1

8 1 0
                                    

Namaku Jelita, mungkin yang tergambar di pikiran kalian nama Jelita adalah anak yang baik, periang, supel dan juga cantik tentunya, tapi kalian salah besar aku anak yang menutup diri, sama sekali nama jelita tidak pantas untuku baik untuk fisik maupun sikapku.

Aku anak yang menutup diri sekali, dari dulu sampai sekarang aku tidak bisa menjalin hubungan baik dengan siapa pun bahkan dengan keluarga ku sekalipun. Ah, aku melupakan sahabat ku, satu satu nya teman ku yang betah akan semua tingkah laku ku, Fisy adalah manusia tersabar yang mau berteman dengan ku.

Kami berteman sejak kami menduduki bangku SMP, entah kenapa Fisy betah sekali berteman dengan ku hingga saat ini kami pun masih bersekolah di SMA yang sama, entah kalau tidak ada dia aku bagaimana bisa bertahan, sayangnya kami tidak satu kelas, dia masuk jurusan IPS sedangkan aku jurusan IPA. Pikir ku tak apa asal kami masih satu sekolah. Kami selalu bertemu setiap jam istirahat tiba, kami juga pulang sekolah bersama karena kami kebetulan juga satu komplek rumah.

"Jel! ayo ke kantin!" teriaknya dari jendela belakang kelas ku, terdengar jelas karena aku duduk paling belakang. Aku pun melangkah keluar kelas menghampirinya.

"Gila si Fisy, bisa bisa nya tahan temenan sama Jelita" sayup sayup kata kata itu terdengar oleh kami, aku tak ambil pusing dengan perkataan mereka, tak penting bagiku.

"Apasi bawel amat hidup lu, hidup hidup gue, suka suka mau temenan sama siapa aja" timpal Fisy kepada anak anak yg menggunjingku tadi.

"udah Fis biarin, laper nih" ucap ku sambil menarik lengannya berjalan menuju kantin. Hanya Fisy yang selalu membela ku.

"Kalo ada yang ngomong kaya gitu lagi hajar aja Jel!" omelnya kesal melihat ku diam saja di ejek.

"Gue nggak mau ya jadi preman lagi kaya waktu smp, haha!"

Preman Sekolah, ya itu lah nama panggilan ku waktu duduk di bangku smp, aku juga mendapat perlakuan sama seperti sekarang, di jauhi teman teman karena muka ku yang terlampau galak, jutek, mungkin karena aku masih di bawah umur, aku belum bisa mengendalikan emosi dengan baik.

Setiap ada anak yang mengejekku akan langsung ku tarik kerah nya, kadang ku tonjok juga, sampai kantor BK runtin ku hampiri berkat kelakuanku. Bukan pembelaan namun aku seperti ini juga dampak dari mereka yang sering memandangku sebelah mata, dan sikap ku yang menutup diri ini makin bertambah parah sampai sekarang, sampai sudah aku acuhkan omongan orang.

"Fis lo mau makan apa?"

"Kenapa tanya tanya? mau traktir gue?"

"Dih, orang tanya doang. gua mau beli roti sama susu aja nih, lo mau apa?"

"Temenin gua makan nasi kek, lo mah makan roti mulu"

"Males gua makan berat berat bikin ngantuk, apalagi ntar pelajaran terakhir matematika, bisa mampus gua kalo molor di belakang"

"Bu Zinda ya? sabar ya bund semua ini pasti akan berakhir haha"

"Kurang ajar lo! haha"

Setiap hari kulalui pun sama saja, tak ada peristiwa spesial, semua berjalan seperti biasa, aku yang duduk di kelas 2 sma ini disibukkan dengan try out dan bimbel persiapan ujian kelas 3 nanti. sampai akhirnya ada panggilan konsultasi untuk setiap siswa kelas 2, konsultasi cita cita, konsultasi persiapan perkuliahan dan lain sebagainya. untukku yang tidak punya cita cita pun bingung harus berkonsultasi apa, aku pun tidak ada rencana melanjutkan ke perkuliahan, ingin kerja saja mencari uang.

"Konsultasi akan di adakan di ruang bimbingan konseling, ibu akan panggil sesuai nomer absen ya!" titah guru BK pada kami.

Tiap panggilan konsultasi akan ada 2 siswa yg di panggil untuk mempersingkat waktu. tak lama namaku pun di panggil, aku pun berjalan ke ruang bk dengan pikiran kosong bingung ingin membicarakan apa nanti.

"Nomer absen 14 dan 15 ya? Julian dan Jelita" ucap guru bk

"Iya bu" jawab ku dengan anak bernama Julian serempak

"Karena ini konsultasi pertama Ibu hanya akan menanyakan hal umum saja, untuk selanjutnya konsultasi ini akan dilakukan dengan 4 mata saja agar lebih intens. nah baik, Ibu mulai ya dari Julian dahulu, cita cita mu apa?"

"Saya ingin jadi Dokter Hewan bu" jawab julian

"Bagus sekali Julian, dilihat dari nilai mu yang sangat memuaskan Ibu yakin kamu bisa meraih nya" ucap Bu Guru

"Terimakasih bu saya akan mempertahankan nya" timpal Julian

Aku yang sedari tadi bingung hanya bisa menunduk dengan pikiran kosong. Sudah ku pikirkan sejak tadi namun tidak ada minat pun aku pada cita cita, apa ya cita cita ku?

"Bagaimana dengan Jelita? cita cita mu apa nak?" tanya Bu Guru padaku

"Jelita? kamu dengar Ibu?" tanya Bu Guru sekali lagi, aku yang terlalu larut dalam pikiran akhirnya tersadar ketika lengan ku di senggol Julian.

"Y-yaa bu? maaf" jawab ku terbata bata

"Jadi apa cita cita mu?"

"Tidak ada bu" jawab ku polos

"Bagaimana bisa kamu tidak punya cita cita? setiap orang pasti memiliki cita cita"

"Maaf bu, saya belum memikirkan nya" jawab ku sambil tertunduk, aku merasakan tatapan iba dari anak di samping ku ini, aku hanya tak suka di kasiani, itu yang membuatku jenggah dengan tatapan Julian.

"Baik Jelita, ini akan menjadi pr buat kamu dirumah, kamu pikirkan matang matang kamu ingin jadi apa di masa depan, kamu juga harus lebih rajin ya, tingkat kan nilai mu, belajarlah aktif di kelas, mungkin nanti akan Ibu bantu dengan beberapa solusi"

Beberapa pertanyaan pun terlontar kembali, aku yang hanya bisa menjawab alakadarnya, berbeda dengan Julian yang seperti sudah mantab, terlihat jelas masa depan cerah untuknya. tak lama kemudian kami pun di persilahkan kembali menuju kelas.

"Jel, lo serius?" ucap Julian di belakang ku, aku yang malas menimpali pun diam saja.

"Jel, jangan diam aja, serius lo nggak ada cita cita?" tanya nya sekali lagi. aku pun menghentikan langkahku mendadak hingga tubuhnya menabrak tubuh ku di depan.

"Gue nggak suka ya di kasihani! Nggak usah sok peduli" setelah berkata seperti itu aku pun kembali melanjutkan langkah ku dengan cepat, meninggalkan Julian di belakang. Mungkin sudah sejuta sumpah serapah di keluarkan Julian melihat jawaban ku yang terlihat acuh, padahal aku tau Julian anak yang baik dan ramah, mungkin sifatnya yang seperti itu belum terbiasa saja ku terima.

Jelita & JulianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang