37

51.9K 3.2K 133
                                    



Dua gulungan asap hitam meliuk-liuk secara vertikal di belakang sebuah pohon besar menampilkan dua sosok, seorang pria dan wanita yang mengenakan jubah warna hitam, wajah mereka tertutup oleh tudung jubah tetapi masih memperlihatkan seringaian penuh makna di bibir mereka yang tersorot penuh oleh sinar bulan purnama. Mata mereka menatap nyalang gradasi spektrum warna kuning yang tertinggal di jalanan—yang berasal dari sebuah kendaraan khas penyihir putih.

"Tidak kusangka dia memiliki kekuatan pengendali pikiran," gumam sang wanita mendesis pelan, kilatan mata hitamnya menyiratkan kelicikan tiada tara.

"Dia juga memiliki kekuatan ilusi," tambah sang pria.

"Pantas saja Yang Mulia Elden memerintahkan kita membawanya padanya, bukan menghabisinya di tempat. Hanya dia yang dapat membunuh amethyst yang satu ini," ucap sang wanita.

"Cari cara agar kita bisa membawanya pergi dari tempat laknat ini," balas sang pria.

Sang perempuan tersenyum licik. "Aku sudah tahu caranya, Brook. Apakah kau lupa darimana aku berasal. Itulah sebabnya aku berada di sini."

Tiba-tiba gulungan asap melingkari bagian kaki mereka merambat naik ke atas, menghilangkan tubuh mereka berdua secara perlahan. Meninggalkan suasana sunyi di dinginnya malam disertai badai salju yang semakin mengganas yang berbaur bersama genangan darah beserta potongan tubuh yang berceceran di pinggir jalan.

[][][]

Boop-Bus berhenti tepat di depan halaman kastil istana Kerajaan Penyihir Putih yang megah dan didominasi oleh warna putih. Aroma hujan sangat kental tercium di seantero kastil, gundukan salju menutupi hampir di setiap sudut kastil membuat kastil seperti sebuah istana salju dalam negeri dongeng. Di depan teras kastil, sekitar belasan penyihir berdiri menyambut kedatangan penumpang dari Boop-Bus tersebut dengan wajah yang antusias, tapi beberapa saat kemudian wajah antusias tersebut berganti menjadi wajah terkejut tatkala Finnegan turun dari bus dengan cara dipapah oleh Cassandra dan Amaris dalam keadaan terluka parah.

Finnegan mengernyit menahan sakit saat setiap langkah kakinya justru membuat dadanya terasa nyeri hingga rasanya bersiap untuk meledak saat itu juga. Rintihan kesakitan berusaha ia tahan disela kerongkongannya, hanya menampilkan ringisan kecil di wajah rupawannya. Dengan cekatan petugas medis berlarian dari belakang belasan para penyihir seraya membawa tandu, merebahkan tubuh Finnegan di atas tandu lalu membawanya pergi demi mendapat pertolongan pertama.

Cassandra dan Amaris menghadap para penyihir yang telah menunggu kedatangan mereka dan membungkuk hormat pada salah satu pria yang mengenakan baju kebesaran raja berwarna putih gading dengan kancing dan beberapa simbol kerajaan yang terbuat dari emas seraya mengenakan mahkota perak dengan tebaran batu ruby dan kristal di mahkotanya.

"Apa yang terjadi dengan Finn, Cassandra?" tanya pria itu memasang raut wajah khawatir.

"Kami diserang di tengah perjalanan, Yang Mulia," jawab Cassandra dengan badan yang masih separuh membungkuk, tidak berani menatap wajah sang raja.

Aiden turun dari bus dengan wajah datar, tanpa ekspresi, dan menyorot tajam siapa pun dalam jarak pandangnya. Hawa dingin semakin menusuk tatkala kaki kanannya menjejak pelataran istana bahkan sedikit meninggalkan jejak es pada jejak kakinya. Di belakangnya, Abby mengikuti dengan dagu yang sedikit diangkat menyiratkan keangkuhan khas bangsawan, wajahnya datar dengan gurat ketegasan yang nyata, matanya menatap tajam apapun yang berada dalam jarak pandang matanya, tubuhnya tegap dan kakinya melangkah dengan anggun ke arah para penyihir. Semilir angin menebarkan sedikit aroma miliknya dengan lembut, membuat para penyihir di hadapannya memejamkan matanya terbuai akan aroma wangi yang memabukkan serta melumpuhkan seluruh sistem saraf.

THE LAST AMETHYSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang