21 || Gagal

92 61 23
                                    

Pagi ini cuaca sangat mendung. Ranta berusaha menelpon Ganes berkali-kali, namun tidak ada jawaban.

Akhirnya ia memutuskan untuk menelpon Rina. Tak perlu menunggu lama, nada telepon langsung tersambung.

"Hallo assalamualaikum tante."

"Eh Ranta. Waalaikumsalam."

"Tante, gimana Ganes?" tanya Ranta penasaran.

Mendengar nama kekasihnya itu, dengan spontan Ganes langsung bertanya untuk memastikan.

"Siapa te?" Ganes bertanya dengan suara pelan.

"Ranta Nes," Rina menjauhkan HP nya agar suaranya tidak terdengar.

"Jangan bilang kalo aku di samping tante. Bilang aja kalo aku belum ketemu," Ganes kembali berbisik.

"Emm maaf ntaa, tante lupa ngabarin kamu. Jadi sampe sekarang Ganes belum ketemu, tante kira dia perginya deket-deket aja, tapi pas tante cariin nggak ada," Rina mulai menjelaskan.

"Astaghfirullah. Terus gimana tee? Ranta takut Ganes kenapa-kenapa," kata Ranta, ia sangat khawatir dengan keadaan Ganes.

"Kamu tenang aja nta. Tante yakin Ganes baik-baik aja, Ganes kan tau Malang dari kecil. Jadi dia gak mungkin kenapa-kenapa."

"Tapi kita gak bisa jamin itu tante."

"Kamu harus percaya sama tante, Ranta."

---

Meskipun Rina sudah berusaha untuk meyakinkan Ranta, tapi tetap saja, Ranta merasa hatinya tidak tenang.

Ranta berdiam diri di kamar sampai siang, ia terus memikirkan caranya agar ia dapat menemukan Ganes. Ditengah-tengah lamunannya, tiba-tiba ada suara langkah menuju kamarnya.

Tok tok tok...

"Masuk."

"Ranta? Ayo makan. Kamu belum makan sama sekali dari tadi pagi,"
Evelin, mama Ranta mulai khawatir.

"Nggak ma. Ranta belum laper. Mama sama papa makan duluan aja."

"Yakin nta?"

"He'em," jawab Ranta sambil menganggukkan kepalanya.

"Yaudah. Inget, kalo laper langsung makan. Jangan ditunda-tunda, nanti malah sakit."

"Iya ma."

Setelah Evelin menutup pintu kamar, tiba-tiba ada ide yang muncul di dalam benak Ranta.

'Gimana kalo gue nyamperin om Duddi ama tante Winda aja, mungkin aja Ganes udah ngabarin mereka,' dengan segera Ranta mengambil jaket dan ducati monsternya, ia melaju dengan kecepatan tinggi.

Tok tok tok...

"Siapa?" dari dalam rumah muncul suara, mungkin itu suara Azkan.

"Assalamualaikum. Ini Ranta."

"Waalaikumsalam. Eh Ranta? Masuk bro."

Melihat ada Ranta yang bertamu di rumahnya, Duddi segera menuju ruang tamu. Sedangkan Winda membuatkan segelas teh hangat.

"Hallo om, bang Azkan."

"Ada apa ntaa?" Duddi bertanya.

"Apa om tau kabar Ganes gimana?"

"Hah? Kok tanya gitu sama om? Kan Ganes pergi sama kamu."

"Ganes om. Ganes ilang. Ranta gaktau Ganes dimanaa," Ranta terlihat sangat khawatir.

"Hah? Kok bisa?" Duddi langsung mengekspresikan wajah kaget. Ia teringat kata-kata Rina. Ya, Duddi hanya berpura-pura.

Mendengar suaminya setengah berteriak, Winda segera keluar dari dapur sambil menyerahkan segelas teh ke Ranta.

"Apa? Ada apa?" tanya Winda.

"Ganes ilang maa," kata Duddi.

Azkan dan Winda kebingungan, mengapa Duddi kaget? Bukannya ia sudah mengetahui ini semua?

Melihat wajah Azkan dan Winda seperti orang ling-lung, tanpa basa-basi Duddi langsung memberikan isyarat agar mereka berpura-pura tidak tahu apa-apa.

Tak perlu waktu lama, Azkan dan Winda langsung paham apa maksud Duddi.

"Hah? Ganes ilangg?" Azkan mulai berpura-pura.

"Astaghfirullah."

Ranta melihat ada yang berbeda dari keluarga Ganes. Ekspresi kaget serta khawatir yang mereka tunjukkan seperti berpura-pura.

'Kok gue ngerasa ada yang aneh ya dari mereka.'

"Terus gimana paaa."

"Iya pa. Kita harus gimanaaa," mama Ganes meneteskan air matanya. Kali ini bukan karena pura-pura, tiba-tiba ia takut jika nanti Ganes akan hilang dari pelukannya. Ia takut jika Ganes akan membencinya karena tidak pernah memberitahu kebenarannya.

"Mama jangan nangis ya. Ganes pasti baik-baik aja " Azkan memeluk Winda.

"Papa yakin Ganes bakal baik-baik aja. Dia dulu juga lama di Malang. Pasti masih di sekitaran sana aja, nggak mungkin kemana-mana. Kalian jangan khawatir ya."

'Nggak. Perasaan gue salah. Gue nggak boleh mikir yang aneh-aneh,' Ranta membuang jauh pikirannya tadi.

"Terus langkah apa yang harus kita ambil om?"

"Om juga nggak tau. Ganes nggak ngabarin apa-apa ke kita semua."

"Ya Allah. Terus kita harus gimana om, te," Ranta menundukkan kepalanya. Ia benar-benar takut, takut kehilangan Ganes.

"Kita berdoa sama-sama ya. Semoga Ganes baik-baik aja," Winda merangkul.

"Bismillah."

Tiba-tiba guntur bergemuruh. Ranta segera pamit, berjaga-jaga sebelum hujan akan turun.

"Om, tante Ranta pamit dulu. Nanti kalo Ganes ada kabar jangan lupa kasih tau Ranta ya. Ranta tunggu."

"Iya Ranta hati-hati."

"Bang, gue pamit dulu."

"Siap, lo ati-ati."

---

Ditengah-tengah perjalanan, hujan turun dengan deras. Sayangnya Ranta tidak membawa jas hujan.

Bukannya melipir di warung untuk menunggu hujan reda, Ranta malah tetap melajukan motornya itu.

'Kenapa gue gagal jagain Ganes,' Ranta terus bergumam.

'Kalo gue bisa jagain dia, pasti Ganes sekarang ada di sisi gue.'

Tak terasa, Ranta meneteskan air matanya. Baru kali ini ia menangis karena perempuan.

"KENAPA GUE BEGO BANGET SIH!!" Ranta berteriak sekencang-kencangnya.

"TIN TIN TIN," suara klakson truk yang melaju dari arah kiri tidak berhenti.

Ranta terlalu terlarut dalam kesedihan, sampai-sampai tidak menyadari jika ada truk yang terus mengklakson dirinya.

'BRAAAKKK.'

-

-

-

APA YANG TERJADI PADA RANTA?

TINGGALIN JEJAK DENGAN VOTE YA

MAKASIII SEMUAAA

Nesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang