2

25 7 3
                                    

Kehilangan sesuatu

Aku bangun jam dua pagi, menatap Nenek yang masih tidur nyenyak.

Tiba-tiba air mataku jatuh, hatiku merasa sesak.

Seperti ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang entah apa itu.
Sesuatu yang membuat hatiku kosong dan tak utuh.

Padahal semua teman-temanku turut menemaniku sampai rela menginap di rumah sakit.

Jadi sesuatu yang tidak lengkap itu apa?

"Lo kebangun? " Tiba-tiba suara serak Lukman membuatku terperangah

Menatap matanya yang masih merem-melek

"Gue pengen pipis, makanya bangun. " Seakan tahu pikiranku dia berkata demikian.

"Lo kenapa nangis? " Tanya Lukman ketika keluar dari toilet.

"Gue nggak tau. " Kataku dengan mengambang.

Aku berbaring lagi di tempat tidur, meski aku tahu dia masih ingin mengobrol.

Aku menyelimuti tubuhku yang tidak terasa dingin, meski rasanya Seluruh tubuhku menggigil.

"Pandangan lo beda semenjak lo bangun koma. Gue harap lo baik-baik aja. " Kata Lukman yang terdengar suaranya saja.

Lagi-lagi air mataku jatuh, hatiku terasa pilu. Seperti ada lubang yang menganga.

***

Paginya, Dokter sudah mendatangi ruanganku untuk memberitahu jadwal Terapiku.

Semakin cepat, semakin baikkan?

Teman-teman juga sudah pulang jam lima pagi tadi, katanya mereka mau menyebarkan gosip kalau aku sudah bangun dari hibernasi, memang ya, orang yang tidak mau diem akan selalu banyak akal untuk di bicarakan.

Para perawat membantuku berdiri, dan tidak tahu apa namanya pokoknya sebelum terapi kakiku kayak di pijit-pijit dulu.

Mungkin pemanasan?

Tapi ternyata, memang di rumah sakit menyediakan jasa urut lho! Ada pasien dari kamar lain yang mengalami Skiliosis sebuah gangguan tulang belakang yang bengkok, karena pasien menolak operasi, akhirnya dia mengambil terapi pijat dengan Dokter.

Sampai siang aku belajar berdiri, pada akhirnya aku tetap tidak bisa berdiri dengan kedua kakiku.

Dan Dokter menyuruh aku menghentikan pemakaian kursi roda dan di ganti dengan Walker

Dan Dokter menyuruh aku menghentikan pemakaian kursi roda dan di ganti dengan Walker

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan setelah membaik akan di ganti dengan tongkat pemapah seperti biasa.

Nenek sudah pergi dari Rumah sakit, menyisakan aku yang terus-terusan bengong dari tadi.

Aku berkali-kali membuang nafas berat, rasanya untuk bernafas saja sakit sekali.

Detak jantungku memburu, berdetak dengan cepat dan sedikit sakit. Pelan-pelan air mata ini jatuh, merasakan sesak dan kesepian yang luar biasa.

Hatiku merasa ada sesuatu yang sedang menungguku, ada sesuatu yang aku lupakan.

Entah sesuatu yang hilang, atau sesuatu yang belum pernah aku temukan.

"Memangnya nggak dingin? " Nenek yang tiba-tiba muncul dari belakang mengagetkan lamunanku

"Dingin... "

Entah apa yang dingin ini, apakah hatiku, atau guyuran hujan ini?

"Yuk, masuk. " Kata Nenek sambil membantuku berjalan.

Aku yang dari tadi berdiri di koridor rumah sakit cuma bisa berjalan dengan arahan Nenek.

"Apa Yuki menyusahkan Nenek? " Tanyaku pelan setelah aku masuk kamar.

Nenek tersenyum, lalu menggeleng.

"Selama kamu hidup sama Nenek, bahkan Nenek gak pernah merasa terbebani." Ucap Nenek.

"Nenek bersyukur telah di pertemukan oleh Yuki. " Sambungnya

Nenek mengecup pipiku lembut, lalu menyodorkan sepiring buah pir yang sudah di potong-potong dadu.

Tidak banyak hal yang aku lakukan di Rumah sakit, cuma Terapi tiap hari, makan dan sisanya bengong sambil nangis.

"Mungkin hatiku tertinggal di Gunung? " Tanyaku pada diri sendiri

"Apa yang di Gunung? " Nenek yang mendengar lamunanku bertanya.

Aku buru-buru menggelengkan kepala.

"Yuki, Nenek minta setelah Nenek hampir kehilanganmu, Nenek tidak ingin kamu pergi ke Gunung lagi, seorang diri atau dengan siapapun! " Kata Nenek dengan ancaman.

Bibirku mengerucut, menatap mata Nenek yang tajam.

"Sebagian dari diriku tinggal di Gunung. " Kataku pelan.

"Masih berani ngomong! "

Kali ini Nenek kembali ke mode semula, suka marah-marah dan ketus.

"Ya deh... Yuki janji gakan ke Gunung. " Kataku

"Kalau saat ada Nenek. " Lanjutku dalam hati.

Sejak kecil, aku sudah tinggal di atas Gunung.

Dahulu orang-orang tinggal di atas Gunung, lalu pemerintah setempat mengungsikan kami di kaki Gunung, untuk membuat Pariwisata, setelah itu semuanya tinggal di bawah dan masih ada sebagian orang yang bekerja di atas Gunung.

Aku ingat betul, dahulu ada jalanan aspal untuk mendaki Gunung dengan mobil, dan Sekitar saat aku kelas lima Sekolah Dasar, Pemerintah membuat Pariwisata, dan jalanan ber-aspal itu Sekarang menjadi hutan yang rimbun, tidak ada lagi bekas-bekas jalanan ber-aspal.

Pemerintah sukses menciptakan Gunung sebagai semestinya. Gunung terbesar yang diselimuti awan Cumolonimbus di atasnya. Kadang kala pelangi di sela-sela awan ikut menghiasi langit saat pagi dan sore hari, tidak tentu kapan waktunya. Karena fenomena alam semacam awan pelangi tidak bisa di prediksi kapan akan terjadi. Meski sebenarnya bisa di lihat dari tanda-tanda akan munculnya awan pelangi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rasi BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang