Langit Alaska,Bagian Loversation untuk Detrian
1.
Di langit, semuanya pasti.
Dia akan menjadi gelap saat malam datang.
Dia akan menjadi terang saat pagi tiba.
Sedangkan di bumi, gak ada yang pasti.
Itu alasan Alaska ingin ke sana.
☾*✲⋆ ☾*✲⋆.
Latar cerita ditulis tahun 2021.
Trian
Percaya lah, gue orang yang paling gak banyak mau di dunia. Dari jaman SMA, pas temen-temen gue udah mulai banyak gaya bawa mobil ke sekolah cuma untuk dapat tilang di jalan depan, gue cuma minta sebuah motor bekas Ayah yang yaaaah agak nyaring deh suaranya waktu dinyalain. Saking nyaringnya, tetangga sampai tau kapan gue pergi dan pulang sekolah. Gue kasih nama motor gue Mbim, karena kalau gue kasih nama dia Glendy, nanti dia goblok kayak temen gue.
Tadinya gue ke sekolah selalu naik mikrolet. Cuma entah karena gue yang semakin tinggi atau atap mikrolet yang semakin pendek, gue selalu kejedot tiap mau turun. Jadi gue agak trauma.
Kesederhanaan gue berlanjut sampai kuliah. Gue tetap setia membawa Mbim meskipun di tengah jalan dia selalu mogok dan itu rutin setiap akhir bulan. Brengsek memang, tau aja orang lagi susah.
Sampai sekarang, ketika gue udah kerja pun, gue masih gak banyak mau.
Gue udah bersyukur kerja di sebuah perusahaan maskapai penerbangan bernama Nota Airlines sebagai cecunguk -bahasa uniknya budak di kantor, yang akan lembur kalau disuruh. Tapi disuruhnya kebetulan setiap hari aja. Posisi gue di sini tadinya sebagai Senior Risk Analyst. Gue bekerja tanpa banyak bacot sejak tahun 2018, sampai awal tahun 2020.
Terus gue ke mana tahun 2020?
Kebetulan gue dikasih beasiswa sama perusahaan untuk ambil lisensi Aircraft Maintenance Engineers di Melbourne selama satu tahun. Tujuannya supaya gue bisa naik tingkat menjadi seorang Engineer beneran yang bekerja di hanggar bandara kebanggaan Jakarta dan Tangerang, Soekarno-Hatta.
Wah, gue terdengar pinter ya karena dapat beasiswa?
Jangan sedih. Selama satu tahun, kadar bicara gue jadi semakin sedikit -paling hanya satu dua kalimat dalam sehari. Gue jadi ansos dan gak punya teman. Cuma mengerjakan tugas yang dikasih pelatih gue dan baru buka suara kalau presentasi, pokoknya gue baru akan ngomong kalau udah kepepet. Bukan sok dingin, bukan sok keren.
Tapi..
"Ken ai get... Won peper plis?" Maksud hati ingin minta merica, tau-tau mbak kantinnya malah kasih kertas.
"Paper! Here we go!" Aduh, malah dia ramah banget lagi mukanya.
"No! Maksud gua- Eh, ai min.. Pepp per," gue hampir muncrat karena menekankan kata Pepp biar terdengar seperti pepper.
Tapi si mbak cuma mengerutkan kening, "Yes? Paper!"
Ya begitu, gue gak bisa ngomong Bahasa Inggris. Kalau baca masih paham, tapi kalau udah ngomong... Wah mohon maap, lidah saya masih lidah Ciputat.
Jadilah hari-hari berat gue itu lewat dengan makan bubur tanpa merica -yang rasanya jadi hambar dan gak ada pedes-pedesnya. Mau bikin sambel terasi kayak bikinan Bunda juga bingung nguleknya pake apa.
Dan untungnya gue pulang hari ini.
Iya, hari ini.
"Mas Iyan udah minum Tolak Angin kan?" selama gue di sini, setiap suara gue bindeng dikit, Bunda selalu sebut Tolak Angin. Gak ada yang lebih penting di dunia ini kecuali Tolak Angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Alaska
Romance(SELESAI) Karena setiap orang punya alasan buat bertahan, walaupun punya seribu alasan buat meninggalkan. Bagian Loversation untuk Detrian.