Suara mengeong di luar pintu kamar mandi menyadarkan Vania dari lamunannya. Ia tidak ingat sudah berapa lama ia duduk di atas kloset yang tertutup sambil memegang benda pipih persegi panjang yang hanya menunjukkan satu garis merah. Sekali lagi ia harus kecewa karena harapan mendapatkan 'garis dua' kembali pupus.
Entah sudah berapa puluh test pack yang digunakannya sejak empat tahun terakhir. Impiannya yang ingin segera memiliki bayi di awal pernikahan hingga kini belum juga terwujud. Sudah berbagai cara ia lakukan, meminum obat mulai dari yang tradisional sampai yang modern, melakukan diet bahkan yoga untuk mengembalikan kesehatan tubuhnya, tapi belum juga berhasil.
Ia dan Bara rasanya sudah sangat berusaha. Menjaga asupan makanan, mengatur jadwal hubungan seksual, hingga posisi saat berhubungan pun mereka perbaiki sebagai bentuk usaha, tapi tidak juga membuahkan hasil. Apa yang salah sebenarnya?
Dengan kesal, Vania melempar alat test pack ketiga yang ia gunakan ke tempat sampah, lalu beranjak keluar dari kamar mandi.
Di depan pintu, Machi--kucing Persia berwarna campuran putih dan kuning--menyambutnya. Rasa kesal akibat tiga test pack yang kompakan tidak ingin menampakkan garis dua hilang entah ke mana saat Vania melihat wajah lucu kucingnya.
Vania penyuka kucing. Bisa dibilang sangat menyayangi binatang berbulu itu. Kecintaannya pada kucing sudah ada sejak ia masih kecil. Dulu, ayahnya adalah dokter hewan. Setiap hari sepulang sekolah, ia akan menemani ayahnya di pet shop yang memiliki klinik dokter hewan dan bermain dengan kucing-kucing yang ada di sana. Ayahnya selalu mengajarkan Vania untuk menyayangi semua hewan. Karena jika dirawat dengan kasih sayang, hewan bisa lebih setia daripada manusia.
Vania menggendong Machi dan membawanya keluar kamar. Ia tahu, kucingnya ini pasti lapar. Itu kenapa Machi menunggunya di depan pintu kamar mandi sambil mengeong.
Di dapur, Vania menurunkan Machi ke lantai, lalu membuka lemari penyimpanan makanan kucing. Ia mengambil piring makan Machi dan menuangkan makanannya. Machi yang tahu kalau Vania akan memberikannya makan lantas menghampiri kaki majikannya dan menggesek tubuhnya ke kaki Vania.
Vania menyukai kemanjaan Machi. Kucingnya ini tahu bagaimana cara menyenangkannya. Setiap kali Vania merasa sedih atau gundah, Machi akan menghampirinya dan menggosokkan bulu halusnya ke kakinya, atau dia akan melompat ke pangkuan Vania dan berguling-guling menggemaskan.
"Selamat makan, Machi. Pelan-pelan makannya, jangan sampai tersedak," ucap Vania seraya meletakkan piring makan ke depan Machi dan kucing itu segera melahap makanannya.
Setelah memberikan Machi makan, Vanya kembali naik ke kamarnya yang berada di lantai dua dan duduk di meja kerja yang berada di samping jendela besar. Ia membuka laptop dan beralih menuju laman website e-commerce tempatnya berjualan.
Vanya memiliki usaha online. Kesukaan dan keinginannya memiliki bayi membuat ia memutuskan membuka toko online perlengkapan bayi dan anak sejak setahun yang lalu. Sebenarnya juga sebagai salah satu bentuk pengalihan stres dari usahanya untuk hamil yang tak kunjung berhasil.
Sahabat baiknya yang berprofesi sebagai psikologi pernah berkata. "Salah satu penyebab yang sering tidak disadari oleh pasangan yang sedang berjuang mendapatkan momongan adalah stres. Biasanya, semakin seseorang berharap, semakin tinggi ekspektasi, semakin besar juga tekanan stres yang akan didapatkan saat usaha itu belum juga membuahkan hasil. Berusaha boleh saja, tapi ingat, kesehatan tubuh itu yang utama. Karena saat stres, tubuh akan memberikan sinyal yang menyebabkan pelepasan hormon stres. Akumulasi hormon stres ini akan mengakibatkan terganggunya fungsi organ penting tubuh yang pada akhirnya, menyebabkan usaha untuk program kehamilan malah terganggu. Jadi, sebisa mungkin hindari stres."
Sebuah notifikasi pesanan masuk dalam inboxnya. Vania segera membuka pesan tersebut. Seorang pelanggan memesan beberapa perlengkapan untuk bayi baru lahir dan meminta pesanannya dibuat menjadi hamper kekinian karena akan dikirim sebagai hadiah untuk rekan yang baru melahirkan.
Vania berpikir cepat. Ini pesanan pertama yang meminta dibuatkan hamper dan ia belum memiliki perlengkapannya di rumah.
"Sepertinya aku harus keluar untuk membeli beberapa perlengkapan," gumamnya pada diri sendiri.
Vania bergegas mengganti pakaian rumahnya dengan pakaian untuk keluar. Baju terusan selutut dengan lengan panjang berwarna krem menjadi pilihannya. Ia memoleskan sedikit make up di wajahnya, lalu mengambil clutch berwarna merah muda yang tergantung di samping lemari. Setelah selesai, ia mengambil ponselnya yang berada di samping laptop, lalu memesan taksi online untuk pergi ke sebuah mall.
Sepuluh menit kemudian, taksi yang dipesannya sudah berada di depan pagar rumah. Vania segera keluar dan mengunci pintu rumahnya. Sebelum menikah, ia dan Bara sepakat untuk tidak menyewa asisten rumah tangga yang tinggal di rumah. Mereka hanya membayar orang untuk membersihkan rumah tiga kali seminggu dan untuk pakaian, mereka serahkan pada laundry langganan.
Di dalam taksi, Vania menelepon Bara untuk memberitahukan kalau ia keluar sebentar untuk berbelanja karena sejak tadi chatnya belum juga dibaca oleh suaminya itu. Kemarin Bara tidak pulang karena memeriksa instalasi CCTV baru yang ditambahkan di beberapa sudut kafe untuk meningkatkan keamanan. Sejak kejadian hampir kemalingan minggu lalu, Bara memang jadi lebih sering tinggal di kafe. Vania maklum, karena selain menjaga keamanan kafe, suaminya juga bertanggung jawab menjaga keamanan karyawannya. Bersyukur tidak ada korban dalam kejadian kemarin, jika iya, suaminya pasti akan merasa sangat bersalah.
Pada dering ke lima, teleponnya diangkat juga oleh Bara. "Iya, Van. Ada apa?"
"Nggak apa-apa. Kamu sibuk, ya?"
"Lumayan. Kenapa?"
"Aku cuma mau kasih tahu kalau aku keluar sebentar, mau beli beberapa perlengkapan untuk pesanan pelanggan, sekalian belanja kebutuhan rumah. Boleh, ya?"
"Ya, boleh, dong. Belanja di mana? Nanti pulangnya aku jemput, kamu tunggu aja."
"Tempat biasa, kok. Ok, sampai ketemu nanti." Vania menyudahi panggilannya.
Perjalanan dari rumah ke mall membutuhkan waktu empat puluh menit. Saat sampai, Vania langsung menuju toko yang ia ketahui menjual perlengkapan hamper yang dibutuhkannya. Setelah itu, ia pindah ke supermarket dan membeli beberapa barang untuk keperluan rumah. Selesai belanja, Vania mampir ke salah satu restoran cepat saji di dalam mall untuk istirahat dan mengabari Bara.
Setelah memesan dan membayar, Vania membawa makanan dan minumannya ke salah satu kursi yang tidak jauh dari pintu masuk restoran dan menghadap keluar jendela. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan chat untuk suaminya. "Aku udah selesai belanja. Jemput aku, ya."
Tidak lama, masuk balasan chat dari Bara. "Ok."
Vania tersenyum singkat, mematikan layar ponsel dan memasukkan kembali benda itu ke dalam clutchnya.
Saat sedang menikmati makanannya, Vania merasakan sebuah tepukan di pundaknya.
"Vania?!" seru sebuah suara yang terasa familiar di telinganya.
>o<
Bagian ini diketik oleh Desinta. 😘😘😘
Buku cetaknya bisa dipesan melalui Tokopedia dan Shopee Penerbit CeritaKata atau mau langsung ke saya juga bisa, ya.
IG: @desi_nta
FB: Desinta❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Warisan [TERBIT]
General Fiction"Keluarga tetaplah keluarga, bagaimanapun bentuk dan keadaannya." Cerita ini merupakan cerita kolaborasi dengan Andini Naulina. Draft pertama, tandai typo, dan harap maklum.