07. Mengapa?

1 0 0
                                    

Setelah dua hari Vanya dirawat di rumah sakit, akhirnya hari ini Vanya bisa keluar, itupun dengan paksaan. Karena Vanya sudah tidak mau berlama-lama di sana dan terus merepotkan sahabatnya dan juga Kak Fajar.

Dan hari ini Vanya memutuskan untuk pergi ke kampus.

Saat Vanya keluar dari kamar, yang dia temukan hanya kesunyian. Entah kenapa dua hari belakangan ini, dia tidak mendapati ayahnya.

Apakah ayahnya tahu dua hari kemarin dia tidak ada di rumah?

Apakah ayahnya tahu kalau dia sempat di rawat di Rumah Sakit?

Apakah ayahnya peduli?

Vanya tertawa.

Menertawakan nasib hidupnya.
Sangat menyedihkan.

Tanpa menghiraukan lagi, Vanya segera bergegas keluar rumah, dan betapa terkejutnya dia karena mendapati Fajar di depan gerbang rumahnya, sedang melihat ke arahnya sambil tersenyum sampai terlihat lesung pipinya.

Tanpa menghiraukan lagi, Vanya segera bergegas keluar rumah, dan betapa terkejutnya dia karena mendapati Fajar di depan gerbang rumahnya, sedang melihat ke arahnya sambil tersenyum sampai terlihat lesung pipinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Vanya segera menghampiri Kak Fajar.

"Kenapa kesini kak?" Tanya Vanya ketika sudah berada di depan Kak Fajar.

"Jemput kamu. E-emm maksudnya, jemput elo. Lo kan baru keluar dari rumah sakit. Entar kalo ada apa-apa di jalan gimana?" Ujar kak Fajar panjang lebar.

"Gapapa kok kak, gue bisa sendiri. Gue bukan anak kecil juga". Bukan. Bukan Vanya menolak niat baik Kak Fajar, tapi dia bener-bener gak mau ngerepotin siapapun lagi.

"Udah, gak usah banyak alasan. Cepet naik, kalo enggak, lo gak boleh pergi ke kampus". Ancam Kak Fajar, dan mau gak mau Vanya turutin, dari pada dia gak bisa ke kampus kan?

Seperti biasanya. Vanya memasang earphone, dan memutar lagu yang cocok untuk pagi hari yang indah ini.

Semoga aja hari ini gue bisa menjalani dengan tenang dan seindah pagi ini dan semoga juga hari ini gak ada masalah yang datang, gapapa cuma hari ini aja. -Batin Vanya

Setelah beberapa menit menghabiskan waktu di jalan, akhirnya Vanya dan Fajar memasuki halaman khusus untuk parkir motor kesayangannya.

Di sana sudah ada Karina, dan juga Bayu.

Karina berjalan menghampiri Vanya dan langsung memeluknya.

"Lo beneran udah gapapa? Kenapa harus masuk hari ini sih?? Lo kan bisa aja istirahat dulu di rumah." Ujar Karin panjang lebar.

"Gapapa, Rin. Gue males juga di rumah gak ada siapa-siapa. Mending gue ke kampus aja." Vanya berusaha meyakinkan sahabatnya kalau dia memang baik-baik saja.

"Yaudah, kalo ada apa-apa hubungi gue ya?" Vanya hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu menuju kelasnya.

*
*
*

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.00, yang seharusnya Vanya pulang 1 jam yang lalu, tetapi entah kenapa dirinya berada di tempat yang dia pun tidak tau di mana.

Matanya tertutup kain, tangan dan kakinya terikat di bangku yang di duduki nya.

"Tolong." Suara lirih Vanya keluar. Dia ingin menangis tapi rasanya sudah tidak bisa mengeluarkan air matanya. Vanya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi kepadanya. Dia sudah lelah melawan rasa sesak di dadanya.

Brakk..

Suara pintu terbuka cukup keras memasuki indra pendengaran Vanya.

"Tolong.. Siapapun tolongin gue." Entah siapa yang datang, tapi Vanya berharap ada yang menemukannya dan menolongnya. Tapi sepertinya, dunia tidak berpihak kepadanya.

"Udah sadar juga ternyata." Sebentar, sepertinya Vanya mengenali suara ini.

"Kenapa lo ngelakuin ini sama gue, Wen? Gue salah apa sama lo?" Akhirnya pertanyaan yang selalu menghantuinya, dia ungkapkan.

"LO MASIH NANYA SALAH LO SAMA GUE APA? HAH?!"

"Akkhh, sakit." Rintih Vanya saat Wendy menjambak rambutnya ke belakang

"Kemaren gue udah peringati lo supaya jauhi cowok gue. Haha ternyata lo berani juga ya? Kenapa? Lo suka sama cowok gue? Jangan mimpi deh. Lo itu cuma cewe M.U.R.A.H.A.N" Ucap wendy dan menekankan kalimat terakhirnya.

Merasa tidak ada jawaban dari lawan bicaranya, hal itu membuat wendy semakin marah. Dia kembali menjambak rambutnya dengan sangat keras.

"Kenapa diem aja lo, hah?!! Jawab pertanyaan gue. Lo punya mulut kan! Denger ya. Gue akan pastikan hidup lo hancur, kalo lo gak mau dengerin omongan gue." Wendy menatap Vanya dengan tatapan nyalang, Wendy tidak mau ada yang mengusik hidupnya, apalagi kisah cintanya.

"Gue gak suka sama cowok lo, cowok lo aja yang kegantengan deket-deket sama gue. Dan gue gak pernah ada niatan merebut dia dari lo, karna gue bukan siapa-siapa." Vanya memberanikan diri untuk menatap Wendy.

"Apa lo bilang? Heh denger ya, cowok gue itu emang ganteng, makanya lo kepincut kan sama dia.. Dan ya, lo bener. Lo bukan siapa-siapa, lo cuma mahasiswa modal beasiswa jangan belagu bisa dapetin perhatian dari semua orang."

"Gue peringati sekali lagi, JAUHI KAK FAJAR! NGERTI KAN LO?!" Setelah mengatakan itu, Wendy dan teman-temannya pergi dan meninggalkan Vanya seorang dalam keadaan yang sulit diartikan. Rambut berantakan, bibir luka, tangan dan kaki masih terikat, dan jangan lupakan bagaimana keadaan hati Vanya sekarang ini.

"Buu, mengapa semua ini terjadi sama Vanya, bu? Apa salah Vanya bu? Apa Vanya sudah salah karena lahir ke dunia ini? Seharusnya Vanya gak ada di dunia ini kan bu? Ibu juga pasti masih hidup sampai sekarang kalau Vanya gak lahir. Maafin Vanya bu, maaf."

Ya tuhan, kalau engkau memang ada, mengapa semua ini terjadi kepadaku? Mengapa engkau memberiku kehidupan, jika ini yang akan terjadi? Mengapa hanya sekedar untuk bahagia, sangat sulit bagiku?

Yang bisa Vanya lakukan saat ini hanya menangis dalam diam, dan menunggu ada orang yang menemukannya. Namun, dia juga berharap tidak ada orang yang bisa menemukannya, agar dia bisa menghilang tanpa ada yang menyadarinya. Karena Vanya hidup pun, tidak ada yang peduli.

Sambil meratapi nasibnya, Vanya melihat ke arah jendela. Malam sudah menyambutnya, dan terlihat bulan menerangi langit malam ini, sangat indah.

Sedikit, Vanya merasa tenang. Setidaknya, masih ada yang menemaninya di malam yang sunyi ini.

Cklek..

Suara pintu terbuka, memperlihatkan sosok laki-laki yang akhir-akhir ini selalu berada di sisinya.

Laki-laki itu berlari menghampirinya, dan segera melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakinya...

"Lo gak apa-apa? Siapa yang ngelakuin ini sama lo? Mana yang sakit? Kita pergi ke rumah sakit ya?" Pertanyaan dilayangkan bertubi-tubi tanpa menunggu jawaban, Tangan yang ingin membantu Vanya berdiri, ditepis kasar oleh Vanya.

Fajar mengerutkan keningnya. Merasa heran, kenapa Vanya bersikap seperti itu? Padahal tadi pagi dia masih baik-baik saja.

"Gak usah so baik sama gue, kak. Dan tolong jauhi gue."

______

Halooo,,, lamaa gak update yaa

Maaf ya, aku bingung soalnya mau lanjutin atau engga..

Tapi buat ngabisin waktu luang aku. Akhirnya aku coba buat lanjutin cerita ini, meskipun gak banyak yang baca hehe tapi ga apa-apa..

Makasihh yang udah mau nunggu cerita ini ya..

Sampai jumpa di next chapter berikutnya ✨✨

~~~~
RnJn
13-12-23




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ME AFTER YOU ~ PCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang