• Powder blue : forget me not?

932 204 1
                                    


    Hujan berhenti dan langit sewarna bubuk biru yang bercampur dengan oren memperlihatkan awan-awan yang sedang menari diantaranya. Bertepatan dengan itu pula suara ketukan pintu terdengar dari depan rumah (name).

     (Name) langsung bergegas membuka pintu dan betapa kagetnya dia ketika yang menyambutnya di depan pintu adalah sang pria bersurai pirang dengan mata merah. Di tangannya, sebuah buket berisikan bunga mawar merah.

    "Tuan William! Ada apa tiba-tiba datang kemari?" Sebuah senyuman mengembang di bibir (name) yang kemudian diikuti oleh senyuman di wajah William.

    "Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin mengunjungimu sekali-kali saja." Sontak saja debaran hati (name) mengeras, wajahnya terasa panas diikuti dengan sebuah perasaan yang berbunga-bunga.

    "Baiklah, kalau begitu aku akan menyiapkan teh!" Kau mengulurkan tanganmu untuk membantu membawakan buket yang dibawa oleh sang pria sementara sang pria terkekeh sebelum menyerahkan buket bunga tersebut.

     Kasarnya sekarang (name) sudah tinggal di rumah barunya yang dekat dengan pinggiran kota London selama lima bulan.

    Jika rumah di dekat pemukiman yang didatangi oleh bangsawan tentu akan terlihat mencolok, maka dari itu William telah mempersiapkan rumah yang dekat dengan pojokan gang dimana saat malam hanya lampu remang-remang yang menerangi jalan depan rumahnya. Tapi toh, itu bukan sebuah masalah besar.

   Karena pemilihab tempat itu, kadang kala para Moriarty maupun Moran dan Fred mengunjungi dirinya. Terkadang hanya sekadar untuk menumpang sementara atau hanya untuk berbincang-bincang ringan dengan dirinya seperti yang sering dilakukan oleh William.

      Dari perbincangan ringan yang pernah ia lakukan dengan Moran ia tahu bahwa ada dua orang baru yang bergabung dengan Moriarty. Ia tidak tahu bagaimana rupanya, tapi yang ia tahu dengan jelas adalah bahwa orang yang baru bergabung adalah seseorang yang hebat.

     Sejujurnya, (name) ingin bertanya tentang orang baru tersebut dengan lebih rinci, tapi ia selalu tidak sempat untuk menanyakannya karena topiknya selalu diganti secara tiba-tiba.

    Hal itu membuatnya sangat kesal–memangnya orang mana yang tidak akan kesal?! Tapi toh, setelah dipikir-pikir dia tidak pernah menanyakan hasil data yang pernah diperolehnya digunakan untuk apa.

    Satu sisi dalam dirinya selalu berbisik bahwa ada sesuatu yang tak sebaiknya ia ketahui dan dia setuju akan hal itu.

     (Name) tentu saja takut. Jurang yang terbentang di depannya adalah sebuah ketidak tahuan yang sangat luas. Salah ucapan, dirinya bisa saja akan tercebur ke dalam rasa kecewa yang luar biasa.

    Suara geretan kursi mengembalikan indranya yang tengah mengambang di atas awan. (Name) buru-buru meletakkan bunga di dekat pantri dapur dan membuka laci guna mencari teh.

   Dentingan sendok bergema ke seluruh penjuru rumah, diikuti dengan kepulan asap beraromakan kayu manis, (name) menyajikan teh tersebut di depan William.

   "(Name), aku perlu berbicara tentang suatu hal denganmu." Nada suara itu terdengar berbeda dari biasanya, tangan (name) otomatis langsung berhenti sesaat sebelum ia balas dengan sebuah anggukan.

    "Baik." Tangannya menggeret kursi yang kemudian langsung ditempatinya; disambung dengan suara berat sang pria dan sebuah pertanyaan yang terdengar ganjil.

     "Apa kau akan melupakanku?"

.
.

Coloruary • William J. Moriarty ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang