penolakkan berkali-kali di terima soal pergi keluar. kata ayah, gak akan baik untuk tubuh dan mental. bunda juga bilang hal yang sama. mungkin mereka sudah menyiapkan naskah sekata.
yang di nikmati ku tiap jam delapan malam adalah tentu si pemuda dan tawa kawanan nya. aku mulai hafal bagaimana suara dan tuturnya. mungkin dia tipe laki-laki berbahasa kasar yang ayah tak akan suka, tapi ia membuatku merasa hidup di dalam sini.
setelah lebih dari dua tahun saling tatap bersama dinding putih tulang, yang hilang perlahan cuma kekuatan. dari yang awalnya sulit duduk karena kepala yang pusing sana-sini, hingga berdiri pun mesti di bantu eksistensi manusia lain.
ah, jam delapan! ku pindahkan tubuh, menahan sakit yang ter-amat untuk menampung semangatku. jadi penasaran, hari ini, lagu apa ya?
samar-samar ku dengar dua pemuda lainnya yang ikut melantunkan melodi. tapi, tenang saja. aku kenal pemudaku yang itu. yang selalu menyembuhkan.
"berdiam di dalam rumah ini denganmu."
"dari malam, hingga, malam lagi."
"terkungkung langkah ragu tak kemana-mana."
"dari rabu hingga, rabu lagi."
"semakin banyak waktu 'tuk bicara, semakin ku paham harapmu apa."
"bersyukur kau utuh jiwa dan raga."
oh, tuan. lagu itu, memecahkan harap. kau utuh jiwa dan raga, jelas sudah, puan ini bukan objek nya.
menutup tirai biru muda, berusaha kembali mengatur nadi yang sudah ciut nyali.
adakah orang sembuh yang benar-benar sengaja menyembuhkan?
dokter menyembuhkan karena pekerjaan, pun begitu dengan perawat. serta kamu, si pemuda. yang dengan kebetulannya dapat merengkuh hangat si sakit dan membuatnya sembuh seutuhnya dalam satu malam.
kalau kamu saja tindakkan tak disengaja, kenapa aku bisa-bisanya taruh harap ya?