Semesta Berkabung
.
Sudah lama orang-orang selalu menyebut nama manusia teragung itu. Manusia yang diutus oleh Allah kepada umat manusia yang lain. Selain parasnya yang rupawan, beliau juga dikenal sebagai manusia dengan akhlak terpuji. Tidak ada yang bisa menandingi kebaikannya. Sungguh, paket komplet bukan?
Muhammad. Ya, ialah orangnya.
Beliau adalah orang dengan budi pekerti yang baik. Memiliki sifat penyabar dan lembut, tapi tak mengurangi ketegasannya. Tutur katanya sopan. Beliau bisa menempatkan diri dengan siapa ia berbicara. Menggambarkan pribadi yang cerdas serta berwibawa. Lembut hatinya terpancar dari kasih sayang tulus kepada sesamanya. Pemimpin yang begitu mengayomi rakyatnya. Ia merendah dan begitu taat saat berhadapan dengan Tuhannya.
Sudah bisa dipastikan orang seperti itu akan banyak yang memuji dan menyayangi. Itu sudah ketetapan.
Suatu ketika, Rasulullah–utusan Allah jatuh sakit. Badannya begitu lemah sehingga tidak dapat menopang tubuhnya sendiri. Ia hanya bisa terbaring di atas tempat tidur tipis. Tempat tidur itu terbuat dari kulit binatang yang diisi dengan serabut yang terbuat dari pelepah daun kurma.
Mendengar Rasulullah jatuh sakit, para sahabatnya begitu cemas dan khawatir. Mereka berbondong dan segera menjenguk Rasulullah. Ada rasa tak tega melihat orang yang begitu dicintai tergolek lemah tak berdaya. Bahkan ia pun sempat pingsan sewaktu akan berbaring di tempat tidurnya.
Ah, sungguh membuat hati siapa pun terluka.
Setelah Rasulullah sadar, ia meminta orang-orang yang berkumpul itu pulang karena merasa sudah lebih baik. Tinggallah Rasulullah dengan sang Istri, Aisyah.
"Bagaimana perasaanmu?"
Sorot sendu dengan bola mata berkaca-kaca itu menggambarkan betapa hati perempuan itu tengah dirundung pilu. Khawatir, begitu yang ia rasa.
Rasulullah tak kunjung menjawab. Beliau merasa rasa sakit itu kembali menyerang, melumpuhkan persendiannya sehingga yang bisa dilakukan adalah berbaring di pangkuan Aisyah.
"Rasulullah, bangunlah." Aisyah menggoyangkan tubuh sang suami.
Tidak ada reaksi.
Jantung Aisyah berdegup kencang. Apakah dia sakit lagi? Batin Aisyah bergejolak.
Aisyah segera memanggil semua madunya, kemudian menyuruh orang untuk mengabarkan perihal Rasulullah kepada Ayahnya, Abu Bakar.
"Sepertinya Rasulullah kembali pingsan. Bagaimana ini?"
"Biar kucoba membangunkannya," ucap Hafshah.
Namun, lagi-lagi Rasulullah hanya tergeming. Membuat semua yang ada di sana panik.
Kembali, Aisyah mencoba membangunkan dengan tekad bahwa kali ini Rasulullah akan bangun dari lelapnya. Namun, tubuh tinggi yang terbaring itu tetap tak menunjukkan respon apa pun.
Bagai dihantam sesuatu, dada Aisyah berdegup kencang. Ia lalu berteriak memanggil orang-orang supaya menghampirinya.
"Ada apa Aisyah?"
"Rasulullah pingsan lagi. Tolong dia."
Para sahabat kemudian masuk dan berkumpul di sisi pembaringan Rasulullah. Mereka memandang lekat pada wajah rupawan yang terlihat pucat. Mata indah yang biasa memancarkan kehangatan itu kini terpejam rapat.
Semua tergeming dalam entakan degup jantung yang begitu hebat. Ada apa dengan Rasulullah? Kenapa sakitnya begitu parah?
Entah mengapa, mereka merasa ... ini akan berakhir. Bayangan kematian seolah terasa melingkupi, menerobos pada setiap pori-pori kulit hingga menciptakan ketakutan tak berdasar pada jiwa-jiwa perkasa. Tidak, mereka segera menepis perasaan itu.