Bel istirahat kedua pun berbunyi, aku sedang tidak berselera untuk melangkah kaki keluar kelas, posisi telungkup dengan bersandar di meja itu saja yang kubutuhkan. Tiba tiba aku merasa ada seseorang yang duduk di samping ku, padahal di kelas ini hanya aku satu satunya yang duduk sendiri di belakang. Aku pun mengintip dari sela sela lipatan tangan ku, siapa yang berani berani duduk di sebelah ku.
"Nih minum, jangan lesu terus. Ntar juga lo ketemu sama apa yang lo cita citain" Ah suara ini, Julian. Kenapa dia tiba tiba begini, sok peduli.
"Gausa sok peduli" Ucap ku tanpa bergerak sedikit pun
"Jul, udah lah biarin tuh si Jelita, ngapain si lo repot repot segala, udah untung dia mau sekolah" jawab salah satu anak kelas
"Nggak tau diri banget tuh anak, udah bagus Julian mau bantu" timpal yang lain
"lo pada kenapa si, Jelita tuh butuh temen yang bisa bant--"
"Apasih! Gue nggak suka ya dikasihani, gue juga ga minta dan ga butuh bantuan lu, gua bisa sendiri!" bentak ku pada Julian. benar benar muak rasanya berada di kelas.
Aku pun berlari keluar kelas menuju atap sekolah, tempat satu satunya dimana aku bisa melarikan diri dan menjernihkan pikiran. Sayup sayup aku dengan suara Fisy memanggil namaku, tapi sudah terlalu berat kaki ini berbalik untuk kembali, aku pun berjalan terus menjauhi nya. Pasti semua makin asik menghina ku, sudah lah mau bagaimana lagi, aku pun nggak suka seperti ini.
"Hahh, nggak di rumah nggak di sekolah nggak ada yang bisa bikin nyaman sedikitpun" Ucapku sendiri
Rumah? Ah mungkin bagi kalian itu tempat yang nyaman, tapi tidak untuk ku. Bagaimana tidak orang tua ku yang sangat memaksakan ku untuk menjadi anak yang pintar dan juga mengatur semua yang ku jalani, membanding bandingkan ku dengan anak teman teman mereka, setiap pulang selalu ada saja omelan omelan yang menyakitkan batin dan telingaku. Aku muak dengan semua ini, kapan aku bisa menjalani hidup sesuai keinginan ku? Aku hanya ingin hidup damai...
Lama aku berdiam di atap sampai tak terasa bel pulang sekolah berbunyi. Aku melewatkan kelas Bu Zidan, guru killer yang ada di sma ku ini. aku pasrah saja, pasti nanti di omelin lagi. Aku memutuskan untuk turun dari atap saat di sekolah sudah sepi. Aku berjalan lemas menuruni anak tangga.
Dari kejauhan pun terlihat kelas ku sudah kosong, aku pun berjalan makin cepat. Namun aku salah, masih ada dia di dalam kelas, laki laki yang mengganggu ku dengan tatapan iba nya seharian ini.
Aku berjalan melewati nya menuju bangku paling belakang mengambil tas ku, saat beberes terlihat ada memo menempel di salah satu buku ku, ingin rasanya melihat apa isi memo itu, namun aku yang sudah tak tahan dengan tatapan julian akhirnya buru buru memasukkan semua buku ku dan langsung pergi dari kelas. Tetap saja Julian mengikuti ku dari belakang tanpa berbicara, sudah lelah ingin mengeluarkan kata kata, kubiarkan saja dia mengikuti di belakang.
Sampai akhirnya aku berjalan menuju gerbang, ku tengok ke belakang sudah tak kudapati sosok itu disana, mungkin dia sudah lelah mengikuti ku. aku pun melanjutkan langkah ku, berjalan pulang. Aku baru ingat Fisy pasti khawatir aku tiba tiba menghilang. Ku buka ponsel ku dan mengetik beberapa kata pada Fisy bahwa aku baik baik saja. Tiba tiba ada suara motor berhenti di samping ku, terlihat dengan seragamnya dia anak sekolah ku, tapi siapa?
"Jel, naik!" Ucapnya di balik helm full facenya itu
"Apasih begal lo!" Aku pun bergegas meninggalkan nya.
"Jelita, buruan naik, gue anter pulang"
Aku berlajan semakin cepat, meninggalkan sosok itu. Meskipun memakai seragam yang sama tapi aku tetap tak mengenalinya. Tiba tiba motor itu melaju kencang memotong jalan ku.
Sampai aku reflek berteriak, tiba tiba dia membuka helm nya dan ternyata dia julian, lagi lagi dia.
"Ikut gue, ada yang mau gua tunjukin, gua janji habis ini gua ga akan ganggu lu lagi" Ucapnya sambil menyodorkan helm padaku
"Nggak ada jaminan lo gabakal gangguin gue lagi" Ucap ku ketus
"Jel, plis!" Julian menuruni motornya dan berjalan ke arah ku, memakai kan helm padaku. Tapi entah kenapa tubuh ku mematung, menurut pada tuntunan tangannya untuk naik keatas motornya itu.
"Bentar aja, nggak lama oke?" Ucapnya sambil melaju kencang.
Aku tak tau harus bicara apa, kesal, marah, muak tapi juga penasaran kenapa dia seperti ini. Kami bahkan tak pernah berinteraksi selama ini, kenapa tiba tiba seperti ini?
Tibalah kami di sebuah toko buku bekas, aku pun turun dengan dahi berkerut, berjuta tanya memenuhi otak ku, apa maksudnya mengajak ku kemari?
"Masuk dulu, ayo" Diaa pun berjalan mendahului ku memasuki toko itu.
"Assalamualaikum, Kakek!" Ucapnya lantang saat memasuki toko itu
"Waalaikumsalam, Cucuku!" Seorang laki laki tua memeluk Julian.
"Ada apa kamu kesini? Dan siapa perempuan itu? Lacarmu ya?" Ucap jahil Kakek saat melihatku
"Kakek, kenalkan ini Jelita teman satu kelas jul di sekolah" Aku pun melangkah ragu, kikuk, bersalaman dengan Kakek Julian.
"Kek, Jul kesini mau ngambil buku biru punya Jul, masih ada kan?"
"Ada di atas loteng di dalam peti hitam, memang mau buat apa jul? masih terbaca memang tulisannya?" Ucap kakek
"Mau Jul liat dulu, nitip Jelita ya kek" Katanya sambil berlari meninggalkan ku dengan kakeknya ini
"Nak jelita, silahkan kalau mau melihat lihat bukunya, kakek mau ke depan sebentar ya" Ucap kakek sambil menepuk bahu ku. Aku pun hanya mengangguk mengiyakan perkataan kakek.
Dari pada bosan menunggu julian aku pun berjalan keliling toko buku ini, lumayan luas ternyata ketika masuk kedalam. Aku pun berhenti di rak bertuliskan seni rupa. Ada banyak buku berjejer disana, buku cerita, buku kesenian, buku isi lukisan dan banyak lagi, ntah kenapa mata ku terkunci pada rak ini. melihat setiap goresan gambar yang ada dalam buku yang ku baca seperti ada imajinasi yang berjalan di otak ku seperti putaran film. menarik juga pikirku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita & Julian
RomantizmKarena hanya perbuatan dari hati yang bisa sampai ke hati lainnya