Senja telah berlalu, gelapnya malam mulai menyelimuti kota kecil ini. Hawa dingin merasuk sampai ke dalam tulang. Sepanjang jalan diselimuti balutan salju. Lampu-lampu menerangi jalan di kota ini. Bangunan toko-toko terpampang disepanjang jalan. Gang-gang kecil dan gelap, suara pejalan kaki dan kendaraan memberikan kesan hidup kota ini.
Orang-orang berlalu lalang, mengenakan pakaian yang serba tebal. Mereka berjalan dengan menatap ke layar handphone masing-masing, tidak mempedulikan apa yang ada disekitar mereka.
Pria bersurai pirang melangkahkan kakinya menyusuri jalanan kota itu, melewati toko-toko yang ada disepanjang jalan. 'Ahh sepertinya di dalam hangat', pikirnya. Ia ingin cepat-cepat sampai di rumah, duduk di sofa dan membaca tumpukan buku-buku yang menantinya di rumah.
Langkah kakinya terhenti, Kei melihat seorang pria bersurai hitam yang tengah duduk diatas besi pembatas yang ada dipinggir jalan. Matanya yang berwarna hazel memandang lurus ke arah tumpukan salju yang ada di depan sebuah toko. Kei melewati pria itu begitu saja, namun ia kembali menghentikan langkah kakinya. Berbalik arah untuk melihat pria itu lagi. Kei membenarkan letak kacamatanya dan melepaskan syal yang terbalut di lehernya. Ia berjalan mendekati pria itu, dan berdiri tepat didepannya.
Pria bersurai hitam itu kaget dengan kehadiran Kei yang tiba-tiba ada didepannya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat wajah pria yang tepat berdiri didepannya. Melihat sosok pria yang tinggi dengan rambut pirangnya yang terpantul cahaya lampu jalan.
Kei mengulurkan tangannya, memberikan syal yang sebelumnya ia pakai kepada lelaki itu. "Ini buat lo" sambil memalingkan wajahnya, Kei mulai berbicara.
"L-lo.. Lo bisa lihat gue?".
Seketika Kei terdiam. Kei tidak begitu mengerti apa maksud pria itu. Kei menatapnya dari atas kepala sampai ke bawah kakinya. Pria biasa, pikir Kei. Tinggi, dari balik kaos yang ia kenakan Kei dapat melihat otot-otot yang tercetak di kaosnya, walaupun rambut hitamnya sangat gila pikir Kei. Tanpa pikir panjang Kei menanyakan apa maksud perkataannya tadi. Dengan mata hazelnya yang penuh binar-binar dan senyuman lebar diwajahnya, pria itu menatap Kei.
"Wah.. Udah lama banget gue nggak ngobrol sama seseorang"
Kei melihatnya dengan ekspresi yang jelas menandakan bahwa Kei tidak mengerti dengan perkataannya. "Apa maksud lo?".
"Gue udah lama nggak ngomong sama orang lain, dan ternyata lo bisa lihat gue"
"Hah?" Kei masih tidak percaya dengan apa yang ia katakan. Kei bertanya apakah dirinya sedang bermimpi? Bertemu seorang pria yang -maksudnya pria ini bukan manusia? Apa dia roh seseorang? Apa dia sudah meninggal? Atau dia makhluk lain?. Banyak sekali pertanyaan yang datang dikepala Kei. Tanpa berpikir panjang Kei meraih tangannya. 'Aku bisa menyentuhnya?' pikir Kei. Tangannya yang dingin. Pria itu hanya memandangi wajah Kei.
Dengan cepat Kei membalutkan syalnya ke leher pria itu. Menggenggam erat tangan pria itu dan menariknya untuk mengikuti langkah kaki Kei.
Disepanjang jalan hanya terdengar langkah kaki mereka. Orang-orang tidak ada yang memperhatikan mereka. Entah karena mereka tidak bisa melihat pria disamping Kei itu atau -ya, mereka tidak memperhatikan kehadiran mereka.
Mereka berhenti didepan salah satu pintu apartemen. Kei mengambil kunci dari saku jaketnya dan membuka pintu apartemennya. Kei menghidupkan penghangat ruangan dan mempersilahkan pria itu untuk duduk. Meletakkan roti yang tadi Kei beli dan berjalan ke dapur untuk membuat teh.
Kei melihat pria itu tengah sibuk melihat-lihat sekeliling ruangan. Apartemen Kei tidak terlalu besar, karena Kei hanya tinggal sendiri. Perlahan pria itu berjalan menuju rak-rak buku Kei. Pria itu berdiri di depannya dan memandangi beberapa bingkai foto. Ia tersenyum.
"Sorry rumah gue berantakan" Kei berjalan menghampirinya, meletakkan teh yang sudah ia buat diatas meja.
"Oh sorry, kalo gue tiba-tiba lancang liat-liat isi rumah lo" pria bersurai hitam itu menundukkan kepalanya dan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Santai aja" Kei menyingkirkan beberapa tumpukan buku yang berserakan di lantai.
"Hm apa ini lo dan orangtua lo?" pria bersurai hitam itu mengambil salah satu bingkai foto yang ada diatas rak buku.
Sejenak Kei menghentikan gerakan tangannya. Kei terdiam. "Ya, itu orangtua gue", Kei membuka suara. Pria itu tidak merespon, hanya berdiri dan memandangi foto itu. Seingat Kei, Kei hanya memiliki kenangan buruk terhadap foto itu. Namun pria itu tersenyum melihat foto itu. Ia meletakkan kembali bingkai foto itu ke tempat semula.
"Dan ini teman-teman lo?" ia mengambil bingkai foto lain.
"Hm gue rasa begitu" Kei membawa beberapa tumpukkan buku dan menaruhnya di tempat lain. Ini pertama kalinya Kei mengajak seseorang yang belum Kei kenal untuk datang ke apartemennya.
"Hei, siapa nama lo?" Kei baru menanyakan namanya sekarang. "Apa lo- maksud gue tadi lo bilang kalau gue bisa liat lo dan lo udah lama nggak ngomong sama orang lain.. Jadi gue pikir gue sedikit penasaran".
Pria itu berbalik, berjalan mendekati Kei dan duduk didepannya. Kei melihat wajahnya yang sedikit pucat, tengah menahan senyum. Pria itu masih terdiam untuk beberapa saat. "Kuroo Tetsurou". Kuroo tidak melihat kearah Kei. Ia hanya melihat mug yang ada didepannya.
Kei hanya memandangi pria yang ada didepannya. Melihat gelagaknya yang merasa tidak nyaman. Kei mendesah pelan, memutuskan untuk tidak melanjutkan pertanyaannya.
"Yang pasti, gue yang ada dihadapan lo saat ini bukan gue yang sama kayak lo" Kuroo melihat kearah Kei dan memberikan senyum tipis.
Kei menganggukkan kepalanya, memberikan isyarat kalau ia paham maksud perkataan Kuroo.
"Apa lo mau tinggal disini?" tanpa sadar Kei mengucapkan kalimat itu. "Maksud gue, itu lebih baik daripada lo harus berkeliaran di jalan".
Seketika pria itu melebarkan senyumannya. Kuroo menganggukkan kepalanya, menandakan ia setuju. Kei pun tersenyum. "Nama gue Tsukishima Kei".
Kuroo mengangguk dan tersenyum. Entah apa yang akan terjadi nanti, Kei tidak memikirkannya. Kei tidak mau ambil pusing masalah hidupnya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanfictionDi malam saat musim dingin kita bertemu. Pertemuan yg benar2 merubah hidupku.