Haon yang sudah siap untuk berangkat kuliah menyampirkan tasnya di kursi meja makan dan langsung duduk untuk menyantap sarapan.
"Loh kok kamu turun sendiri? Lula mana?" tanya Jay.
"Bukannya udah bangun? Itu kamarnya berisik banget kayak toko kaset," sahut Haon.
Jay menghela napas dan meninggalkan pekerjaannya untuk membangunkan putri bungsunya. Ia mengetuk pintu penuh stiker di hadapannya beberapa kali. Namun tidak ada jawaban, membuat Jay harus memasuki kamar putrinya itu.
Di sana Lula masih tertidur dengan balutan selimut, sedangkan suara alarm diponselnya tak kunjung berhenti bunyi.
Jay punya cara ampuh tersendiri untuk membuat Lula cepat bangun, yaitu menghujani Lula dengan ciuman dan pelukan. Iya, Lula sangat tidak menyukai kedua hal itu.
Sayangnya tidak dengan hari ini, biasanya Lula akan langsung bangun sambil merancau kesal. Tapi, saat ini gadis itu malah mengembangkan senyumannya.
Jay menggelengkan kepalanya heran, "Heh! Mimpi apa kamu?! Ayo bangun, sekolah gak hari ini?"
Lula terlonjak kaget, "HAH UDAH JAM BERAPA?! KOK DADDY BARU BANGUNIN AKU SIH?!"
Gadis itu segera turun dari kasurnya, tidak mempedulikan Jay yang sedikit terkejut karena gerakan tiba-tiba yang dilakukannya.
Sinar matahari memenuhi kamarnya, karena Jay membuka tirai jendela. Lula yang sedang menyiapkan bukunya semakin panik. Gawat, ini sih alamat dia terlambat 'lagi'.
Di dekat jendela pria berusia 40 tahunan itu terkekeh melihat kelakuan putrinya, "Yaudah cepet siap-siap. Daddy tunggu dibawah," ucapnya sebelum meninggalkan kamar Lula.
Kurang dari 15 menit Lula sudah keluar dari kamarnya. Gadis itu sedikit berlari menuruni tangga untuk menuju ke ruang makan. Setelah mengikat rambutnya asal, Lula mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai dengan tergesa-gesa.
"Yooooo, slow down gurl," ujar haon.
"Lah? Tumben lo bisa santai, sedangkan ini udah hampir kesiangan," balas Lula, setelah menelan rotinya.
Haon terbahak, "Lula, sekarang itu udah gak jaman memperkirakan jam dari terbitnya matahari. Tua lo, dapet ilmu darimana coba?"
Lula terdiam sebentar, lalu mengeluarkan ponselnya. Damn! Ternyata masih ada cukup waktu untuk mandi.
"Kamu gak mandi ya? Pake body mist sebotol apa gimana? Wangi banget," komentar Jay.
Haon terbahak lagi, "Gak paham gue, bisa-biasanya si Yedam mau sama lo yang suka gak mandi ke sekolah."
Dalam hitungan detik, satu pukulan berhasil meluncur di punggung pemuda itu, "Ketawa mulu lo! Awas keselek!"
"Yaelah, mau mandi atau enggak itu kalau emang lo cakep mah gak bakal ada yang tau. Memang cuma orang-orang cakep aja sih yang bisa ngerti, ye gak Lul?" ucap Minsik si anak sulung, yang entah baru bangun tidur atau belum tidur sama sekali.
"Nah! Betul!" sahut Lula semangat sambil memberikan ekspresi mengejek pada Haon.
Haon mengangkat kedua bahunya acuh. Pemuda itu berdiri, menaruh peralatan makan di tempat cuci piring. Dan dengan tiba-tiba Haon berlari cepat meninggalkan Lula yang masih menyantap rotinya.
"Dih?! HAON! TUNGGUIN GUE!" Lula langsung berlari mengejar Haon yang sudah mengeluarkan motornya dari garasi.
Setelah berhasil mengejar Haon, gadis itu memukul helm yang sudah Haon kenakan dengan pelan, tapi berhasil membuat Haon meringis.