2: Heart to Heart

240 40 8
                                    

Kiranya memang mimpi. Namun seperti yang sudah diduga sejak dahulu kala; jika mimpi adalah sebuah kebohongan yang manis, maka kenyataan itu adalah kebenaran yang pahit. Persepsi seperti itu mengantarkan seseorang untuk tidak berandai terlalu tinggi dan meraih akan apa yang bisa dicapainya tanpa takut untuk gagal.

Hal tersebut juga menjadi salah satu pemikiran yang cukup masuk diakal untuk seseorang seperti dirinya karena berpandangan dengan kenyataan yang ada di dunia.

Kita Shinsuke bukanlah seorang pemimpi. Dia lebih suka melakukan hal yang realistis dan yang bisa dikerjakan sendiri sehingga sudah cukup percaya diri tanpa meragukan kemampuannya sedikit pun. Ia hanya berusaha sekuatnya untuk mendapatkan hasil maksimal dalam hal apa pun.

Meski pun begitu, setiap manusia pasti punya kelemahan. Seseorang seperti dirinya bukanlah seseorang yang sempurna, dia hanyalah pemuda kelas tiga SMA yang hanya menjalani kehidupan seperti layaknya remaja lain. Hanya karena sifatnya yang tenang dan pintar, sering dikagumi oleh adik kelas, serta jabatannya sebagai kapten voli sekolah, Shinsuke dianggap seperti seseorang yang cukup terpandang-bagai dewa Inari tanpa celah menaungi tim Inarizaki.

Tapi saat ini, anggapan dirinya yang begitu tinggi telah jatuh, ketika ia merasakan kalau kedua kakinya tidak bisa bergerak-respon tubuhnya terhenti karena seakan tak percaya akan apa yang dilihat di depan mata.

Di hadapannya telah berdiri seseorang yang dikenalkan oleh adik kelasnya, tetapi Shinsuke merasakan hal yang familiar.

Tidak mungkin. Dia... Dia ada di sini?

Pertanyaan itu terngiang-ngiang di kepala saat pertama kali melihat orang tersebut. Saat ini, seorang gadis remaja berpakaian seragam olahraga dari SMA Karasuno; Ainamida Navira.

Matanya sedikit melebar ketika beradu pandang, sedangkan yang bersangkutan juga tak kalah kaget seperti dirinya.

"Shin-chan...?"

Ah, nada itu, suara itu, dan paras manis itu...

Semuanya persis sama seperti bertahun-tahun yang lalu.

Segala kenangan terlintas diingatan, tercampur aduk ke dalam masa lalu yang penuh petualangan dan inosen tanpa kerisauan-sebelum sebuah perpisahan membuat hatinya menyendu, menutup diri dari masalah perasaan.

Tubuhnya hendak bergerak tanpa komando sebelum selaan salah satu kembaran Miya menyadarkannya, kalau mereka berdua sedang tidak sendirian.

"Eh?? Kita-san, kalian berdua saling kenal?"

Tentu saja aku mengenalnya, dia itu teman masa kecilku.

Celetukan itu tidak disuarakan, hanya dikonfirmasi dengan perkataannya dengan mengiyakan saja.

Lho, dia malah menunduk? Sejak kapan dia jadi pemalu seperti ini?

Selagi Shinsuke memperhatikannya, gadis tersebut malah beralasan dan langsung kabur. Bahkan dia tak mau menatap matanya-padahal ia ingin memandanginya sekali lagi.

Sejenak, pemikiran yang berkecambuk menghampiri batin.

Apakah Navira memang menghindarinya, setelah sekian lama tak bertemu? Ataukah dia takut, canggung, dan benci padanya? Apa kesalahannya? Jika memang ada, harusnya gadis itu mengatakan secara gamblang-seperti dulu, saat mereka bermain bersama.

Shinsuke tak paham kesalahannya apa selama ini, bahkan sejak mereka berpisah. Yang jelas, sekarang mereka berdua tak bisa berkomunikasi kecuali jika ada kesempatan untuk berbicara secara empat mata.

Ia ingin tahu kejelasan dari semua ini.

Sudah cukup dengan sepuluh tahun tanpa kabar dan perasaan sendu tanpa penjelasan.

Not A DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang