"Sekali kau masuk ke dalam rumah ini, jangan harap untuk keluar."
~~~
Cahaya matahari menembus masuk ke dalam sela-sela jendela. Membangunkan seorang wanita yang saat ini tengah terpejam. Siapa lagi kalau bukan Raline? Mata wanita itu berkedip pelan, sembari memegang kepalanya yang terasa sakit. Menatap langit-langit kamar, dengan pandangan bingung. Beralih pada pakaiannya yang telah berganti menjadi piyama. Jeans dan kemeja polosnya sudah bilang. Ke mana? Siapa yang menggantikannya? Dan tempat apa ini?
"Di mana aku?" gumamnya.
Raline berusaha untuk bangun dari tempat tidur itu, mengabaikan sejenak soal pakaiannya. Keningnya mengernyit sambil menatap ruangan sekitar dengan heran. Kamar yang luas dengan gaya Eropa klasik, ranjang berukuran king size, dengan empat tiang penyangga, TV, lemari pakaian, dan lain sebagainya. Raline tidak mampu menyembunyikan rasa kagetnya ketika menyadari kalau dia terbangun di tempat yang begitu asing. Dia sekalipun, tidak pernah mengenal tempat ini.
Raline terduduk di ranjang, sambil mencoba untuk mengingat-ingat kembali apa yang baru saja terjadi. Sayangnya, tidak ada satupun ingatan yang terlintas dalam benaknya. Membuat sebuah tanda tanya besar memenuhi isi kepalanya. Dan entah kenapa, tengkuknya terasa sangat sakit, seolah baru saja dihantam sebuah batu besar.
"Sstt ...."
Raline berusaha berdiri dari ranjang, hendak turun dan mencari tahu apa yang terjadi. Tapi, saat kakinya baru saja menyentuh lantai marmer, pintu tiba-tiba terbuka. Menampilkan sosok pria serba berpakaian hitam, dengan topeng yang menutupi wajahnya.
Dari balik topeng itu, Raline bisa melihat mata biru yang menatapnya tajam. Bergemimg di tempat sambil terus memerhatikannya. Membuat rasa takut dalam diri Raline muncul tanpa sebab, seperti ....
Deghh ....
Jantung Raline seketika berhenti berdenyut, matanya membulat penuh dengan mulut menganga. Tidak mungkin. Ini pasti ilusi. Raline menepuk keras pipinya berkali-kali, untuk menyadarkan bahwa sosok di hadapannya sama sekali bukan orang yang sama dengan orang yang mengejarnya semalam.
Ya, Raline ingat, semalam dia dikejar oleh seorang yang katanya pembunuh berantai. Mencari mangsa di malam hari, di gang sempit. Meski dia tidak tahu begitu jelas siapa orang itu, tapi Raline yakin, orang yang mengejarnya semalam, sangat mirip dengan laki-laki yang kini ada di ambang pintu itu.
Yang membingungkan, kenapa dia harus dibawa ke tempat yang sama sekali tidak dia kenali? Kenapa tidak langsung dihabisi saja? Atau mungkin, pembunuh itu ingin memutilasi tubuhnya terlebih dahulu sebelum membiarkan nyawanya menghilang?
Wajah Raline pucat pasi saat memikirkan hal itu, membuatnya refleks mundur secara perlahan. Tubuhnya gemetar bukan main. Berpikir, kalau mungkin laki-laki itu berniat untuk melakukan apa yang kini ada dalam pikirannya. "J-jangan mendekat."
Raline menyilangkan kedua tangannya di depan, untuk menghalau laki-laki misterius itu mendekat. Matanya terpejam kuat-kuat, dengan keringat dingin yang mulai keluar dari tubuhnya.
Namun tak disangka, laki-laki asing itu semakin mendekat dan menyentuh dagunya. Membuat Raline kembali membuka mata. Memandang sosok di depannya dengan gugup. "T-tolong, jangan b-bunuh aku."
Mata Raline spontan berkeliling. Mencari sesuatu yang mungkin bisa membantunya. Dan saat dia melihat sesuatu, segera Raline menendang perut laki-laki itu dengan sangat keras, hingga membuatnya terdorong dan mengaduh kesakitan. Terjatuh ke lantai. Sementara Raline berlari ke arah meja nakas, mengambil pisau di sana dan berjalan ke arah pintu dengan terburu-buru. Ini akan menjadi senjatanya melawan orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Hero (TAMAT)
ChickLit(TERSEDIA DI APLIKASI NOVELME) Warning 21+ Raline tidak pernah menyangka, niatnya untuk mencari jalan pintas demi pulang ke rumah, malah berujung pada dirinya yang tertangkap dan terbelenggu dalam kuasa laki-laki bertopeng bernama Arsen. Laki-laki y...