2. Sosok di Gudang Tua

9 2 0
                                    

Adimul berjalan masuk ke gudang tua yang tidak pernah dipakai dengan pelan-pelan. Mata miliknya langsung menjelajah isi gudang, banyak sekali bekas-bekas peralatan untuk membuat makanan yang sudah usang, berdebu, dan banyak sekali sarang laba-laba.

Adimul meneguk salivanya merinding kala terus memperhatikan gudang tua ini, sampai-sampai kopi yang belum diaduk bergetar ditangannya.

Kalau bukan demi ketentraman, kenyamanan, dan kesehatan umat manusia, eh sorry lebay. Maksudnya kalau bukan demi temen-teman kantornya yang nanti akan disuruh lembur jika Adimul tidak membuat kopi di gudang tua.

Dan dari kabar yang ia dengar, gedung ini dijual ke Bos Jarwo pada 2015, yang berarti lima tahun yang lalu. Gedung ini dijual dengan harga murah, padahal tanahnya cukup luas dan gedung masih bagus.

Hanya saja, pemilik sebelumnya bilang, ia menjual gedung ini karena sudah tidak kuat oleh sosok di gedung ini yang suka menganggu. Ia berkata lagi, jangan pernah masuk ke gedung tua.

Pemilik gedung ini yang sebelumnya berbicara langsung pada Bos Jarwo. Tapi lihatlah? Bos Jarwo sendiri yang menyuruh Adimul masuk ke gedung tua ini.

Bulu kuduk Adimul meremang ketika ia berusaha fokus mengaduk kopi. Adimul rasa, ia tidak perlu masuk sampai dalam, ia cukup masuk depan pintu saja.

"Jangan sampe deh gue mati disini, mana belum kawin lagi," lirih Adimul dengan perasaan panik.

Detik berikutnya, pintu gudang tiba-tiba tertutup dengan cepat, seperti ada yang menutup. Sontak Adimul langsung terlonjak kaget sembari menoleh kearah pintu.

Adimul membelalakan matanya sambil berlari kearah pintu, lalu Adimul berusaha membuka pintu, tapi sialnya pintu seperti terkunci, padahal sebelumnya gudang ini tidak pernah dikunci.

Adimul sekarang berudaha menggedor pintu, berharap seseorang mendengarnya lalu menolongnya.

"WOIII SIAPAPUN TOLONG ADIMUL!!!".

"Haduh... jangan-jangan bener lagi gudang tua ini angker."

"Mas..." Suara lirih seseorang terdengar dibelakang Adimul, bulu kuduk Adimul kembali meremang.

"Mas mau kemana?" tanya seseorang dari belakang.

"Ja–jangan ganggu saya... saya i–ini hapal ayat kursi, jangan sampai ka–kamu celakain saya," balas Adimul dengan mata tertutup dan jantung yang berdegup kencang.

Satu detik,

Dua detik,

Tiga detik.

Adimul sudah tidak mendengar suara dibelakangnya lagi. Apa karena Adimul mengakui kalau dia bisa membaca ayat kursi, makanya sosok yang Adimul yakin hantu itu langsung pergi?

Perlahan, Adimul memberanikan diri menoleh ke belakang. Dan ternyata benar, sosok hantu itu sudah tidak ada, dan Adimul langsung menghela nafas lega.

Tapi saat ia berbalik, alangkah terkejutnya sampai ia memundurkan dirinya ke belakang, dan air kopi yang ia pegang sedikit-sedikit mulai jatuh ke lantai. Adimul melihat, sosok hantu wanita yang melayang diudara dengan rambut kusut yang menjuntai didepan wajahnya, berserta setengah wajahnya yang Adimul yakin sudah rusak.

"Mas..." lirih hantu itu memanggil Adimul sembari melayang mendekat yang sontak membuat Adimul mundur.

"Ja–jangan deketin saya!" kata Adimul takut.

Hantu itu langsung berhenti dan menatap Adimul.

"B–biarin saya keluar, saya gak akan ganggu kamu," lanjut Adimul.

Hantu itu tetap diam, dan Adimul kembali bersuara. "Apa mau saya bacakan ayat kursi biar kamu kepanasan?" Adimul mengancam.

Hantu itu mengangguk. "Baca, Mas. Di gudang ini aku kedinginan, siapa tau setelah denger ayat kursi, suhu di ruangan ini gak begitu dingin. Hihihi..." Hantu itu mulai terkekik yang membuat Adimul langsung ingin budeg saja.

"O–oke! A–awas aja kalo ka–kamu kepanasan." Adimul menjawab gugup.

Adimul sudah mengambil ancang-ancang, dan saat ia baru saja ingin membacakan, hantu itu kembali bersuara.

"Wifinya dong..." lirih hantu itu.

"Suara Mas Kedemul pasti jelek, aku mau dengerin di spotivi aja," lanjutnya dengan suara datar tapi berhasil membuat Adimul tersindir.

"Heh! Enak aja kamu manggil saya Kedemul! Lagian kuota saya itu mahal! Minta sana sama Bos Jarwo!" jawab Adimul dengan suara tinggi, tapi respon hantu justru melotot dan membuat nyali Adimul kembali menciut.

"Mintain dong," jawab hantu itu yang sudah tidak melotot lagi pada Adimul.

"Wifinya dimatiin, aku jadi gabut, gak bisa buka fesbuk," lanjut hantu ia membuat Adimul menahan tawa.

Ada ya hantu model begini? batin Adimul.

"Bukannya saya gak mau bantu kamu ya, hantu. Tapi Bos–".

"Panggil Mira, Mas," potong hantu yang bernama Mira.

"O–oke, Mira. Bos Jarwo itu masih ngambek, jadi wifinya dimatiin," perjelas Adimul.

"Yasudah, bujuk saja," jawab hantu itu dengan seenaknya.

"Bujuk Bos Jarwo itu susah, Mira," balas Adimul agar hantu Mira ini cepat membukakan pintu gudang.

"Apa perlu aku yang bujuk... hihihi..." kata hantu Mira dengan cekikikan.

"Enggak usah, Mira. Eng–engga usah," tolak Adimuk cepat.

"Ka–kamu bukain pintu dulu, ba–baru saya ngomong sama Bos Jarwo untuk hidupkan hotspotnya," lanjut Adimul.

Tba-tiba pintu gudang langsung terbuka. Dan Adimul langsung saja berlari keluar, tapi sebelum ia benar-benar keluar, samar-sama ia mendengar hantu Mira bersuara lagi.

"Ku tunggu janjimu Mas Kedemul."

WiFi BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang