03🌻

7 2 0
                                    

"Aku ngga butuh uang kamu!"

"Jadi? "

Kamu cukup pastiin cewek-cewek itu ga ada yang berani dekati aku lagi!"

"Im just do it?" Radit mengangguk,

"Oke kalau gitu!" Ujar Kiana  semangat. "Hehehe, kalo itu mah gampang, aku siap jadi Intel kamu."

"Intel?"

"Mata-mata kamu, kan? Siap kok.
Hehe, siap..." Teriak Kiana  menepuk tangan sekerasnya.

"Satu lagi!" Bantah Radit, menepikan wajahnya karena tak tahan dengan teriakan Kiana.

"Apa?"

"Setelah private ini selesai, selesai juga aku berurusan sama kamu. Ngerti?! Sakit kupingku teriak-teriak mulu."

Tak mau mikir panjang, Kiana langsung berkata, "Deal!"

***
Sudah hampir dua jam Kiana dan Tesya sahabatnya mencari buku yang berkaitan dengan Tetralogi Buruh, namun yang kelihatannya Kiana dan Tesya malah bingung sendiri. Bolak balik di rak buku yang sama hampir 7 kali, tapi ada yang ditemui.

"Capek, Ah. Gini nih kalo tugas dikelompok yang kerja malah perwakilan!" Gerutunya.

"Yaudah kali, Na. Emang kamu bisa kendaliin Yuan? Enggak kan? Ya terus mau gimana?"

"Coret kek gitu namanya, gak usah dibuat aja di kelompok." Sengit Kiana.

"Gimana, Tebe? Bagus kan ideku?"

"Tebe?"

"Tesya Belina. Haha, aku manggil kamu nama itu mulai sekarang. Bagus, kan?"

"Bagus dengkulmu!" Sengit Tesya, melempar beberapa buku di meja.

"Tapi, Sya. Hapus aja deh nama dia dari kelompok, males banget deh." Kesal Kiana .

"Kalo dia pites kamu gimana? Berani emang sama Yuan?"

Spontan Kiana  menggeleng, "Enggak sih"

"Yaudah, gak usah macem-macem."
Tesya berlalu, Kiana  duduk di kursi seraya menumpangkan tangan, melirik malas siapa saja yang lewat.

Namun tiba-tiba, seseorang meletakkan secarik kertas di samping nya, lalu pergi. Kiana terkejut lalu membaca surat itu.

'Siang ini temui aku di samping taman, jangan telat!'

Kiana tau siapa pengirimnya, dengan cepat langsung menoleh ke kanan-kiri, namun Radit sudah pergi.

Jejaknya saja tak kelihatan, misterius persis seperti orangnya.

"Aneh banget sih dia, tiba-tiba muncul, tiba-tiba hilang juga!"

Dan seperti permintaannya, Kiana  menyusul Radit di samping lapangan. Cowok itu dengan tenang duduk di kursi bundar, ia memakai walkman namun fokus membaca buku. Kiana mendekatinya.

"Radit.. Maaf, baru sampe."
Tak menjawab, Radit malah mengambil beberapa buku tebal di sampingnya, lalu diletakkan di depan Kiana.

"Baca semuanya, kalo uda agak paham baru bisa aku ajari."

"Hah?"

"Baca!"

"Butuh waktu berapa hari buat baca ini?"

"Besok udah harus selesai! Besok kita mulai belajarnya."

"Dit.."  Kiana melongo, "Yang benar aja kamu, gak bakal selesai lah."

"Kamu Cuma punya waktu sampai besok, lewat itu aku batalin. Terserah kamu." Ujar Radit berdiri

"Kamu kok kejam banget sih!" Omel Kiana.

"Terus kamu mau kemana?"

"Kantin."

"Aku ditinggal sendiri terus kamu ke kantin?"

"Emang kamu siapa harus ikut?!"
Kiana terdiam, Bingung membantahinya.

"Yaudah, sana pergi."
Radit membalikkan badannya lalu pergi.

Sepanjang Radit pergi, Kiana malah merepetinya diam-diam, kesal sekali dengan tingkah ketus dan juteknya. Kalau saja ini cepet selesai, Kiana juga tak mau lagi berurusan dengan dia.

Di tempat Lain, Radit membatali niatnya untuk ke kantin, ia malah pergi ke parkiran untuk pulang.

Cowok berumur 17 tahun itu memakai switter merah yang disalupkan sampai ke kepalanya, lengan switternya ia tarik setengah sampai terlihat urat kekar di tangannya, di tambah gelang hitam melengkapi kekerenannnya.

Tak ayal, di sepanjang parkiran, cewek-cewek sudah mulai mengantri dan memandanginya dari jauh. Namun Radit, cuek-cuek saja.

Radit melihat ada sesuatu di sepeda motornya, sebuah benda kotak berwarna keemasan. Ia pun langsung mengambil benda itu tapi sialnya ternyata itu adalah coklat yang sudah cair dan tercecer di bangku sepeda motor milik Radit.

"Sial!" Omelnya.
"Jorok banget."

Semua orang yang ada disana diam tak berkutik, apalagi dua cewek yang memberi coklat itu, mereka langsung lari menjauh. Mereka berdua lupa kalau kita hidup di tanah tropis.

Selama insiden itu, tak ada yang berani mendekati Radit bahkan membantunya. Mereka tau kalau Radit juga merupakan cowok garang dan misterius, tak ada yang berani menegurnya.

Tak suka menjadi pusat perhatian, Radit buru-buru pergi ke kantin untuk membeli tishu.

***
Keesokan harinya, Radit sampai disekolah, ia sengaja memarkirkan motornya di parkiran belakang agar jauh dari kerumunan cewek-cewek yang akan mendatanginya pagi ini.

Baru saja selesai menghentikan sepeda motornya, ia langsung mendapati seorang cewek berlari mendekatinya. Spontan Radit melepas helm dan lari terbirit-birit.

"Gue capek Yo dibuntui mulu, gue pengen hidup normal kayak orang-orang." Ujar Radit pada Lio, sahabat satu-satunya sejak SMA.

"Jadi lo ngerasa sekarang lo gak normal?"

"Dengan dikejar cewek-cewek kayak gini? Enggaklah!"

"Dit, lo itu udah perfect banget di mata cewek-cewek, kurang apalagi coba?" Jelas Lio

"Lo ganteng, keren, pinter, cuek, ya pastilah cewek-cewek bakal ngincer lo. Dan satu lagi, lo itu di segani sama semua murid disini, jadi hidup lo aman."

"Gue gak suka, Yo. Gue berasa jadi orang asing."

"Terus lo sendiri kenapa gak mau temenan sama mereka?"

"Ribet!"

R A I N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang