~~~~~~

"Apa kau tak sebal, temanku? melihat semua itu dalam keheningan dari tempat duduk kita ini? kita hanya menegak sebotol gin dan tak lebih dari itu, kita juga tak bisa bertingkah konyol karena kekurangan teman-teman kita, juga mengekspresikan diri kita kepada sesuatu yang tidak kita suka, dan aku hanya bisa menonton dalam kebisuan sambil menahan rasa yang ingin keluar ini. Apa kau merasakanya juga temanku?"

"Haha pertanyaan yang bodohh! saya juga merasakan hal seperti itu, tapi yang bisa kita lakukan hanyalah diam seperti ini, meminum berbotol-botol gin sambil menyaksikan mereka semua layaknya sebuah karya seni yang berjalan. Dan kenapa kau,temanku, Jack seorang yang dingin, tiba-tiba begitu mempedulikan mereka semua?"

"Aku merasakan semacam nausea ketika meminum gin dan melihat banyaknya orang yang tertawa keras serta melakukan hal konyol tanpa sadar bahwa apa yang sedang mereka lakukan adalah sebuah kecerobohan semata."

" Yang kau maksud kecerobahan adalah mereka berdatangan dan pergi secara berkerumun, bukankah begitu? kalau seperti itu apa bedanya dengan kita? dua domba yang tak tahu arah kemana akan pergi, seperti domba tersesat yang membelot dari ajaran kristus, bukan?"

" Yaa benar.....Tapi bukan seperti itu maksudku, aku hanya ingin...hmmmmm"

"Saya Akan bilang, dan akan selalu bilang kepadamu jika berpergian ke tempat ramai seperti ini, Hiraukan mereka, acuhkan saja, anggap mereka semua tak ada dihadapanmu, dan kau mesti bebas melakukan apa pun yang kau mau. Jangan salahkan mereka jika dirimu merasa terkekang....Kau punya otoritas dalam dirimu sendiri bukan? kalau punya silahkan keluarkan itu dengan sungguh-sungguh."

" Namun... Aku tak bisa seperti dirimu, temanku, seorang Jill yang begitu bebas. Aku tak tahu kebebasan metodis seperti apa yang telah diucapkan oleh para filsuf untuk aku terapkan, semuanya rancu jika aku memilihnya dan menerapkannya di dalam kehidupan yang irrasional ini. Pada akhirnya aku hanya terkapar tak berdaya, dihantamnya diriku oleh kekuatan yang tak bisa kukendalikan. Sebenarnya Aku hanya ingin mencoba seperti dirimu yang selalu siap menghadapi apapun, lalu tertawa untuk mereka, kau juga tak terbebani tanggung jawab untuk merubah mereka, dan hanya menghiraukan mereka seperti sampah yang berserakan."

"Ah sudahlah...sudah sering ketika kita duduk bersama, selalu banyak ocehan keluar yang tak berguna seperti itu....Kau hanya harus melakukan apa yang kau mau, sudah sampai di sini tak harus dibantah lagi oleh pertanyaan-pertanyaan memutar yang akan kau tanyakan lagi dan lagi. Tinggal satu masalah lagi, apakah kau sudah memikirkan apa yang ingin kau lakukan? dan yang paling konyol dari dirimu adalah, bagaimana kau bisa-bisanya memutuskan mereka adalah sebuah tanggung jawab yang harus kau pikul. Satu-satunya tanggung jawab adalah tentang dirimu sendiri, bukan orang lain, dan asal kau tahu saja, sebenarnya kita adalah makhluk soliter bukan solider, bersosial hanyalah cara untuk memenuhi syarat menjadi manusia saja. Dalam Hidup memang harus saling membantu dan memanfaatkan satu sama lain, jika tak seperti itu bagaimana kau akan melawan dunia ini....Tapi tetap saja yang saya bilang, itu hanya syarat! tak lebih dari apapun. Bukankah ketika kematian menjemput kita akan selamanya seorang diri didalam tanah-tanah lembab suci, ataupun terbakar dengan abu yang akan berhamburan di langit-langit kebebasan?"

"Menarik juga kata-kata mu itu, kita soliter memang benar, tapi tak selamanya juga kan saat kita hidup di dunia ini seperti itu? dan terpenting yang aku soroti adalah kata solider yang terucap dari mulutmu itu. Dalam kesolideran aku mempunyai perasaan tanggung jawab untuk menyadarkan mereka semua, bukan karena soal ideal tentang menjadi manusia yang aku miliki sehingga dengan keegoisanku mereka harus mempunyai itu, ataupun tuntutan dalam kesadaran jiwa yang untuk sekedar memberitahu mereka, melainkan rasa kemuakkan yang semakin membesar ini. Aku juga tahu konsekuensi perasaan yang kumiliki adalah aku akan hidup didalam jiwa orang lain, bukan jiwaku, dan ini yang kusebut dengan hidup didunia irrasional. Andaikan dunia ini masuk akal, aku akan dapat dengan mudah memecahkannya dengan sebuah pemikiran yang logis."

Perjuangan yang terbungkamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang