(Name) mengernyitkan kedua alisnya dengan bingung.
"Tentu tidak." Jawahan yang meluncur dari bibir (name) sontak membuat mengukirkan senyum pada wajah William.
Di bawah balutan sinar mentari sore, yang terlihat di dalam manik (e/c) (name) adalah sebuah gambaran dari sebuah lukisan yang amat menyedihkan.
Di luar sana awan masih menari, tapi kegembiraan awan tersebut tidak mencapai ke balik jendela rumah (name).
"Begitu ya ...?" Dengan sebuah jawaban, waktu terasa terhenti.
Sebuah ruang hampa menghampiri dirinya dan mengundangnya masuk ke dalamnya, yang ada di depannya bukan William james Moriarty yang dikenalnya.
Sejak kapan dia berubah?
Pertanyaan itu terngiang-ngiang di dalam kepala (name) sebelum sebuah gerakan halus tercipta di depannya.
William yang sekarang ada di depannya adalah tak lebih maupun tak kurang merupakan seorang manusia yang rapuh. Kehampaan yang di bawa oleh dirinya membuat (name) tidak bisa berkata-kata maupun mengungkapkan perasaan yang ia rasakan saat ini.
Waktu berlalu dengan sangat cepat, (name) sadar akan hal itu. Namun yang ada di depannya adalah sesuatu yang sulit dicerna untuk orang yang baru mengenal William dalam beberapa bulan belakangan.
Apa dia selalu bersikap seperti ini sebelumnya? (Name) tidak yakin.
Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut (name) maupun William. Hanya hening yang menyelimuti mereka berdua hingga malam sudah beranjak menyelimuti langit dengan tinta hitamnya.
Sedari tadi (name) hanya bisa terus mencuri pandang ke arah mata merah yang kini diisi oleh kehampaan. Meski begitu, keindahan yang terpancar dari William saja sudah cukup untuk membuatnya seperti berada di dalam lukisan.
Ah,
Itu benar, selama ini (name) selalu mengagumi William dalam diam tanpa berhasil mengungkapkan perasaannya. Mereka berada pada dua dunia yang jauh berbeda. Ia tidak pernah tahu seperti apa dunia William, pun ia tidak pernah sekalipun mempertanyakannya. Ia hanya terus percaya–sangat berbanding terbalik dengan William yang mengetahui di dunia seperti apa (name) hidup.
Dunia William bagaikan sebuah kotak misteri yang takut (name) buka. Entah apa yang akan menunggunya di dalam sana nanti,
Ia tidak tahu,
Ia takut.
Sembari terus menundukkan kepalanya, tanpa (name) sadari William beranjak dari kursinya dan (name) langsung buru-buru mengikutinya.
Halaman depan rumahnya terlihat cukup jelas dengan penerangan jalan yang minim, (name) mengikuti langkah kaki William dan mengantarnya pergi.
"Terima kasih untuk hari ini." William tersenyum simpul. (Name) dengan sedikit kerutan di dahinya hanya bisa tersenyum sembari menjawab,
"Sama-sama."
Di bawah sinar redup rembulan dan dalam sebuah gerakan singkat, tubuh milik pria bermahkota pirang itu memeluk tubuh kecil sang wanita.
Sebuah pemandangan singkat yang layaknya keluar dari dalam sebuah lukisan.
"Tunggu aku, (name)." William berbisik pelan ke telinga (name).
"Kenapa ...?"
Pertanyaan itu keluar dari mulut (name) tanpa ia sadari.
Kenapa? Kenapa ia harus menunggu? Ia tidak paham akan semua hal yang terjadi selama ini termasuk perubahan sifat William.
Meskipun dulu William sendiri yang bilang bahwa dirinya adalah bagian dari Moriarty, nyatanya ia tidak tahu banyak mengenai apa yang dilakukan oleh keluarga itu diluar kewajibannya mencari informasi.
Ia tidak paham kenapa semuanya dipenuhi oleh kabut misteri yang terus menahan dirinya agar tidak maju lebih lanjut.
Namun alih-alih menjawabnya dengan kata-kata, William hanya tersenyum ke arah (name).
.
.Dan sebelum aku sadari kau telah menghilang dari dunia ini tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
.
.
.ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
Andai kau tahu aku telah jatuh hati padamu saat aku pertama kali bertemu denganmu di hari berhujan itu.
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
.
.A/N: belum end jiakkhh, ini masih ada epilognya kok hehehehe ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Coloruary • William J. Moriarty ✔
FanficHari ini dan esok dipenuhi dengan warna, walaupun warna itu perlahan memudar aku akan kembali mewarnainya lagi. Hei, apakah kau menyukainya? [William J. Moriarty x Reader] . . Warning!!! : contain spoilers DLDR . Moriarty the Patriot © Hikaru M...