Apa yang aku ingat..?

51 12 0
                                    


Gelap... semua yang aku lihat sekarang hanya kegelapan. Aku mencoba untuk meraba sekitarku namun, tanganku tidak bisa bergerak. Aku berjalan di kegelapan itu, sampai melihat cahaya yang menyakiti mataku. Cahaya itu perlahan-lahan mendekatiku dan dalam sekejap,

Aku berada di ruangan ini.

Aku melihat bapak-bapak di depanku, memakai baju polisi. Ia menatapku dengan tajam, dan membuka mulutnya.

"Saya langsung saja ya. Apa yang anda ingat sebelum berada disini, Sultan Anggara?" kata polisi itu.

"Angga, pak. Panggil aku Angga." kataku, dengan perasaan yang tidak tenang. Kejadian itu benar-benar membuatku takut, mengapa semuanya terjadi dengan sangat cepat?

Aku bingung, dan melihat sekitarku. Kok aku ada disini?... Ah, sekarang aku ingat. Orang gila itu.. orang yang menghancurkan hidupku.

Ruangan ini sangat sunyi.. Keringatku keluar banyak dan tanganku mati rasa. Aku masih memproses semua hal yang barusan terjadi sebelum menceritakannya ke polisi.

"Aku cerita dari awal ya pak.."

***

Yang aku ingat... oh ya! Aku sedang berada di sekolah, aku lupa mengerjakan tugas di hari itu. Aku pergi mencari anak pintar yang selalu mengerjakan tugasku. Saat bertemu dengannya, aku memberi bukuku kepadanya. Anak itu diam, sama sekali tidak menjawab ataupun mengambil bukuku.

Aku tertawa sedikit, lalu menendang mejanya. "Kerjain, cepet. Gue lagi ga mood nih", kataku. Anak itu gemetaran dan perlahan-lahan mengambil bukuku. Teman-temanku ketawa melihatnya.

BRRAAAKK..!

"Bisa diam gak?!", kata murid yang menatapku dengan tajam. "Buta ya? Jelas-jelas yang lain pada belajar", ia lanjut berbicara.

Aku datangi murid itu, "Zen Endwick ya? Kalo ga salah, anak pindahan kan?", aku berkata kepadanya.

"Dia ga tau aja tentang Angga", kata salah satu temanku.

Aku menjawab, "Hahaha, tumben pinter" 

lalu berkata kepada Zen, "Salken ya, nama gue Angga. Lu murid pindahan yang gak tau tentang gue, mending diem aja deh".

Zen tertawa, dan aku mulai merasa kesal dan ingin menonjoknya.

Triinngggg...

Ia beruntung sekali sudah waktunya masuk kelas.

Aku menjalankan kehidupan sekolahku seperti biasa, dan pulang juga seperti biasa.

Saat aku sampai di rumah, ayahku masih di sekolah, mungkin sedang pecat guru-guru yang memarahiku tadi. Ya, ayahku pemilik sekolahku, dan hal itu membuat banyak guru dan murid takut denganku.

***

Besoknya, aku datang ke sekolah dan melihat Zen dekat lokernya. Diam-diam aku datangi dan langsung aku rangkul. Zen melihatku dan tersenyum sedikit. Namun, senyumnya itu seperti mengejek.

"Bawain tas aku dwwonggg, berat nicchhh", kataku dengan suara yang sengaja aku buat imut dan lucu.

Zen mengambil tasku lalu lempar ke tempat sampah. 

Aku kaget dan mulai marah. Aku menatapnya dengan tajam dan dia membalasnya dengan ketawa. Aku tak tahan dengan ketawanya yang sangat berisik itu dan menonjoknya.

Hidungnya mulai keluar darah tetapi dia tetap tertawa. Aku makin kesal namun, bel telah berbunyi, jadi ia kabur dengan temannya.

Zen EndwickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang