Happy Reading!
*****
Surabaya, Januari 2018.
Aku berada disini, dilapangan yang sangat luas. Tubuhku sudah mengeluarkan banyak keringat, ku lihat jam tangan yang ku pakai, sudah empat puluh lima menit aku berlari mengelilingi lapangan ini.
"Mbak!" Aku menoleh, seorang pria dengan pakaian tentara memanggilku, mungkin anak buah Ayah.
Aku tersenyum, Pria itu berlari kecil kearahku. Ya aku sedang berada di kantor atau markas tempat Ayah bekerja. Awalnya kita berlari bersama. Namun tiba-tiba Ayah mendapat panggilan untuk menyelesaikan sebuah kasus. Dan berakhir dengan aku berlari sendirian.
"Kenapa?"
"Dipanggil Pak Arjuna, Apa Mbak sudah selesai?"
Aku mengangguk pelan, "Sudah."
"Baiklah mari, ikut saya," ucapnya.
Aku mengikutinya, aku mengenal beberapa dari mereka disini. Aku sering kesini, karena jika Ayah yang menjemputku pulang sekolah pasti akan dibawa kesini. Aku dan pria itu terus berjalan hingga sampai ke kantin.
"Lis!"
Aku menoleh dan tersenyum. Ayah berjalan menghampiriku.
"Makasih ya," ucap Ayah pada pria itu.
"Siap izin, iya Pak," balas Pria itu. Astaga formal sekali.
"Yasudah, kamu boleh melanjutkan pekerjaan yang lain."
Pria itu pamit, Aku dan Ayah duduk di bangku yang diduduki Ayah tadi. Ada dua mangkuk bubur ayam diatas meja.
"Ayo makan."
Aku mengangguk pelan, memakan semangkuk bubur ditemani Ayah dan juga Dinda. Setelah selesai Ayah menyuruhku untuk berkeliling sendirian, karena ada Ayah ada tugas lagi. Aku berkeliling di area markas, menatap satu-satu ruangan disini.
"Eh ada mbak Lisha."
Aku menoleh ke sumber suara, menghela napas malas. Aku sudah menduga kalau itu suara dia. Dona.
"Ngape lo?" tanyaku.
"Nganterin hape Papa. Lo?"
"Muter-muter," jawab ku singkat.
"Bang Nando?"
Mataku membulat sempurna. Aku sudah menduga Dona menyukai Kak Nando.
"Gak ada."
"Anterin ke kamar mandi."
Aku mengangguk mengiyakan. Aku mengantarkan Dona kekamar mandi. Menunggunya diluar sambil bermain ponsel.
"Ik ben Charlotte."
Aku menoleh ke suara itu. Anak kecil dengan pakaian khas Belanda Kuno, kulit putih bersih, dan rambut pirang. Cantik. Serta berbola mata biru. Tapi terpancar kesedihan dimatanya.
"Orang Belanda?"
Bocah itu mengangguk pelan. Aku sudah menyadari bahwa dia bukan anak manusia. Ada bekas jeratan tali di lehernya.
"Kau bisa melihat ku?"
Aku mengangguk dan tersenyum, "Sudah berapa lama disini?"
"Sangat lama, disini banyak sekali yang tidak suka denganku. Aku melihat ada sosok sebangsa ku yang ikut denganmu. Jadi aku berkomunikasi dengan mu."
"Kau mau ikut denganku?"
Charlotte mengangguk senang, "Kita berteman?"
Aku menoleh ke Dinda. Dan Dinda mengangguk setuju. "Iya. Aku Lisha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Indera Ke-enam
TerrorKalian tak bisa melihat apa yang ku lihat -Alisha Andini- *** Hay! Jadi 85% cerita ini nyata, dan yang lain hanya pelengkap saja. Kisah ini menceritakan tentang pengalaman seorang gadis yang mempunyai kemampuan spesial.