7. Azmi - Pulang

20 2 0
                                    

~ Our Hijrah Story ~

.

"Yuk kumpul semua, siapa aja yang ikut ke pantai?" ujar ketua kelas.

"Mi, ikut gak lu?" bang Zoni bertanya.

"Panas hahaha, tar item ah." Ujarku bercanda.

"Udah item lu, buruan ikut. Cari temen yang bisa ditebengin, lu kan gak bisa pake motor."

"Haha iya iyaaa"

Ketika aku sedang bertanya kepada yang lain, Wigi melihatku dari kejauhan.

Lalu seorang perempuan mendatanginya, "Wig, aku bareng kamu yah" sambil tersenyum berusaha mengambil alih perhatiannya.

"Aku udah sama Azmi haha sorry, coba kamu tanya Sandy tuh"

Aku yang melihat kejadian itu langsung melihat ke arahnya, "Aku?"  tanyaku menggunakan bahasa isyarat kepadanya dari kejauhan.

Dan ia datang menghampiri. "Habis aku tanya dari semalem gak jelas jawabannya, udah lah kamu sama aku aja, aku udah terlanjur bilang barusan"

"Lah? Seneng banget memaksa yah kamu? Heran" ujarku menimpalinya.

"Hahaha, terlihat seperti itukah? Mungkin iya juga hahahaha" Dia malah tertawa.

Sesampainya di pantai, kami semua mengabadikan banyak sekali foto. Namun, karena cuaca tidak mendukung, acara berjalan dengan cepat dan kami bergegas pulang.

.

~ Our Hijrah Story ~

.

Setelah kejadian itu aku dan Wigi menjadi dekat. Dari mulai menceritakan kisah masing-masing hingga akhirnya, tumbuhlah rasa nyaman itu.

Hubunganku dengannya berjalan sudah satu bulan, dan setiap hari kami menghabiskan waktu bersama keponakan juga teman-teman di asrama.

"Wig, nanti sore Om titip asrama yah. A Anto sedang berobat, dan Om harus menghadiri undangan" ujar Om Soni yang sudah percaya pada Wigi dan mengandalkannya.

"Iya Om boleh."

Mba Siti yang melihat Wigi sedang asik menonton pertandingan bola di depan asrama laki-laki pun datang menghampirinya.

"Wig, nih cemilannya dimakan. Kalau laper, tar bilang aja ke Azmi. Mba bikin cilok enak buat anak asrama tuh."

"Wah siap Mba, nanti aku ke situ."

Begitupun dengan Mba Siti yang sudah menganggap Wigi bagian dari anak-anak asrama yang special (karena Mba Siti tidak suka menawarkan masakannya kepada sembarang orang kecuali anak asrama perempuan dan beberapa anak asrama laki-laki)

Dan begitulah hubungan kami, berjalan di tengah keramaian penghuni asrama dan keluarga Om Soni.

Aku yang menganggap Wigi sebagai sosok yang bisa diandalkan selalu bilang bahwa segala hal akan berakhir.

"Wig, mungkin aku bisa bareng kamu di sini sekarang, entah sampai kapan. Tapi suatu saat aku harus pulang ke Bandung. Dan aku gak tahu, apakah hubungan itu akan berakhir sampai situ atau berlanjut. Aku harap kamu bisa paham dan selalu mempersiapkan kemungkinan terburuknya nanti."  Ujarku.

"Aku tahu, aku udah pikirin itu jauh sebelum aku mencoba deketin kamu. Ketika aku mencoba bicara sama kamu, dulu, aku yang memastikan kamu akan seberapa lama tinggal di sini, kamu ingat itu? Aku udah siap kok Mi. Jangan tinggalin cita-cita kamu, apalagi hanya untuk seseorang seperti aku, rasanya gak pantas." Ujar Wigi sambil tersenyum.

"Aku ingat dan aku sadar betul bahwa banyak sekali ketakutan ketika aku mengambil keputusan ini, membuka hati untuk seseorang. Aku tahu hidup pasti akan selalu ada pertemuan dan perpisahan, bahkan lebih sakitnya ialah saling meninggalkan. Dan, aku takut itu. Entah aku yang akan meninggalkan kamu atau kamu yang meninggalkan aku."

"Aku pun tahu akan seperti apa, tapi aku harap hubungan ini bisa selalu baik-baik saja, apapun yang terjadi." Ujar Wigi yang selalu menenangkan.

.

~ Our Hijrah Story ~

.

Hari demi hari terasa cepat.

Dan tepatnya sudah menginjak 6 bulan aku di sana. Anak-anak kelas yang selama ini sibuk dengan ujian test, hampir jarang bermain bersama lagi.

Dan, esok adalah hari terakhirku di sini. Hubunganku dengan keluarga Om Soni sudah sangat dekat. Hubunganku dengan Mba Siti, Bang Zoni, juga teman-teman asramaku, sudah seperti saudara sendiri. Hubunganku dengan penjaga kantin dan pedagang di daerah situ sudah akrab layaknya teman bermain. Aku sudah tak banyak mengeluh dengan gerahnya cuaca di sana. Aku sudah berdamai dengan segala masalah-masalahku sebelum aku datang ke sana. Aku mendapatkan sedikit kebahagiaan bersama mereka, orang-orang baru di hidupku.

Dan begitupun hubunganku dengan Wigi. Orang tuaku sudah mengenal Wigi, diapun sempat berkunjung ke rumahku, beralasan ingin menjemputku yang sedang asik berlibur di Bandung kala itu.

Ya begitulah, semakin hari semakin berat saja untuk aku mencoba melepas dia. Dan benarlah, yang aku takutkan terjadi.

Saat Wigi tahu esok adalah hari kepulanganku, dia datang ke asrama dan mencoba mengajakku berbicara.

"Mi, besok ya?"

"Iya, gak kerasa ya hahaha" Aku yang mencoba menyembunyikan kesedihan.

"Cepet benget." Wigi tak terlalu banyak bicara.

"Iya, udah waktunya. Nanti main-main ya ke Bandung." Aku bercanda.

Wigi hanya menatapku dan terdiam. Sepertinya dia banyak pikiran, raut mukanya kusut, kantung matanya sedikit menonjol dan setelannya memang tidak serapi biasanya.

"Kamu mandi gak sih? Kusut amat hahaha" Aku mencoba memecah lamunannya.

"Mandilah, enak aja hahaha....."

"..... Mi, aku gak tahu harus ngomong apa disaat-saat kayak gini. Pikiranku buntu, rasanya kosong, aku harus gimana kalau kamu gak aga?" Dia yang terlihat menahan tangis.

"Kamu jangan ngomong gitu ah, nanti aku sedih" Aku yang mulai tidak bisa menahan tangis.

"Kamu besok berangkat jam berapa? Aku boleh ke sini gak?"

"Pagi. Gak usah, jangan. Tidur aja kamu banyakin istirahat." ujarku.

"Udah sore Wig, anak-anak juga udah pada pulang, gak enak kalo dilihat orang, kamu pulang juga gih. Aku mau packing buat besok." ujarku tanpa melihat kepadanya.

"Oh, yaudah, hati-hati ya besok. Kabari kalau mau berangkat, aku pulang yah, Mi." Ujarnya sambil tersenyum.

"Iya, hati-hati pulangnya"

Dia yang menyalakan mesin motornya dan sedikit demi sedikit meninggalkan tempat itu, semakin kecil dan menghilang dari hadapanku.

"Aku harus menerima hal ini. Karena ini pilihanku dari awal, akan ada perpisahan. Dan ini akhir dari pilihanku, kamu bisa Mi"

.

~ Our Hijrah Story ~

.

Ibuku datang menjemputku. Aku sudah siap dengan semua barang-barangku. Kebetulan semua teman asrama sudah pulang kemarin sore. Hanya tersisa Mba Siti, Om Soni dan istrinya di sana. Akupun berpamitan. Salam perpisahan diakhiri dengan mata yang berkaca-kaca, menahan tangis yang sama-sama tak ingin ditunjukkan.

Dalam perjalanan, aku menceritakan semua yang terjadi padaku selama berada di sana.

Ibu terlihat lega, melihatku sudah jauh lebih baik dari keadaanku sebelum berangkat ke sana.

..... TBC ......

.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya..

.

Our Hijrah StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang