Dina mematut wajahnya di cermin.
Hair check
Lips check
Eyes check
Cheek check
Uniform check
Done. Perfect.Senyum puas tersinggung di bibirnya yang sensual. Dengan langkah percaya diri dia berjalan menuju station nya. Hari ini dia dapat shift malam dan Dina selalu menantikan hari hari seperti ini tiba.
Menggeser pelan pintu pembatas yang hanya setinggi pinggangnya, Dina masuk dan menyapa partner kerjanya.
"Sore ky.. rame hari ini?"
Pria muda di depannya tersenyum manis menatap Dina.
"Biasalah sabtu, masih ngga terlalu rame kalo sore gini. Bentar lagi palingan""I see. Kalo gitu aku prepare dulu ya buat ntar malam". Dina bergegas membuka refrigrator, menghitung jumlah fresh milk dan yang masih frozen.
"Sudah 20 kotak susu yang aku thawing, ntar kamu ambil aja 20 lagi yang masih frozen, biji kopi tinggal seperempat nih, itu juga kamu ambil sekalian ya"
"Oke, ini hazelnut syrup sama brown sugar nya juga tinggal dikit, sekalian aku ambil deh"
"Ho oh, itu tadi ada daftar yang harus di ambil. Aku sudah catat juga sih. Kamu lihat aja mana yang kurang ntar sekalian"
Dina membaca kertas yang di tunjuk Hengky dan mencocokkan dengan hasil pemeriksaannya tadi.
"Oke aku ambil dulu ya"
"Sip"Hengky dan Dina sudah dua tahun bekerja sebagai Barista di salah satu coffe shop terkenal di kota ini. Kedai ini buka 24 jam dan perempuan biasanya hanya di pekerjakan maksimal sampai jam 12 malam. Sisanya di lanjutkan oleh pegawai laki-laki.
Dina melangkahkan kaki menuju gudang belakang sambil sesekali melirik ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan seseorang yang sudah mengisi hatinya. Tapi sampai akhirnya dia mencapai pintu gudang, tak di dapati pria itu. Mengangkat bahu acuh, Dina lalu membuka pintu dan melangkah masuk.
Diambilnya troli di samping pintu lalu mulai mengisinya dengan list barang yang sudah di tulis Hengky. Saking seriusnya, Dina sampai tidak mendengar saat seseorang melangkah masuk dan menutup pintu lalu menguncinya perlahan.
Saat kedua tangan Dina naik ke atas untuk meraih cup plastik, sepasang lengan kekar melingkar di pinggang nya yang ramping. Dina terjengkat kaget tetapi teriakannya berubah menjadi desahan saat leher jenjangnya di hisap lembut.
"Ahhhh...," Dina mendongakkan kepala sehingga bersandar di bahu orang yang telah menggodanya, menikmati sentuhan itu dengan mata terpejam.
"Mencariku hmmm?" Nafas pria itu berhembus menggelitik di telinga Dina. Suara bariton itu seketika membuat bulunya meremang meminta lebih banyak. Kedua lengan pria itu mengetat dan semakin memutus jarak diantara mereka.
Dapat dirasakannya gairah pria itu di bawah sana seakan menantangnya. Seluruh saraf Dina memompa kencang, bawahnya ikut mendenyut seolah paham tamunya sudah datang mendekat."Her.., jangan begitu nanti ada yang lihat." Pria itu bernama Heri. Dia adalah manager di coffe shop ini. Sudah lebih tiga bulan mereka memadu kasih. Meskipun Heri tidak pernah mengungkapkan perasaannya, tapi hubungan mereka sudah menunjukkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih.
"Kenapa kamu takut? Mereka kan tau kamu itu siapaku?" Heri memutar tubuh Dina, dan sebelum Dina menjawab, dibungkam nya mulut wanita itu dengan ciuman panas. Dina yang terhanyut membalas ciuman Heri dengan sama panasnya. Kedua tangannya melingkar di leher Heri dan satu kakinya terangkat melingkari pinggang pria itu.
Heri tak tinggal diam, di tangkupkan kedua tangannya pada bokong Dina dan diangkatnya sehingga kini dirinya sudah menyokong keseluruhan beban Dina. Heri menempelkan punggung Dina ke dinding dan ciuman itu semakin ganas membakar gairah mereka. Erangan lolos dari bibir Dina dan semakin menyulut Heri.