3

3K 411 111
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

Sudah hampir seminggu ini Hinata mengurung dirinya di kamar. Tak pernah sekalipun ia keluar dari kamarnya. Bahkan, ia sudah izin pada Bos tempatnya bekerja jika, ia izin selama satu minggu kedepan.

"Menikmati menjadi Nona muda?" Suara Baritone itu tak mengusik Hinata yang masih diam menatap kedepan.

"Enak bukan, ada yang melayani, huh? Layaknya sang ratu?" Naruto lebih mendekat pada Hinata. Wanita yang sah menjadi istrinya itu tetap diam saat ia melontarkan kata-kata pedasnya.

"Makan. Jangan seperti anak kecil." Sama. Tidak ada pergerakan.

"Kau tuli hah?!" Hinata menegakkan badannya yang bersandar pada tralis jendela. Ia menatap Naruto datar sebentar, lalu beranjak menuju ranjangnya. Merebahkan dirinya, menarik selimut menutupi seluruh badannya dan yang pasti tetap mengabaikan keberadaan Naruto.

"Gadis, sialan!" Umpat Naruto pelan. Tapi selimut itu sama sekali tidak bergerak sedikitpun kebawah.

Geram, ia menghampiri ranjang Hinata. Karena terbawa emosi, kaki panjangnya entah mengapa saling berbenturan, sehingga Naruto pun terjerembab jatuh diatas Hinata.

"Akkh..." Hinata merintih saat badan mungilnya ditimpa oleh Naruto. Membuka cepat selimut yang menutupi wajahnya.

"Sakit... Kau sengaja ya!" Hardik Hinata, tubuhnya terasa sangat sakit. Untung saja tidak pas perutnya.

Naruto terpaku melihat mata bulan milik Hinata yang ternyata sangat indah. Bola mata berwarna ungu itu mempesonanya.

"Minggir...!" Hinata mendorong tubuh kekar Naruto dari atas tubuhnya. Tersadar, Naruto segera kembali pada posisi berdiri.

"Keluar...!" Setelah mengatakan itu, Hinata kembali menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.

"Makan."

"..."

"Makan." Dua kali.

"..."

"Makan...!" Suara teriakan menggema. Naruto menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Hinata. Mata bulan Hinata menatap Naruto dengan sendu juga berkaca. Bibirnya bergetar menahan tangis. Naruto menghela nafas.

"Makan." Lagi, perintah itu yang dikeluarkan oleh Naruto. Suara tangisanlah yang Naruto dengar, dirinya menyuruh makan bukan menangis. Mengapa susah sekali menyuruh istrinya ini. Istrinya ya?

"Hiks...nanti." Jawab Hinata dengan parau.

"Sekarang... Kata Ayame kau hanya makan sedikit sekali beberapa hari ini." Naruto duduk diranjang Hinata. Entahlah, ada rasa dalam dirinya yang asing saat melihat Hinata menangis.

"Hiks...aku tidak lapar." Jawab Hinata masih dengan suara paraunya, sesekali telapak tangannya menyeka air matanya.

"Mau kusuapi?" Alis Naruto terangkat

"Tidak perlu, hiks..."

"Makan, kasian bayimu."

Hinata menatap Naruto, kata bayimu membuat Hinata sadar jika, hanya dirinyalah pemilik bayi yang dikandungnya.

"Cepat... Ck...kau ini..." Gerutu Naruto, pria pirang itu mengusak kasar rambutnya. Neneknya selalu cerewet padanya, menyuruh membujuk Hinata untuk makan. Padahal banyak hal penting yang harus ia urus daripada mengurusi Hinata.

Bangkit dari rebahannya, Hinata menoleh pada nakas samping ranjangnya. Disana terdapat makanan yang tadi diantar oleh Ayame.

Meraih baki dengan pelan, ia mulai memakan makanannya dengan pelan. Naruto tersenyum tipis melihat itu. Hatinya senang, ketika Hinata menuruti perintahnya.

Forgive MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang