𝑯𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒃𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒅𝒊 𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒔𝒂𝒋𝒂, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒎𝒊𝒎𝒑𝒊 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒊 𝒍𝒂𝒏𝒈𝒊𝒕.
- 𝑱𝒆𝒗𝒂𝒏𝒐 𝑨𝒓𝒅𝒚𝒂 𝑨𝒓𝒚𝒂𝒔𝒂𝒕𝒚𝒂
Sejak kecil gak pernah sekalipun gue melawan dan selalu terbiasa untuk mewujudkan ekspektasi orang dewasa. Even gue nggak suka akan itu.
Mendapat nilai yang bagus, jadi kakak yang selalu menjadi panutan adik-adik, dan selalu berlaku baik terhadap siapapun. Itu yang selalu Mami ajarkan.
Memang itu salah satu hal mendasar yang diajarkan oleh orang tua, tapi nggak semua anak dapat memenuhi ekspektasi yang diberikan. Mami selalu bersyukur karena gue termasuk anak penurut dan gak neko-neko. Gue sadar betul Mami-lah orang yang memberi gue hidup, setengah hidup gue selain Papi.
Dalam ingatan yang sedikit kabur, rasanya nggak pernah sekalipun gue membuat Mami menangis karena kecewa.
Dengan mudah, satu-persatu harapan Mami bisa gue wujudkan salah satunya masuk Fakultas Kedokteran di salah satu universitas terbaik di Negeri ini, eits bentar.... Apa ini harapan Papi ya?
Let me introduce ma parents first. Gue tumbuh dan berkembang di keluarga akademika. Dari kecil gue sudah terbiasa adanya persaingan dalam prestasi.
Papi adalah seorang dokter yang cukup terkenal. Selain karena cukup handal di ruang operasi, Papi juga terkenal karena sering memberi materi dalam seminar. Tak jarang, gue ketemu Papi di kampus dalam acara seminar entah itu di fakultas gue atau di fakultas sebelah. Gue juga cukup terkenal di kalangan dosen bukan karena prestasi yang gue punya, tapi karena title sebagai anak dari Dokter Diratama Aryasatya. Menyedihkan bukan?
Mami adalah seorang ibu rumah tangga biasa, yang merangkap penulis sebagai hobi serta ibu dari tiga orang anak. Yap, mungkin bagi sebagian orang pekerjaan itu sangat sepele, tak perlu sekolah tinggi-tinggi kalau ujungnya jadi ibu rumah tangga dan kembali ke dapur. Tapi hal tersebut tidak berlaku untuk Mami. Mami emang mendedikasikan seluruh ilmu yang dia punya untuk membesarkan anak-anaknya. Ah, how lucky I am born to be her son.
Gue sadar nggak ada orang tua yang akan menjerumuskan anaknya tapi gue juga sadar, ini hidup gue, yang menjalani dan bertanggung jawab penuh atas apapun yang terjadi itu diri sendiri.
Sampai pada suatu ketika gue tersadar....
Ah, ternyata gue juga punya mimpi.
Gue sedih, mendapati kenyataan gue terlampau jauh dari mimpi yang seharusnya bisa menjadi dekat. Mimpi yang entah bagaimana bisa terbayang sampai sekarang.
Sampai akhirnya gue memberanikan diri keluar dari zona nyaman.
First time gue ngeliat Mami kecewa. Mami nggak bilang, tapi gue paham dari sorot matanya kalau Mami sekecewa itu. Sadly, disaat kayak gitu Mami tetep mendukung anaknya. Seperti apa yang gue bilang, Mami bilang hal yang sama, kalau ini hidup gue dan gue yang bertanggung jawab penuh untuk itu. Gue mantap walaupun hanya separuh jiwa gue yang mendukung.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA SORE
General Fiction"Diantara apapun yang akan terjadi, entah menghijau, memerah, menghitam atau memutih. Aku tak tau jelas apa arti menunggu, aku hanya menyukai apa yang aku lakukan saat itu; menanti kepulanganmu." - Diajeng Edena Tirtayansa . . . . . . . Ilustration...