Three.
Jungwon terduduk diam menghadap jendela yang menyuguhkan suasana malam dengan kerlap-kerlipnya lampu di seluruh rumah penduduk maupun gedung-gedung tinggi. Ia memakan satu mangkok penuh sereal begitu lahap, mengingat perutnya dan sang janin belum sempat diberi asupan energi sejak siang tadi.
Dua mata bulatnya bersinar, berkilau setara dengan lampu-lampu yang menyinari gelapnya malam. Tanpa aba-aba yang jelas, seketika dua bola hitam itu mengalirkan air mata. Tidak bersuara, bahkan Jungwon keheranan mengapa ia bisa begini sensitifnya.
Jemari mulusnya mengusap kasar kedua pipi yang semakin hari menirus itu, Jungwon menarik napas dalam-dalam dan mencoba menyemangati dirinya dari lubuk hati.
Jay yang sedari tadi berada di dekat dapur melihat jelas semua yang dilakukan Jungwon. Pemuda itu beberapa menit yang lalu setelah membersihkan diri bergegas untuk mengambil satu gelas air putih. Rasanya haus, dan sedikit terperanjat saat mengetahui bahwa ada entitas lain di sudut ruangan yang menghadap jendela.
Jungwon tidak lagi memakan serealnya, ia menelungkupkan kepala di atas lipatan sebelah tangannya yang disimpan di meja. Sebelahnya lagi ia gunakan untuk membekap mulutnya sendiri, saat isak tangisnya semakin kencang dan tidak bisa dikontrol.
Pemuda Park menggigit bibir bagian bawahnya dengan perasaan campur aduk, ia terus menempatkan tatapan matanya pada sosok menyedihkan itu. Bahu Jungwon bergetar hebat, isak tangisnya memenuhi ruangan di daerah dapur. Dikarenakan hal itu, Jay lebih memilih membiarkan si pemilik mata berkilau menghabiskan waktunya sendiri, supaya bisa mencurahkan semua isi hatinya dan ia melangkahkan kaki ke dalam kamar miliknya.
Sesampainya di sana, Jay mendudukan dirinya
di pinggiran kasur bersprei putih miliknya. Tatapannya menerawang ke arah atap kamar, pikirannya mumet entah karena apa. Ia merenung dalam diam selama beberapa menit. Kemudian beranjak bangun dan memilih untuk pergi keluar kamar. saat mencapai ruang tengah ia mendapati Jungwon yang mencoba tidur di sofa dengan tubuh meringkuknya. Sosok cantik tersebut sudah terlihat agak tenang dari sebelumnya walaupun wajahnya bengkak pula dua matanya yang sembab."Jungwon," panggil Jay dengan suara beratnya, menyebabkan si pemilik nama sedikit kaget dan kembali bangun. "Gue gak izinin lo tidur disini." ucapan Jay membuat Jungwon tersentak heran, rasanya ia akan kembali menangis jikalau benar-benar diusir saat ini juga.
Jungwon menunduk perlahan, ia beranjak bangun melewati Jay dan pergi menuju pintu keluar apartemen, akibatnya mengundang tatapan aneh dari si pemuda Park. "Ngapain keluar?" lagi-lagi suara berat Jay menginterupsi. Jungwon hanya bisa menunduk karena entah mengapa ia merasa tidak enak.
"Gue bilang gue gak izinin lo tidur di sofa, bukan nyuruh lo untuk keluar." Sosok yang dibeberkan pernyataan itu mengeluarkan note book kecil miliknya kemudian mulai menuliskan sesuatu,
'Maaf Kak Jay, saya pikir kamu mengusir.'
Jay berdecak kecil, jari telunjuknya mengudara dan menunjuk satu pintu dekat jendela yang mengarah ke balkon luar, "Kamar itu kosong, lo pake aja malem ini." ucap pemuda itu tegas, sebelah tangannya dimasukkan ke dalam saku celana pendek yang ia kenakan. Jungwon mengangguk antusias,
'Terimakasih banyak.'
Tulisnya, lantas Jungwon melangkahkan kaki
menuju pintu yang ditunjuk Jay. Sebelumnya ia sempatkan untuk senyum lebar ke arah si pemuda Park dengan hidungnya yang mengkerut lucu,"Tunggu," Jay menjilat bibir bawahnya yang kering. Ia menatap wajah Jungwon saat sosok itu membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke arahnya. "Jangan panggil gue pake kak segala. Lo udah nikah, sedangkan gue belum." Setelah berucap begitu, si Park memilih hengkang dan meninggalkan Jungwon yang masih memasang mimik wajah kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] Glisten › JayWon Ver.
Fanfiction[ COMPLETED ] Di tengah malam yang sunyi sehabis tawuran, Jay memutuskan untuk merawat sosok si pemilik mata berkilau. © jambyu ; sesajaksenja › 2020