2. Kisah hidup Dinda.

28 6 3
                                    

Hati-hati, semoga kalian suka dan semoga kalian bisa merasakan apa yang mereka semua rasakan.

Happy Reading!

*****

Surabaya, 2015.

Setelah tiga tahun berteman dengan Dinda akhirnya hari ini aku tahu kisah hidupnya hingga hari terakhirnya hidup. Kini aku sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Hari itu juga, siang itu juga. Ternyata dibalik senyum manisnya ternyata ada kisah hidup yang amat mengerikan.

Siang itu aku baru saja pulang sekolah. Aku terpaksa berjalan kaki karena Ayah tak menjemputku, katanya ada beberapa masalah di markasnya.

"Lisha ayo bareng sama tante," Kata seseorang dari belakang.

Aku menolehkan kepalaku, ternyata itu Dona dan mamanya. Dona menganggukan kepalanya.

"Gimana Non?" Tanyaku pada Dinda, dan pastinya aku berbicara dalam hati.

"Tidak, kau berjalan saja kan ada aku Lisha!" Tolak Dinda.

Aku mengangguk pelan. Tante Rina mengangkat sebelah alisnya.

"Tidak usah tante, lagi pula ini sudah dekat dengan rumahku," Jawabku.

"Beneran?" Tanya Dona.

"Iya Don," Jawabku sambil mengangguk yakin.

"Ya sudah tante duluan ya, hati-hati Lis!" Pesan Tante Rina sebelum pergi.

"Iya tante," Balasku lalu berjalan kembali.

Butuh waktu sepuluh menit untuk sampai ke rumah. Aku berusaha membuka pagar rumah tapi itu sia-sia. Ku putuskan untuk memanggil Kak Nando saja.

"Bang!, Bang Nando bukain pagarnya Bang!" Teriakku lumayan keras.

"Hahahaha, kau lucu jika berteriak seperti itu Lis," Kata Dinda sambil tertawa.

"Diamlah Noni, aku haus aku tak mau berdebat denganmu!" Kesalku.

Tak lama Kak Nando datang. Ia langsung membukakan pagar rumah dan aku langsung masuk.

"Tutup pagarnya!" Kata Kak Nando sebelum ia masuk kedalam rumah.

Aku menghela napasku kesal. Ditambah lagi dengan Dinda yang masuk terlebih dahulu meninggalkan aku yang kini berusaha menutup pagar dengan susah payah.

"Assalamu'alaikum," Kataku saat memasuki rumah.

"Waalaikumsalam, disuruh Bunda langsung makan!" Balas Kak Nando masih fokus pada ponselnya.

"Bunda kemana bang?" Tanyaku.

"Keluar sama Teh Nanda," Jawabnya.

"Kenapa gak ikut?" Tanyaku kepo.

"Males," Selalu saja ia membalas dengan singkat.

Aku tak bertanya lagi dan langsung menuju meja makan. Disana sudah ada mbak Caca pembantu rumah tangga yang sedang menyiapkan makanan dipiring.

"Kok baru pulang, biasanya jam sepuluh sudah pulang," Kata Mbak Caca sambil menuangkan air digelas.

"Tadi Ayah tak menjemput jadi jalan kaki," Kataku lalu memasukkan sendok ke mulut.

Setelah selesai makan aku pergi ke kamarku. Aku melihat Dinda sedang menangis dipojokan kamar. Tak biasanya gadis ini menangis. Aku menutup pintu kamar lalu mendekatinya.

"Kenapa menangis?, tak biasanya kau menangis," Kataku menepuk pundaknya.

"Hahahaha, Kau menepuk angin?" Tanya Dinda sambil mengusap air matanya.

Indera Ke-enamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang