5. Ready to Aim, and Fire!

47 6 0
                                    

Bel sekolah mendering di seluruh penjuru area, dan berhamburannya murid adalah tanda kegiatan dalam sekolah berakhir. Tapi itu tidak menjadikan yang mengikuti ekstrakulikuler untuk pergi.

Setelah keluar dari gedung, Shinsuke berjalan ke dalam lorong terbuka menghubungkan bagian lainnya. Di tangannya, benda elektronik tengah jadi perhatian.

Saking tidak fokusnya, ia baru bisa sadar ketika tepukan pundak terlayangkan.

“Hei, bengong saja!”

Ia menoleh saat agak berhenti karena tindakan tadi. “Ah, Aran.”

Pemuda berambut hitam rapi tersebut baru pakai jaket olahraga dengan tas menggantung di tubuh atas.

“Tumben. Lihat apa kau memangnya?”

Mata Aran tidak bisa memastikan saat gerakan cepat rekannya itu langsung memasukkan ponsel pintarnya ke dalam saku celana. Seakan-akan tidak boleh dilihat oleh siapa pun.

Tapi bisa dipastikan itu sesuatu yang privasi. Mana ada yang umum kalau ada sekilas tulisan ‘Shin-chan’ di dalamnya?

“Bukan apa-apa.” Shinsuke membalas, lalu mulai berjalan terlebih dahulu, malah bergegas untuk cepat ke gedung olahraga.

Aran angkat tangan dan mengalah.

Hari itu latihan terus berjalan seperti biasanya. Tidak ada yang ganjil—kalau dikatakan hal biasa itu adalah tradisi kembar berbaku hantam, Rintarou merekam aib para anggota, dan senior yang pusing kepala gegara urusan junior bermasalah—maka bisa dikategorikan itu normal di klub mereka.

Tapi sekarang, bahkan di tengah istirahat latihan pun Shinsuke pergi ke luar gerbang gedung dan menyendiri. Sambil menatap ke arah ponselnya, ia duduk saja di atas tangga seperti berharap balasan dari seseorang.

“Aran, kau lihat tidak kelakuannya?”

Ia menolehkan kepalanya dan menatap Atsumu mendekatinya. Muka agak berantakan karena habis berantem soal onigiri buatan ibunda.

“Aku tidak buta, kali. Kenapa kau risau, sih?”

“Bukan begitu! Tapi ini sudah melebihi batas. Sudah seminggu, lho!”

Hampir sudah tujuh hari berturut-turut perilaku aneh kapten mereka jadi begitu. Si kembar—lebih ke Atsumu, sih, sampai kelimpungan dan geli melihat sikap Shinsuke. Dari situlah, beberapa anggota juga mulai tak nyaman setelah mengetahui kalau kapten mereka dekat dengan seseorang saja sampai sebegitunya.

Bukannya mereka tidak suka, tapi ini mengganggu penglihatan dan latihan mereka karena hendak ingin fokus ke Interhigh.

Tapi sepertinya ini akan sulit.

“Kau saja kerepotan. Hidup jangan dibuat ribet. Janganlah dia kau libatkan.” Rintarou mendatangi keduanya sambil membawa keranjang bola untuk didistribusikan. Mendengar itu, Atsumu semakin kesal.

“Hei sialan, kau tak ingat waktu kemarin, hah?! Bicara sekali lagi, kau?!!”

Ia berhenti, menoleh dengan muka penuh datar. “Maaf, siapa, ya? Nggak kenal.”

“Bangsa—‘Samu, lepaskan aku, biar kupukul dia!!”

Osamu menahannya dengan perasaan capek sambil melirik ke arah Aran yang menatap malas juga akan tingkah mereka.

Samar suara vibrasi ponsel terdengar. Dilihat oleh mereka layaknya anakan rubah, Shinsuke menatap layar benda itu dan tersenyum tipis.

Mereka berempat bingung harus berkata apa.

Peluit tanda selesai istirahat dibunyikan pelatih.

“…Lebih baik kita kembali latihan. Kita rundingkan nanti saja.”

Not A DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang