Jaket Jean's II

50 16 39
                                    

Hujan semakin deras, aku tak bisa lagi menahan air mata yang terus mendesak untuk jatuh. Benar adanya jika jarak cinta dan benci hanya setipis benang jahit. Karena dari Febuari lalu, yang jika dihitung sudah sebelas bulan semenjak aku memilih membenci jaket jean's ini, aku justru menjadi teramat sangat mencintainya.

Bahkan jika aku memiliki seribu alasan untuk melupakannya, aku pasti akan memiliki seribu satu alasan untuk tetap bertahan dengan rasa yang kala itu pernah kutanyakan definisinya.

Tanganku bergerak, kembali membuka surat yang selama ini telah kusimpan, sebuah surat yang laki-laki berambut ikal itu selipkan di saku jaket setelah kepergiannya Febuari lalu. Mataku kembali membaca kata demi kata surat.

1 Febuari

Fan, kamu tau kereta?
Dia punya banyak gerbong,
Dia punya banyak penanti,
Dan dia juga selalu dinanti.
Begitu pula manusia, meski tak semua.

Kamu ingat?
Kamuu pernah menanyakan definisi cinta kepada aku yang kala itu sebenarnya tidak tau definisi sesungguhnya.
Waktu itu, aku menjawab dengan ala kadar, dengan jawaban dari hati yang pernah merasakan.

Hey! Bukankah pak pos mengirimnya tepat waktu?
Haha, jangan menangis.

Seperti katamu, 3 Febuari nanti aku akan mencari pelabuhan, meskipun menggunakan kereta, aku akan tetap mendarat di sebuah pelabuhan nantinya. Do'a kan :)

Ke Bandung. Kota yang sering kusebut dibalik cerita cinta sekilas itu.
Sore nanti tolong antarkan aku ke stasiun.
Aku mau sepertimu, mencari alasan dari kepergiannya.
Mencari jawaban dari banyak kemungkinan.

Terimakasih sudah menyinggahi.
Terimakasih sudah menyeduhkan puisi hangat itu.
Terimakasih sudah menjawab dm-ku.
Aku menyayangimu, Fani.

-JN-

Selesai sudah kubaca surat yang membuatku mengusap air mata untuk kesekian kalinya. Kini aku sangat percaya bahwa kepergian adalah salah satu hal yang paling disesali di Bumi. Apalagi kala itu, diriku sendiri yang memintanya mencari pelabuhan, yang artinya dirikulah penyebabnya pergi.

Aku sama sekali tidak ingin terlalu bermenye-menye dengan perasaan aneh ini. Tapi banyak keunikan dalam dirinya yang berhasil membuatku kembali jatuh sampai kadang terkesan menghiperbolakan. Seperti sikapnya yang cuek, sedikit dingin, dan tidak menyukai manusia humoris. Entahlah, banyak keanehan dalam dirinya yang jika kutebak adalah pengaruh dari obat tanaman yang ia telan di waktu kecil.

Rasanya suhu ruangan kamarku saat ini memang sangat mendukung untuk bernostalgia, mengingat kembali kala ia berkata, Aku ini sudah mati, tapi belum terurai. Bumi menolakku, bukan karena aku sampah anorganik, tapi karena rinduku yang telalu berat.

Aku juga ingat kala ia menjabarkan arti cinta, menjabarkan pengertian puisi, sampai menunjukkan sebuah senja dua puluh tiga Desember yang tidak terlihat dari teras rumahku.

Ia juga laki-laki pertama yang mengutarakan bawah senja adalah milik pagi. Padahal dengan jelas kalau senja adalah milik langit yang selalu menerimanya apa adanya.

Begitu banyak hal yang ingin kuceritakan tentangnya. Dari mulai tanggal dua puluh satu Desember hingga tiga Febuari yang membawanya pergi bersama kencangnya laju kereta.

Tapi rasanya, kisah ini sudah terlalu panjang, hingga aku memilih menutup kembali surat itu, melipatnya menjadi persegi supaya muat untuk diselipkan kembali ke dalam saku jaket yang juga langsung kugantung dibalik pintu kamar.

Kuteguk kembali cokelat yang sudah dingin, mataku menengok ke arah kalender yang ternyata menujuk ke angka dua puluh satu Desember. Yang artinya, hari ini di tahun lalu adalah hari dimana dia memperkenalkan nama panjangnya kepadaku. Yang artinya juga, hari ini adalah hari yang akan kuakhiri dengan melipat lembaran lama dan harus membuka lembaran baru.

Karena sudah cukup waktu satu tahun kuhabiskan dengan selalu membenci hujan dan tukang pos. Sudah cukup, waktu satu tahun yang kuhabiskan dengan membuka-tutup surat yang memang menjadi akhir dari perannya di dalam ceritaku.

Aku menarik nafas, menguatkan diriku sendiri untuk tegar. Menekan pada jiwaku kalau aku masih berhak mendapat tokoh baru. Dan ya, yang perlu kalian ketahui. Semesta terlihat tenang, bukan berarti semesta tidak menyiapkan skenario di belakangnya, semesta diam bukan berarti ia tak menyiapkan sebuah kejutan. Dari itu, jangan hanya menilai dari satu titik, kamu perlu menggabungkannya dengan titik lain jika ingin mencari jawaban dari kebingungan.

Sekian.

Terimakasih sudah membaca, kita tunggu bagian baru.
Dadahh

Simpang LampauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang