"Terkadang kita sering terperangkap, pada ruang peduli, dengan salah arti."
••• - ••• - ••• - •••
Saat matahari tenggelam dan bulan pun mulai menyinari malam hari, tiba saat pukul 23. 59 gue terbangun. Dan seperti biasanya, ketika gue terbangun dengan sendirinya, sulit buat gue untuk ngelanjutin tidur yang terpotong itu. Hanya ada mata yang terbuka dan pikiran yang melayang entah ke mana. Daripada hanya terbengong- bengong di tempat tidur, gue pun beranjak pergi, meninggalkan kamar, menuju tempat favorite gue untuk duduk-duduk sendirian, menikmati angin yang berhembus dalam kesunyian malam.
Malam ini, malam yang begitu tenang mengiringi keindahan suasana rumah di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan.
Disini gue terduduk dengan otak gue yang mulai memikirkan setelah lulus SMA nanti jurusan apa yang akan gue pilih. Mamam menyuruh gue buat masuk ke jurusan Fakultas Kedokteran, gue bisa aja nurutin permintaannya itu tapi gue sangat-sangat takut dengan hal yang berbau darah. Sedangkan papap, dia nyuruh gue untuk masuk kejurusan Ilmu Komunikasi. Gue si setuju banget nih apa yang papap suruh, karena gue pun sangat suka dalam bidang tersebut, tapi lagi-lagi gue mikir sangat-amat disayangkan untuk jurusan gue di-SMA ini. Di SMA ini gue masuk ke jurusan IPA, kalau gue masuk Ilkom yang ada jurusan gue nanti sama sekali gak kepake.
Setelah gue pikir-pikir, gue malah setuju dengan saran dari abang laknat gue. Abang gue menyarankan agar gue masuk ke jurusan Teknik Arsitek di ITB. Menurut gue jurusan ini lebih menantang ya, tapi gak menantang juga sih. Gue lumayan bisa nge-gambar, dan setelah gue pikir-pikir jurusan teknik ini yang satu jalur dengan jurusan ke-IPA-an gue, Teknik Arsiteklah yang tepat. Exactly!
Well, karena gue udah menentukan jurusan apa yang akan gue pilih nanti. Besok pagi, biar gue beri tau papap dan mamam, kalo gue udah punya pilihan yang tepat atas saran dari si abang laknat. Saat ini sepertinya mata gue udah gak bisa terbuka lebar lagi, lalu gue berdiri dan memasuki kamar untuk melanjutkan tidur gue yang sempat tertunda tadi. Sebelum benar-benar mata ini terpejam, gue berkata pada sang malam agar besok, sang pagi menjadi pagi yang cerah untuk semua orang.
"Good night, which is approaching morning, may this morning be a bright morning."
••• - ••• - ••• - •••
Saat gue membuka mata, matahari mulai menyinari pagi ini dengan ceria. Seperti ucapan gue tadi malam, matahari membagikan cahayanya
kepada makhluk di alam raya yang terasa hangat memberi semangat untuk beraktivitas.Segera gue beranjak dari kasur dan bersiap untuk mandi sebelum kanjeng ratu mamam masuk ke kamar gue dengan mulut yang siap untuk konser dari a-z. Hm, setelah selesai dengan ritual pagi gue ini, rupanya kanjeng ratu mamam belum juga dateng kekamar. Mungkin dia sedang bergulat didapur.
Baru aja ini pintu kebuka, ternyata oh ternyata. Waw. Kanjeng ratu mamam udah ada didepan gue dengan matanya yang melotot itu.
"Kamu baru bangun? belum mandi?!." ucap mamam dengan nada tinggi.
"Yaelah mam, ini liat apa, Zeline udah cantik badai begini. Masa iya belum mandi." ucap gue dengan sinis. Si mamam emang gak bisa liat apa ya anaknya udah mirip Dian Sastro.

KAMU SEDANG MEMBACA
520 (On Going)
Fiksi PenggemarZeline Meisie Leteshia. Pierre Sam Ford. ••• Hati-hati dengan hati. "Aku belajar bahwa hidup ini menyenangkan kalau kita melihat dari sudut pandang yang tepat. Bahagia hanya akan menjadi rumit kalau kita terlalu tinggi berharap." ---- "Terkadang kit...