BAB II
Dengan perlahan aku membuka mata, melihat sekeliling ruangan kamarku. Aku menghela napas pelan, dan mengingat kejadian yang terjadi dua hari ke belakang. Seperti ada sesuatu yang membuatku harus keluar dari zona nyaman. Mulai dari pertemuanku dengan Alyena dan kejadian setelah itu.
Sudah banyak kejadian yang merubah kebiasaanku.
"ah, iya. Aku masih harus berangkat kerja hari ini." Ujarku, sambil beranjak dari tempat tidur. Sepertinya hari ini tempat tidurku terlalu banyak menyimpan energi magnet, sampai-sampai aku sedikit kesulitan untuk beranjak dari sini.
Aku mengecek ponsel dan disana tidak ada pesan dari Alyena. Biasanya dia akan mengirim pesan pagi, tapi hari ini dia tidak mengirimnya. Apa mungkin karena kemarin ya? atau mungkin karena hal lain. Tapi bisa juga karena kejadian kemarin. Dengan terus memikirkan itu, aku keluar dari rumahku menuju ke arah kantor.
Di sepanjang jalan, seperti biasanya aku memerhatikan orang-orang yang berjalan melewatiku. Ah orang itu sepertinya dia sedang kesiangan atau mungkin dia sedang ada masalah di rumahnya ya? banyak sekali orang yang seperti itu. Seperti sudah menjadi seni saat berjalan. Sesekali cobalah kalian untuk memerhatikan orang-orang dijalan, itu sangat menyenangkan.
Dan juga, ah ada lagi. Sepertinya dia baru pulang lembur. Wajahnya kusut sekali, dan dia berjalan seperti zombie di film-film. Banyak sekali yang bisa kalian lihat dan itu sangatlah menyenangkan.
Aku terlalu senang memperhatikan sampai tak terasa aku sudah sampai di depan kantor.
"hari ini akan berhadapan kembali dengan layar monitor dan program." Gumamku dalam hati, seraya berjalan masuk ke dalam kantor.
Pagi ini kantor bisa dibilang masih sepi, karena aku hanya melihat beberapa orang yang lalu lalang di kantor. Aku mengeluarkan ponsel dari dalam saku celanaku, dan disana masih menunjukkan pukul 8 pagi. Itu memang jam standar masuk kantor, tapi karena kantorku ini bergerak di bidang IT, jadi tidak ada batasan jam masuk kantor. Asalkan bisa menyelasaikan program sampai waktunya pulang saja itu sudah cukup, tapi seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, projek yang kami kerjakan selalu ada saja setiap harinya. Jadi kalau kami terlalu malas, itu akan sangat berbahaya.
Aku menuju ke meja kerja dan langsung menyalakan komputer. Sebelum duduk, aku menoleh ke arah meja rekan kerjaku. Ternyata dia belum datang. Apa mungkin kemarin dia lembur ya kemarin? mungkin saja sih.
Tanpa mempertanyakannya kembali, aku memulai mengerjakan projek hari ini.
Sampai waktunya istirahat makan siang, dia masih belum datang ke kantor. Saat waktu menunjukkan jam 12, aku pun bergegas keluar menuju ke tempat makan siang kantor. Disana aku sudah melihat antrean yang cukup panjang di kantin. Sambil menunggu giliranku, aku pun mencoba bertanya mengenai rekan kerjaku yang tidak masuk hari ini.
"anu, apa kalian melihat orang yang berada di samping meja kerjaku?"
"aku belum melihatnya hari ini," ujar pria yang berada di depanku
"mungkin dia sakit?" lalu ada suara pria yang menimpali dari belakang
"terimakasih." Ujarku, untuk mengakhiri pembicaraan. Karena informasi yang aku butuhkan sudah aku dapat.
Mereka berdua pun mengangguk dan kembali mengantri tanpa berbicara.
Jam istirahat pun berakhir dengan cepat, semua orang mulai kembali ke ruangannya masing-masing.
Aku masih memikirkan rekan kerjaku ini, aku berharap dia baik-baik saja.
Tanpa merasa jam kantor sudah menunjukkan pukul 5 sore, sudah waktunya pulang kantor sebenarnya, tapi aku sengaja terus mengerjakan program hari ini. Teman kantorku berangsur-angsur berkurang. Hanya tersisa beberapa orang di dalam ruangan.
Aku sedikit meregangkan badanku, karena cukup pegal terus-terusan berada di depan layar monitor setiap hari. Satu orang kembali beranjak dari mejanya dan berjalan keluar ruangan, dia berbicara saat berjalan menuju keluar ruangan
"jangan terlalu memaksakan dirimu, pulanglah."
Aku hanya menimpali ucapan itu dengan tersenyum. Ia pun menghilang ke balik pintu.
Aku kembali melihat jam, disana sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aku sudah mulai sedikit gelisah. Rekanku tidak biasanya membolos bekerja. Pasti dia sedang tidak enak badan. Aku berinisiatif akan menjenguknya saat pulang nanti. Di tengah pikiran seperti itu, aku kembali melihat layar monitor beberapa detik. Aku sudah cukup lelah hari ini. Aku pun menyimpan projek hari ini dan mematikan komputerku.
Aku pun berjalan keluar kantor, dan menuju ke arah apartemen rekan kerjaku, itu memang berlawanan dengan arah jalan pulangku, tapi untuk hari ini saja tidak apa-apa.
Saat itu jalanan terasa lebih tenang dan angin malam terasa lebih dingin dari kemarin. Aku hanya memasukkan tanganku ke dalam jas kantorku,
"ah, begini lebih baik," gumamku saat di jalan
Dari kejauhan aku sudah bisa melihat gedung apartemen rekan kerjaku itu. Tampak lampu di gedung itu berkedip-kedip. Sebelum sampai disana, langkahku terhenti karena lampu hijau sedang menyala. Aku menunggu sekitar beberapa menit di seberang jalan,
Ting
Suara lampu lalu lintas yang menunjukkan bahwa waktu dari lampu hijau sudah habis, lampunya pun berubah menjadi warna merah dengan segera, dan mobil-mobil pun berhenti. Aku pun lekas menyebrang jalan, entah bagaimana aku sampai harus terburu-buru menemui rekan kerjaku ini.
Sesampainya di depan pintu masuk apartemennya, aku lekas menuju ke arah kamarnya. Aku masih ingat dia berada di kamar 134. Aku pun langsung menaiki lift ke lantai 6, setelah keluar dari lift, aku langsung bergegas menuju ke kamarnya.
Tok Tok
Aku mengetuk pintunya,
"Indra, apa kau ada di dalam?" panggilku dari luar kamarnya,
Aku pun mencoba memutar knop pintu. Dan ternyata pintunya tidak dikunci. Aku pun menerobos masuk ke kamarnya,
"ndra, aku masuk." Ujarku
Masih tidak ada jawaban dari dalam apartemennya
Aku tidak bisa melihat apapun, ruangannya begitu gelap. Aku pun berjalan sambil memegang sisi dinding.
Di depan, terlihat gorden ruang tamunya yang berkibar diterpa angin. Karena di luar sedang bulan purnama, ruang tamu apartemennya tersinari oleh sinar rembulan.
Aku pun berjalan ke arah ruang tamu, bermaksud untuk menutup jendelanya,
"ndra—" suaraku terputus
Mataku terbalalak dan tubuhku hampir terjatuh ke arah belakang. Aku pun langsung menempelkan badanku ke dinding. Untuk menahan beban, agar tubuhku tidak terjatuh.
Di depan mataku, aku melihat Indra, rekan kerjaku, tergantung di ruang tamu apartemennya malam itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Semua bukan Salahmu
Fantasy"aku ingin kembali ke masa lalu, agar aku bisa melihat ibuku yang telah mati." "andai saja aku bisa kembali ke masa lalu, mungkin aku dapat mengubah nasibku sekarang." "andai aku bisa kembali ke masa lalu, dan tidak meninggalkan dia." Mungkin kebany...