22 || Zero

92 58 25
                                    

Truk besar tersebut menabrak ducati Ranta. Kecepatan truk itu sangat cepat, rupanya mengalami rem blong.

Puingan demi puingan motor Ranta berserakan di jalanan. Ducati kesayangannya itu benar-benar hancur lebur.

Tubuh Ranta terpental. Kepalanya terbentur trotoar. Darah tidak berhenti bercucuran.

Saat ini ia tidak bisa melakukan apapun, tubuhnya lemas tak berdaya. Rasanya seperti di ambang kematian.

'Sebelum gue mati, gue harus nemuin Ganes' Ranta berusaha bangkit. Tapi baru satu langkah berjalan, ia kembali terjatuh. Ya, Ranta tak sadarkan diri.

---

Sopir truk yang menabrak Ranta selamat, ia memakai sabuk pengaman dengan erat, jadi tidak mengalami luka sedikitpun. Kondisi truk yang ia kendarai memang rusak, namun hanya bagian depannya saja.

Sopir itu langsung keluar dari tempat menyetir, perlahan-lahan ia menghampiri Ranta.

Dia kebingungan, sekarang ada dua opini yang ada di pikirannya.

Kabur atau menyelamatkan?

'Ya Allah. Apa yang harus saya lakukan. Saya tidak sengaja,' sopir itu semakin panik melihat darah Ranta yang bercucuran tanpa henti.

Akhirnya ia memilih untuk menelpon ambulans, lalu kabur. Dia tidak mau dirinya ditangkap oleh polisi, karena disisi lain ia juga harus menafkahi istri dan anak-anaknya yang ada di rumah.

---

Satu mobil ambulans datang dengan sirine yang kencang.

"Ini kecelakaan," salah satu perawat berbicara sambil memandangi seluruh ruas jalanan.

"Disana ada truk yang hancur! Rupanya truk itu menabrak motor ini."

Salah satu suster menghampiri motor yang sudah tak berbentuk itu, tak terduga ia melihat seorang lelaki yang tergeletak lemas, dengan segera mereka membawa ke dalam ambulans.

Perawat itu langsung memasangkan infus di tangan Ranta, lalu mengecek keteraturan detak jantungnya.

"Detak jantungnya sangat lemah. Kita harus segera sampai di rumah sakit, sebelum semuanya terlambat," mendengar kata suster itu, sopir Ambulans langsung menancapkan gas.

---

Tit tit tit...

Bunyi salah satu alat di ruangan ICU itu nyaring.

Ya, Ranta terpaksa dipindahkan ke ruangan ICU. Dirinya benar-benar tidak sadarkan diri. Dokter bilang, Ranta sekarang mengalami koma.

"Gimana sus? Udah nemu keluarganya?" dokter bertanya.

"Belum dok. Ini masih saya cari."

Saat mengecek jaket Ranta, suster itu menemukan ponsel. Bukannya lancang, mau tidak mau ia harus membuka ponsel Ranta, sudah menjadi tugasnya untuk menghubungi keluarga pasien.

Suster tersebut membuka whatsapp, dan ada tiga orang yang disematkan. Yang pertama bernamakan "Papa Ranta", yang kedua bernamakan "Mama Ranta", dan yang ketiga bernamakan "Doinya Ranta"

Akhirnya suster memutuskan untuk menghubungi mama Ranta.

"Selamat siang. Kami dari Rumah Sakit Hernina mau mengabarkan."

"Lah? Siapa ya? Ini kok bukan suaranya Ranta?"

"Saya suster dari RS Hernina bu."

"Kok HP anak saya bisa ada di kamu?"

"Maaf bu, kami mau mengabarkan. Anak ibu sekarang dirawat di ruangan ICU. Sekarang ananda mengalami koma."

"Hah? Gak mungkin. Tadi Ranta ada di kamarnya, mana bisa tiba-tiba di ruangan ICU," ucap Evelin tak percaya.

Rupanya tadi Ranta lupa mengabarkan Evelin bahwa dia akan pergi ke rumah Ganes.

"Tadi kami menemukan anak ibu di jalan. Anak ibu kecelakaan, tertabrak truk."

"Astaghfirullah," Evelin berteriak, Budi langsung menghampiri istrinya itu.

"Kenapa ma?"

"Ranta pa."

"Ranta kenapa?"

"Ranta koma pa."

"Ya Allah."

"Kita berangkat sekarang kesana ma."

Saat sampai di ruangan ICU, Evelin menangis sejadi-jadinya melihat Ranta yang terbaring tak berdaya.

Ia sangat takut jika Ranta akan meninggalkannya. Budi dengan sigap langsung memeluk Evelin, berusaha menenangkan istrinya yang sedang larut dalam kesedihan itu.

---

Siang ini Ryan dan Gulam berencana untuk pergi ke rumah Ranta. Mereka berdua ingin mengajak Ranta untuk nongkrong bersama di cafe.

Tapi saat sampai, rumah kekasih Ganes itu tampang kosong. Gulam berinisiatif untuk menelpon Ranta. Tapi hasilnya zonk, HP sahabatnya itu tidak aktif.

"Lam, gimana nih? HP Ranta mati. Gue chat juga centang satu."

"Ah elah. Napa dah tuh anak."

"Tau tuh. Eh, gimana kalo lo telpon tante Evelin aja? Pasti dijawab kan tuh."

"Nah ide bagus. Tumben lo pinter."

Belum sampai 5 detik, nada telepon itu tersambung. Ranta kebingungan, mengapa yang menjawab bukan Evelin?

"Loh om?"

"Iya ini om. Ada apa Ryan?"

"Ini om.. Saya kan mau jemput Ranta buat main ke tongkrongan. Eh pas sampe kok rumahnya kosong ya om. Hp nya Ranta juga nggak aktif, udah berkali-kali Gulam telponin tapi nggak diangkat."

"Gini Ryan, sekarang Ranta lagi dirawat di rumah sakit."

"Hah? Kok bisa om?"

"Ranta kecelakaan Ryan, kalo kamu mau jenguk kesini aja. Ini di RS Hernina."

"Iya om. Saya kesana sekarang."

"Hah? Apaan? Kenapa?" tanya Gulam dengan hati yang tidak tenang.

"Nanti gue jelasin, sekarang kita berangkat dulu."

"Berangkat kemana bege," kata Gulam sambil mengikuti Ryan yang berjalan ke arah mobilnya.

"Diem dulu gak lo!"

---

"Loh? Kok kita ke RS? Siapa yang sakit woi! Kita tuh mau nongkrong sama Ranta, kok malah kesini sih," Gulam bertanya dengan penuh rasa penasaran.

"Gak usah banyak tanya. Mending lo liat sendiri," Ryan memang seperti itu. Saat dalam keadaan gawat, sikapnya selalu berubah. Langsung menjadi ketus pada siapapun.

"Assalamualaikum om tante."

"Waalaikumsalam."

"Loh om tante? Kok sedih? Terus Om sama tante ngapain disini?" perasaan Gulam semakin tidak enak.

"Ranta Lam. Ranta kecelakaan. Sekarang dia koma, dirawat di ruang ICU."

"Ya Allah sahabat gue," Gulam sangat terpukul melihat Ranta.

Akhirnya Ryan memeluk Gulam. Memang, mereka sering memperdebatkan hal yang tidak penting. Tapi saat melihat sahabatnya yang terluka, dengan otomatis hati mereka juga akan ikut berduka.

-

-

-

ADUDUUU KASIAN RANTAAA

JANLUP VOTE YAK GAIS

MAKASIIII

Nesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang