5. Sweet Coffee

132 24 9
                                    

Bel pintu berdentang, pintu terbuka dan seseorang pun masuk ke dalam kedai kopi yang ramai.

"Benvenuto!!"

Sapaan ramah menguar dengan bahasa Italia yang fasih. Bokuto Koutarou dengan senyuman lebar dan iris berbinar siap melayani pelanggan yang baru datang, seorang gadis bersurai putih yang diikat ponytail, mengenakan sweater abu-abu dan celana denim ketat semata kaki di tubuhnya, di punggungnya terdapat tas ransel kecil dan tangannya memegang beberapa buku, menandakan gadis itu adalah seorang mahasiswi terpelajar. Lokasi kedai yang dekat dengan Universitas Milan membuatnya begitu mudah menyimpulkan bahwa gadis ini adalah seorang mahasiswi.

Gadis itu hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Iris hijau mint-nya menatap sekilas ke arah Bokuto lalu beralih guna mencari tempat duduk yang kosong.

Meja dekat jendela di pojok adalah menjadi pilihannya. Sebenarnya, meja itu selalu menjadi pilihannya untuk duduk. Menyendiri bagaikan orang asing. Tidak, sepertinya gadis itu memang orang asing di antara ras Eropa yang mendominasi penjuru kedai. Wajah Asia yang begitu kental membuat gadis itu tampak sedikit mencolok.

Namun, Bokuto sendiri juga sama mencoloknya dengan gadis itu. Ia adalah pemuda asli Jepang yang menetap di Milan, Italia untuk beberapa tahun ini.

Bokuto berjalan menuju meja gadis itu sambil membawa buku menu. Ia hendak melakukan pekerjaannya sebagai pelayan baru kedai.

"Cosa vuoi ordinare?"

Sebenarnya Bokuto sudah tahu apa yang akan gadis itu pesan karena sudah tiga kali berturut-turut datang ke sini, gadis itu selalu memesan hal yang sama.

"Un americano, tutto qui .."

"Va bene, aspetta un minuto," ujar Bokuto dengan nada ramah lalu ia pun berbalik guna memenuhi pesanan.

Setelah menyerahkan pesanan ke bartender, Bokuto pun menunggu sambil mengawasi gadis tadi yang kini sedang membuka-buka buku, membacanya. Tampak sekali jika dia adalah mahasiswi yang ulet belajar.

Sejujurnya, Bokuto ingin sekali berkenalan dengan gadis itu, berbicara dengannya. Mungkin karena menemukan sesama orang Asia di satu lingkungan membuatnya menjadi tertarik dengan gadis itu. Seperti menemukan oasis di tengah padang pasir.

Namun, ia tidak memiliki keberanian. Lebih tepatnya takut jika gadis itu merasa terganggu. Mereka memang sama-sama berasal dari Asia, tapi setiap kepribadian orang berdasarkan negara masing-masing pastinya berbeda. Bisa saja gadis itu akan merasa risih jika Bokuto mengajaknya berkenalan mengingat ada beberapa tipikal orang Asia yang tertutup dengan orang asing. Jika gadis itu berasal dari Jepang, mungkin akan beda cerita.

"Questo è l'ordine, per favore divertiti .."

Secangkir Americano diletakkan di atas meja.

"Grazie," kata gadis itu sambil mendongak ke arah Bokuto disertai senyuman tipis.

Bokuto sendiri hanya mengangguk sambil tersenyum lebar lalu kembali menuju meja kasir, duduk di sana sambil mengawasi gadis itu dalam diam.

Sejak pertama kali bertemu, iris emasnya tidak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis bersurai putih yang indah itu. Cantik dan ... manis.

Hari-hari selanjutnya ketika gadis itu datang berkunjung, iris emasnya selalu menempatkan atensinya pada gadis itu. Memperhatikan disela kesibukannya sebagai pelayan.

Sering memperhatikan dan mengawasi gadis itu ketika ia datang berkunjung membuat Bokuto lama-kelamaan seperti mengenal gadis itu. Ia merasa bahwa gadis itu bukan sosok yang asing baginya.

Suara, rambut, senyuman, dan wajah. Semua terasa familiar. Seperti mereka pernah sedekat nadi. Ditambah mimpi-mimpi asing di setiap malam seolah kepingan memori dan ada gadis itu di dalamnya.

Aneh, aneh sekali. Bokuto benar-benar bingung akan apa yang sedang dialaminya.

****

Bel pintu berdentang, seseorang masuk dengan sedikit buru-buru.

"Selamat datang!"

Bokuto menyambut dari balik meja kasir. Si gadis surai putih datang untuk ke sekian kali. Namun, tampaknya gadis itu sedikit terburu-buru.

"Tolong satu cup americanonya!"

Ya, gadis itu memang terburu-buru. Terbukti dari pesanannya berupa cup, tanda bahwa dia tidak akan menetap di kedai.

"Baik, tunggu sebentar!"

Gadis itu menunggu di depan kasir sambil sibuk dengan ponselnya.

Bokuto yang sedang menunggu bartender meracik pesanan melirik sekilas ke arah si gadis.

"Moshi-moshi .."

Bokuto membola saat mendengar sapaan khas bernada Jepang itu. Kabar baik, si gadis merupakan orang Jepang.

Lalu, dengan cepat Bokuto mengganti pesanan si gadis dengan kopi yang lain membuat si bartender sedikit heran dan kesal.

"Maaf, aku tidak fokus tadi, hehe .."

Tentu saja pembelaan tadi adalah sebuah kebohongan.

****

"Manis?"

Takahara Aiza baru saja keluar dari kedai kopi langganannya dan menyadari bahwa kopi americano yang dipesannya tadi terasa manis dari biasanya.

Aiza bertanya-tanya, apakah tadi ia salah menyebutkan pesanan atau racikannya memang beda?

Aiza mengangkat tas plastik yang membungkus cup kopinya, guna agar cup bisa ditenteng. Aiza baru menyadari bahwa ada tulisan di badan cup karena ketutupan plastik.

Cup pun dikeluarkan dari tas plastik agar Aiza bisa melihat tulisan di badan cup dengan jelas. Tulisan itu menggunakan huruf katakana Jepang. Gadis itu tercekat seketika.

Cappucino yang manis untuk si nona manis XD
Halo, ini hadiah dariku sebagai sesama orang Jepang yang tinggal di Milan. Aku ganti pesananmu dengan capuccino agar lidahmu tidak mati rasa karena terus-terusan mencecapi americano yang pahit ;) (kuharap kamu tidak marah :D)
Semoga harimu menyenangkan! ^o^

-Bokuto Koutarou

Sesak melanda dalam dada Aiza. Ia tersenyum sambil meneteskan air mata. Memori-memori kala di Jepang bersama Bokuto ketika SMA berseliweran dalam kepalanya, termasuk peristiwa naas yang dialami Bokuto.

Kecelakaan parah, benturan fatal yang mengharuskannya operasi di luar negeri. Menghilang selama hampir beberapa tahun.

Setelah sekian lama mencari, Aiza pun menemukannya di Milan, Italia, dalam keadaan Bokuto melupakannya. Membuat Aiza harus memulai dari nol lagi untuk membangun hubungannya dengan Bokuto.

Pura-pura tidak mengenal dan sering berkunjung ke kedai kopi tempat Bokuto bekerja. Bertujuan agar pemuda itu terbiasa dengan sosok visualnya.

Sebenarnya, Aiza ingin melakukan hal ini lebih lama sebelum akhirnya mengajak sang pemuda itu berbicara. Namun, tulisan di cup ini mengacaukan segalanya (sekaligus memberikan kabar bahagia).

Bokuto Koutarou tidak sepenuhnya melupakannya. Sosoknya masih diingat oleh pemuda itu walau samar-samar. Terbukti dari panggilan 'Si Nona Manis' yang tertulis di cup.

Panggilan yang sering dilontarkan Bokuto untuknya ketika masih berpacaran kala SMA dulu ...

949 kata
mbakaiza

note: itu bahasa Italianya ngawur pake gugel translate :v

Among Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang