Aldan menerima pernikahan yang dirancang sang mama di usianya yang ke dua puluh delapan tahun. Mamanya terlalu khawatir dengan usianya yang hampir menginjak kepala tiga, tapi sama sekali belum mengenalkan perempuan mana pun sebagai pacar setelah putus dengan mantan kekasihnya dulu. Kemudian, karena patah hati yang tak kunjung sembuh setelah bertahun-tahun berusaha melupakan cinta pertamanya itu, Aldan memilih untuk mengiyakan saja permintaan mamanya.
Menikah dengan perempuan yang hanya beberapa kali ditemui, benar-benar membuat Aldan perlu mengerahkan usaha yang begitu besar untuk dapat bertahan.
Tiga tahun lamanya Aldan berusaha untuk menumbuhkan rasa cinta pada perempuan itu; Agatha Seruni. Namun, rasa lelah akhirnya menghancurkan pertahanannya.
Bagi Aldan, Atha memang tidak memiliki kekurangan apa pun. Perempuan itu cantik—walau memang tak secantik mantan pacarnya dulu. Perempuan itu juga pandai memasak, dan menyiapkan segala keperluannya—selayaknya istri yang baik. Pernikahan mereka memang terlihat sempurna. Namun tidak dengan hatinya yang selalu merasa kosong dan tak pernah berdebar selayaknya seseorang yang mencintai pasangannya. Aldan selalu merasa pernikahan mereka hambar. Sekalipun sudah ada putri cantik dan lucu di antara mereka; Aralla Seruni Raditomo.
Sampai akhirnya, ada sesuatu yang membuat Aldan sadar dari segala usaha yang dikerahkannya selama menikah dengan Atha. Pun Aldan menyadari bahwa jika terus menahan Atha dalam pernikahan mereka, bukan hanya dirinya yang tersiksa tapi juga perempuan itu.
Karena itu, Aldan memilih menyerah. Juga meminta Atha untuk berhenti bertahan. Walau harus mengorbankan putri kecil mereka. Namun Aldan tetap mengatakan keputusannya, apalagi saat melihat Atha langsung mengiyakan tanpa bertanya apa pun tentang alasannya.
Lalu, perceraian itu terjadi.
Dan Atha menghilang. Tepat sehari setelah pengadilan mengesahkan perpisahan mereka.
Aldan pikir, mereka akan tetap bisa membesarkan Ara bersama sekalipun tidak lagi terikat dalam sebuah keluarga. Nyatanya, Atha ingkar. Perempuan itu memilih pergi tanpa menjelaskan apa pun, dan membuatnya terlihat begitu brengsek karena membohongi Ara selama lebih dari dua tahun ini.
"Mas!"
Kepala Aldan menoleh dari jendela kaca ruangannya. Bibirnya mengulas senyum saat melihat Javas—ah, mungkin beberapa tahun belakangan ini orang-orang lebih sering memanggil adiknya itu dengan nama Regan, setelah beberapa kisah tentang laki-laki itu akhirnya terkuak.
"Bengong aja lo. Daritadi gue udah ketok pintu juga," gerutu Regan, sambil duduk di sofa ruangan Aldan. "Kenapa, sih? Lagi ada masalah?"
"Lo kali yang lagi ada masalah, biasanya juga ke sini kalo lagi ada masalah, kan?" balas Aldan, dengan nada mencibir.
Regan tertawa. Namun kepalanya menggeleng, menyangkal. "Nggak kok, Mas," jawabnya ringan. "Nanti Ara gue yang jemput, ya? Mau ngajak tu bocah main, mumpung gue free sore nanti."
Kening Aldan mengerut. "Elo ke sini cuma buat ijin ngajak Ara jalan-jalan? Dalam rangka apa, nih? Bapaknya Ara nggak lo ajak juga?" candanya.
"Dih, ogah!" sela Regan cepat. "Kangen gue sama si bocil, Mas. Udah semingguan nggak ketemu," jelasnya.
Aldan tertawa keras. "Asal jangan kebanyakan lo kasih es krim, cokelat sama permen, ya. Kasihan anak gue."
Kali ini Regan yang tertawa.
"Mau ngajak Ara pergi sama siapa lo? Raira?" Aldan menyebut nama tunangan Regan.
Kepala Regan mengangguk saja. Memangnya siapa lagi yang akan diajaknya menemui Ara? Regan jelas tidak ingin membuat keponakan lucunya ini kebingungan jika membawa dua perempuan berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distorsi Hati [Completed] ✔️
Ficción GeneralAldan dan Agatha menjalani pernikahan yang melelahkan. Membuat keduanya berada pada persimpangan yang tak sama, dan selalu berakhir saling menyakiti. Agatha lelah. Namun memilih tetap bertahan demi putri kecilnya yang baru berusia dua tahun. Aldan...