Semua yang telah berakhir

20 8 0
                                    


Mayat itu... aku ingat sekali. 

Bola matanya tidak ada dan yang bisa kulihat hanya kegelapan dari matanya... Aku menemukannya dengan kulit kepala yang terkelupas dan lengan kanannya yang terputar. Bathtub itu penuh dengan darahnya... 

Sampai akhirnya aku sadar bahwa itu... pembantuku.

Di dinding itu ada semacam motif. Sebuah gambar dengan huruf Z di tengahnya. 

Saat itu aku langsung mengerti bahwa pembunuhnya adalah Zen.

"Gila...", kataku, kaget dengan apa yang telah dilakukan Zen.

Aku pergi ke lantai bawah dan menyalakan mobil, dengan niat pergi lapor ke kantor polisi. Perutku tiba-tiba berbunyi. Sebelum jalan, aku turun dari mobil dan pergi ke dapur, mengambil cemilan.

Aku membuka pintu kulkas dan... sebuah tangan terjatuh.

Aku mual melihatnya. 

Tepat di depan mataku, ada kepala ayahku, hanya kepalanya, tanpa ada anggota tubuh lain yang tersambung. Anggota tubuh lainnya tersusun rapih di kulkas itu. Jelas sekali bahwa mayat ayahku telah digergaji.

Nafsu makanku hilang. Aku langsung ke mobil dan pergi ke kantor polisi. Sebelum ke kantor polisi, aku singgah di sekolahku. Aku pergi mencari temanku, ingin melihat keadaan mereka sekarang.

Aku ke lobby gedung sekolahku dan melihat Zen bersama temanku. Aku datangi mereka berdua. Zen melihatku dan menyeringai. 

Ia tusuk temanku... di depan banyak orang. Darah keluar dari perutnya dan banyak teriakan di lobby itu.

Zen pergi, setelah menjatuhkan badan temanku itu.

Kakiku lemas, dan aku terjatuh. Air mata jatuh dari mataku tanpa aku sadari. Mengapa dia harus membunuh mereka? Apakah karena kemarin? Padahal jelas sekali kemarin dia mati!

Aku mendengar suara mobil polisi dari luar gedung sekolahku. Namun, aku tetap menangis di dekat badan temanku itu. Dalam sekejap, semua pandanganku menjadi gelap.

***

Air mataku tetap mengalir setelah menceritakannya ke pak polisi yang didepanku saat ini.

Bapak polisi itu melihatku dengan penuh kecurigaan. Namun, aku tetap saja menangis karena kejadian tadi. Pintu ruangan kecil ini terbuka dan salah satu polisi masuk,

"Pak, setelah saya cari lebih jauh, tidak ada orang yang bernama Zen Endwick.", kata salah satu polisi yang berada disampingnya.

Aku menurunkan kepalaku, aku benar-benar tidak bisa menahan ketawaku yang bisa kapan saja keluar.

"Terima kasih atas laporannya. Sekarang, silahkan keluar" kata bapak polisi yang daritadi bersamaku.

Pintu ruangannya tertutup dan akupun tertawa dengan kencang, tanpa berhenti. Bapak itu melihatku dengan tatapan yang sinis dan berdiri dari tempat duduknya.

Dia mendekatiku dan aku mengeluarkan tanganku yang sedang memegang pisau. Bapak itu kaget, karena tanganku tadi terikat mati.

"Ketauan juga ya pak", Kataku

Bapak itu terdiam, dengan muka ketakutan.

"HAHAHAHAHAHAHA... adios!"

Jleebbb..!

Zen EndwickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang