prolog

560 53 3
                                    

Pernahkah kalian berjalan di sisi kiri dengan senyum mengembang dan jemari yang digenggam hangat? Sesekali melirik ke seseorang yang berada di sisi kanan dengan senyum yang terus mengembang. Membicarakan hari ini dengan semangat dan berhenti berbicara hanya untuk menatap ke depan, saat lampu berubah menjadi merah. Dan kembali berbicara saat lampu berubah warna hijau.

Satu dua tiga

Aku menghitung saat dia melepaskan tangan dan mengacak rambut. Kasar, aku bisa merasakan kehangatan dari telapaknya yang kasar.

Dan saat aku mendongak untuk bertanya, "Kenapa Papa selalu di kanan?"

Papa dengan senyum kecil menjawab, "Karena kamu selalu di kiri."

"Kalau aku mau di sisi kanan, boleh?"

"Dimanapun sisi yang kamu ambil, tidak masalah karena Papa tidak keberatan."

Dan aku pikir, aku harus mencari seseorang yang bisa berada di sisi manapun. Kanan atau kiri aku.

Dan masalahnya, seseorang yang aku harapkan berada di sisi manapun itu tidak bisa aku temukan. Seperti pria yang berada di depanku, pria ke sembilan yang sepertinya akan memutuskan aku karena kita tidak bisa berada di sisi yang sama.

Mingyu, dosen di salah satu universitas ternama. Pak dosen yang tidak bisa mentolerir waktu. Waktu kencan yang tidak bisa telat lebih dari sepuluh detik. Dan sangat mencintai buku tebalnya tentang hukum. Dengan setelan berwarna hitam, ia menunggu di depan cafe tempat aku bekerja.

"Joy?"

Aku tersenyum kecil dan mengangguk lalu mengajak ia masuk ke dalam. Berusaha mengulur waktu agar dia tidak mengucapkan kata-kata sakral itu. Tapi dia menggeleng dan dengan tenang ia berkata, "Kita bisa bicara disini."

Alasan, aku sangat tahu kalau dia tidak menginginkan aku menjadi wanita memalukan di tempat kerja karena diputuskan pacarnya. Aku mengangguk dan bertanya, "Jadi, ada apa?"

"Kita putus. Aku tidak bisa meneruskan hubungan kita." Sangat to the point. Dan yang aku lakukan hanya mengangguk lalu menunggu kalimat ajaibnya. "Kita bisa membicarakan harta gono gini pacaran dua hari lagi kalau kamu menginginkannya."

Aku menahan tawa sebentar kemudian menggeleng, "Kamu bisa membuang atau menyimpan harta pacaran. Aku juga akan melakukan hal yang sama."

"Oke."

Aku mengangguk. Saat aku melihat dia yang dari tadi melihat jam di tangannya, aku bertanya, "Kamu mau pergi?"

Dia mengangguk dan aku membalasnya dengan menyuruhnya segera pergi. Tanpa menunggu apapun dia sudah pergi. Dan aku, tentu saja kembali bekerja.

Sedih?

Sangat.

Mau mati?

Tidak. Aku bisa mencari yang lain. Tapi pertanyaannya, dimana aku bisa menemukan pria yang bisa berada di sisi manapun?

Aghhhhhrrrr....

Left n RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang