"Meski masih sesekali melintas dipikiran, kamu bukan lagi seseorang yang menyenangkan untuk dirindu."
Pagi telah tiba, mata Argus terbuka. Tubuhnya lemas enggan bergerak. Minggu pagi yang berat, Argus memaksa tubuhnya untuk bangun, jangan sampai mempengaruhi mata untuk terpejam lagi. Lalu ia pergi ke kamar mandi, matanya melihat beberapa ember yang penuh dengan pakaian. Setelah cuci muka dan gosok gigi, Argus mulai menyentuh ember-ember itu, mencuci tumpukan pakaian kotor.
Berbeda dengan Karina dan Layla, karena jam 09.00 pagi mereka harus menjalankan misi, maka mereka sudah menyiapkan semuanya dengan matang. Mereka pergi ke rumah Adit, sebelumnya mereka harus menyeberangi telaga jika ingin cepat sampai. Lalu Karina membayar tiket naik perahu, kira-kira hanya memakan waktu sekitar 10 menit.
Karina dan Layla duduk di paling pojok, udara segar membuat mereka semakin semangat menjalankan misi. Tiba-tiba dering telepon berbunyi, segera Layla mengangkat telepon tersebut.
"P."
"Ayang bebeb, yang so sweet dong kaya orang lain. Masak sih telepon bilangnya P,"
"Pacaran aja sana sama orang lain," ucap Argus tergelak.
"Ihhh Argus ngeselin!" Layla mendengus sebal.
"Hati-hati Layla, dedek gemoyku," goda Argus.
"Aku tutup dulu ya teleponnya," balas Layla untuk mengakhiri teleponnya.
"Iya beb."
Dari percakapan Argus dan Layla memang terkesan alay, lebay. Namun, mereka sama-sama berpikir dewasa, kunci setia adalah saling percaya. Saling mengerti, jangan egois. Dibalik kebahagiaan Layla, ada rasa sedih yang menyelimuti Karina. Dia merasa tidak siap akan bertemu Adit. Sejujurnya, setiap ia memikirkan Adit, hatinya perih seperti ada yang mengiris secara perlahan.
"Yakin Rin ketemu Adit?"
"Yakin." jawab Karina tegas.
"Kalau kita diculik gimana Rin?"
"Kita lewat jalan yang ramai, kamu yakin kan mau bantu aku?"
"Iya Rin, aku yakin kok,"
Karina dan Layla sebenarnya masih takut jika ia bertemu penculik itu. Tapi ia juga harus memberi tahu jika di desa Adit ada penculik. Karina dan Layla tidak melewati jalan sepi, mereka memilih jalan yang ramai dan aman. Ia berharap penculik cepat ditangkap polisi agar tidak meresahkan masyarakat.
"Nggak habis pikir sama Melody, apalagi Adit. Kenapa ya mereka setega itu sama kamu?"
"Suatu saat mereka pasti menyesal," jawab Karina sambil memainkan jarinya menyentuh air telaga diatas perahu.
Setelah 10 menit berlalu, Karina dan Layla sampai di desa yang Adit tempati. Mereka berdua sudah janjian dengan Adit sebelumnya, jadi Adit sudah menunggu didepan teras rumahnya. Mereka berjalan kaki sekitar 50 meter, dan sampailah di depan rumah Adit. Karina merasa gugup, ia melupakan sejenak tentang perselingkuhan itu.
Terlihat Adit sedang duduk di teras rumahnya sambil bermain ponsel. Perasaan Karina semakin tidak karuan, ia benci dan sedih. Tapi sekarang harus menutupi semua itu. Adit semakin merasa bersalah ketika melihat Karina. Karina wanita yang mau menerima semua kekurangan dan kelebihan Adit, sedangkan Adit laki-laki pertama yang menyakiti perasaan Karina.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam, sini duduk," ajak Adit kepada Layla dan Karina.
"Ini buat kamu," ucap Karina sambil menyodorkan buah tangan kepada Adit.