Senja yang Kehilangan Senyumnya

4 1 0
                                    

Senja Ayu Pramaswara, gadis ayu yang sedang duduk di bangku kelas dua SMA itu sedang duduk bersimpuh di tepi telaga. Kepalanya tertunduk, matanya menatap dalam ke bawah cekungan lebar yang berisi air itu. Dia tampak terdiam tenang, namun siapa sangka pikirannya tersebut telah menjelajah di masa enam tahun silam.

Arya Putra Purnama, seseorang yang telah singgah di hatinya itu selalu hadir dalam pikirannya. Sekeras apa pun dia menghapus memori tentangnya, lelaki itu selalu hadir menyapanya.

"Senja," panggil seseorang yang berdiri di belakang Senja.

Gadis yang dipanggil Senja itu menoleh ke belakang atau lebih tepatnya tempat seorang cowok itu berdiri.

"Ada apa?" tanya Senja singkat, atau lebih tepatnya tak mau berbasa-basi. Sebenarnya itu bukan sikap Senja aslinya, dia hanya selalu bersikap dingin jika mood-nya sedang tak baik-baik saja.

"Kamu kenapa sih? Padahal aku udah manggil dari tadi loh, tapi kamu tetap diam aja." Lelaki itu bertanya pada Senja sembari berjalan mendekati sahabatnya, kemudian duduk di samping Senja yang masih terlihat murung itu.

"Aku enggak apa-apa kok, enggak ada masalah... lagi pula kalo aku ada masalah, pasti ceritanya ke kamu. Iya 'kan?"

"Yakin? Kamu enggak kayak biasanya loh..." cerca sahabat Senja sembari menatap Senja dalam, "awas kalo lagi bohong!"

Senja menatap sahabatnya sembari tertawa palsu, "iya iya, kalo aku ada sesuatu nanti ujung-ujungnya ceritanya ke kamu, kok."

"Lagian kenapa kamu tiba-tiba perhatian gitu ke aku, Han?"

Rehan --sahabat Senja langsung menyembunyikan wajah merahnya karena ketahuan jika terlalu perhatian dengan sahabatnya itu. Entah rasa apa yang sedang ia sembunyikan dari sahabatnya itu.

Senja melirik ke arah Rehan lalu membuang mukanya ke kiri.

"Kok diem-diem bae, Mbak?" goda Rehan sembari tertawa.

"Han," lirih Senja.

"Iya?"

"Aku boleh ngomong?"

"Mau ngomong apa?" Rehan mulai curiga pada sahabatnya itu, takut jika rasa yang telah ia pendam selama ini ketahuan oleh Senja.

"Emm." Senja mulai ragu untuk mengungkapkan isi hatinya pada Rehan.

Rehan mendekatkan badannya ke Senja. Tangannya terulur, mencubit pipi Senja dengan gemas.

Senja menurunkan tangan Rehan secara pelan, "aku mau..."

"Mau apa?" potong Rehan cepat. Cowok itu semakin penasaran dengan ucapan Senja.

Senja menundukkan kepalanya dalam, "kita enggak melibatkan perasaan dalam persahabatan!"

Mendengar ucapan polos dari Senja, Rehan langsung mengeluarkan suara tawanya. "Jadi aku harus bentak-bentak kamu, harus kaku sama kamu gitu?"

Senja mengerucutkan bibirnya, wajahnya pun tertekuk. "Ya enggak gitu, Han. Maksud aku itu... enggak perlu ada rasa cinta yang berlebihan, cukup rasa sayang sebagai sepasang sahabat. Dari sini kamu paham?"

Rehan menatap Senja dari samping, "kamu pasti salah paham, 'kan?"

Senja menatap Rehan. Sekarang mereka saling menatap satu sama lain, dengan dalam.

"Aku cuma mau ngomong itu, agar ke depannya kita enggak saling curiga atas perhatian yang saling kita beri. Aku cuma mau ngomong itu karena satu hal saja, enggak lebih, Han. Jadi, jangan pernah berhenti buat perhatiin aku, dan jangan pernah cinta ke aku, aku juga akan melakukan sebaliknya ke kamu. Karena kamu pasti tahu jika ada nama seseorang yang masih bersemayam di hatiku," ucap Senja dengan diakhiri senyuman palsunya.

Rehan tersenyum kecut, "aku tahu kamu masih suka sama dia, 'kan?"

Senja menganggukkan kepalanya pelan. "Maaf," lirihnya, saking lirihnya mungkin Rehan tak bisa mendengarnya.

Rehan mengulurkan tangannya ke muka Senja. Dia menyingkirkan rambut Senja yang tertiup dan menutupi matanya itu.

"Kalo gini kan cantik," pujinya yang ditujukan pada Senja.

Senja tak menanggapinya.

Tiga puluh menit pun terliwati dengan dingin dan sepi. Tak ada yang mau memulai obrolan kembali, atau sekedar berdeham.

"Aku pulang dulu!" Rehan akhirnya mengeluarkan suaranya, meski sekedar kata pamit.

"Hati-hati!" balas Senja tanpa menatapnya.

Rehan beranjak berdiri, dan berjalan menjauhi Senja. Namun tak langsung meninggalkan gadisnya itu, dia masih menatap Senja dari kejauhan dan hanya bertemankan pohon mangga yang sedang berbuah itu.

"Jaga diri kamu, aku enggak mau kamu terluka!"

Setelah mengatakan satu kalimat itu, Rehan kembali melanjutkan jalannya. Dia berjalan pelan, namun tak berhenti meski sebentar dan hanya menatap ke depan tanpa menoleh pada Senja yang masih terdiam. Pikirannya saat ini hanya satu, bagaimana caranya agar dia mengesampingkan perasaannya demi persahabatan mereka.

Sementara itu, Senja masih duduk termenung di tepi telaga. Hanya bertemankan angin yang semilir dan air yang tenang. Namun, pikirannya tak setenang air. Hatinya juga tak sesejuk angin yang menerpanya. Saat ini dia sedang bergelut dengan isi pikirannya dan juga hatinya.

"Tuhan, kapan kamu kirim Purnamaku kembali? Aku selalu menantinya di setiap malamku, aku hanya ingin dia mengingatku kembali dan bersama denganku lagi. Dan, aku tak butuh balas cintanya, aku hanya ingin dia mengingatku sebagai sahabatnya, serta aku ingin dia kembali di sini... bersamaku lagi," lirih Senja sembari mendongakkan kepalanya untuk menatap langit biru yang tampak kokoh di atas sana. Tangannya dia ulurkan ke atas, seperti ingin meraih langit.

Tanpa Senja sadari, air matanya mulai mengucur menggenangi pipinya yang putih. "Tolong kembalikan dia, aku ingin dia, jangan hukum aku seperti ini, Tuhan! Kembalikan Purnama, aku ingin menatap Purnama lebih lama lagi, aku ingin bersama dia lebih lama lagi... tanpa terbatas oleh ruang dan waktu," ucap Senja di tengah-tengah isaknya.

Hari ini Senja hanya ingin menyalurkan rasa sesak di dadanya. Dia tak mau menyimpannya sendirian, dia ingin membagi pada lainnya.

Mungkin tanpa ia sadari, saat ini sedang ada seseorang yang sedang menunggunya juga. Seseorang yang sudah mampu mengubah hidupnya. Seseorang yang baginya sangat berharga dan tak mau ia lepaskan meski sedikit pun.

Purnama di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang