Bagian 15

2K 154 2
                                    

#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBAL

BAGIAN 15

Jantung Kinara, berdetak kencang. Tubuhnya gemetar, saat sebilah tombak telah berada di genggaman Lisa. Nafasnya, seakan tersekat di tenggorokan.

"Izinkan saya berbicara kepada Kinara," pinta Lisa.

"Silahkan," ujar Tria sambil melemparkan senyuman sinis.

Lisa menatap wajah sahabatnya tersebut, "Kinara, kita harus melakukan ini demi Tias. Kamu harus menyelamatkan Tias. Aku, akan mengalihkan perhatian mereka. Kalo nanti, aku benar-benar mati, setidaknya salah satu dari kita selamat."

"Aku takut Sa, aku takut."

"Kita pasti bisa Ki, kita pasti bisa. Semua ini demi Tias." Lisa mengenggam tangan sahabatnya sendiri.

"Sudah cukup basa-basinya. Sekarang, lakukan apa yang saya suruh!!" Mata Tria menatap tajam, kearah mereka.

"Sebelum kami memulai pertarungan ini, kami ingin melihat obat tersebut."

Tria mengangkat alisnya, "Dul, bawa penawar racun itu segera!!"

Seorang lelaki berperut tambun, segera berlari mengambil obat penawar yang di suruh oleh majikannya. Kinara, memegang tangan Lisa. Gadis kutu buku itu, sekarang berubah menjadi sosok pemberani. Dul datang, dengan langkah tergopoh-gopoh. Dia, memberikan sebuah guci kecil kepada Tria.

"Berikan obat tersebut kepada Tias !!" pekik Lisa dengan sorot mata tajam.

Tria memberikan kode, kepada anak buahnya tersebut. Tubuh Tias di turunkan dari gantungan. Dul, memberikannya cairan. Cairan kental dengan bau busuk yang menusuk hidung. Beberapa kali, Tias menolak cairan kental itu. Setelah beberapa saat, dia akhirnya menelannya. Tubuhnya yang pucat, seperti teraliri darah kembali.

"Bagaimana? Apa kalian masih meragukan obat yang saya berikan?"

Lisa berbisik kepada Kinara, "Bawa Tias lari, saya akan mengalihkan perhatian mereka. Saya mengandalkan kamu Ki."

Lisa maju perlahan, sambil memegang tombak dengan erat. Dia menatap lampu teplok, yang terpasang di dinding. Dengan sekali tombak lampu tersebut jatuh, dan membakar rumah terbuat dari kayu. Api berkobar, dengan sangat cepat. "Ki, sekarang saatnya," teriaknya di antara kobaran api yang mulai membesar.

Anak buah Tria tentu panik, kobaran api semakin membesar. Api dan asap memenuhi bangunan tersebut. Kinara berusaha mempertajam penglihatannya, Dul berlari keluar di ikuti oleh rekan-rekannya. Kinara segera mengambil guci tersebut, dan membawa Tias keluar melalui jalan belakang rumah. Kinara menghampiri Lisa, "Ayo Lisa kita keluar, sebelum mereka membawa air untuk memadamkan api ini."

"Bawa Tias keluar Ki, nanti gue nyusul urusan gue belum selesai."

"Udah gak ada waktu lagi, pandangan Tria sekarang pasti kabur. Ayo kita tinggalkan tempat ini." Kinara menarik tangan sahabatnya.

Mereka keluar melalui pintu belakang, Tias dan Kinara telah lebih dahulu keluar. Naas, sebuah anak panah mengenai perut Lisa. Lisa menyembunyikan luka tersebut dari Kinara. Mereka terus mempercepat langkahnya.

"Sial," umpat Tria di tengah kobaran api. Dul, kembali membawa air untuk memadamkan api tersebut. Setelah beberapa saat api akhirnya padam.

"Tahanan kita berhasil keluar Tria," ujar Dul dengan mimik ketakutan.

"Mereka tidak akan bisa pergi jauh, dua diantaranya sedang terluka. Besok, kita akan melakukan pencarian. Darah Lisa, pasti berceceran diantara ranting dan dedaunan kering yang mereka lewati." Tria tersenyum penuh kemenangan.

Berita tentang rumah kepala suku, yang terbakar dan kaburnya tahanan mereka telah sampai di telinga Pak Pepeng. "Secepatnya kita harus menemukan ketiga gadis tersebut, sebelum Tria dan anak buahnya menemukan terlebih dahulu."

"Menurut kabar yang saya peroleh, salah satu dari mereka terkena anak panah Tria Tuan." ujar Anggoro.

"Apa?" aku tersentak seketika. "Saya mohon Pak, tolong temukan ketiga teman saya. Saya mohon."

"Anggoro, kerahkan semua anggota, untuk mencari ketiga gadis itu sekarang juga!!!"

"Baik Tuan," Anggoro segera pergi membawa beberapa anggota lainnya. Menebus kegelapan malam dan rimbunnya hutan.

Tumbal Darah Perawan dan Misteri Desa KanibalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang