diujung jalan

13 0 0
                                    

Setiap sore aku selalu melangkahkan kaki ku menujuh ujung jalan yang tidak jauh dari sebuah pasar tradisional, entah ini sudah menjadi kawajiban rutinitas ku yang tidak pernah aku lewat kan bahkan aku sanggat sedih jika aku tidak pergi keujung jalan itu.

Aku inggat pada suatu sore aku tidak keujung jalan itu, entah mengapa aku merasa ada sesuatu mengajal diriku malam itu aku tidak bisa tidur dengan sangat nyenyak dan selalu berdoa agar siang menampakkan dirinya, namun itu penantian yang sangat panjang malam itu.

Di ujung jalan itu bukan karena aku inggin membeli sesuatu, atau melihat wanita-wanita cantik yang melintasi jalan itu dengan jalan kaki atau dengan kendaraan roda dua mereka, tapi diujung jalan itu aku selalu memperhatikan tiga wanita yang selalu melintasi jalan itu diwaktu yang hampir bersama setiap harinya.

Diantaranya adalah wanita paru baya yang sudah mulai menua dengan wajah lelahnya namun dengan senyum bahagianya yang terus terarah kepada kedua putrinya yang tidak ada lelahnya membantu ibunya membawa berbagai barang tentengan kantong plastik merah dari pasar, mereka selalu membawa beban paling banyak dari ibunya walaupun berapa kali ibunya mengatakan supanya ibunya saja membawanya.

“tidak bu, lirah kuat” ujar salah satu putrinya yang lebih dewasa dari satu putrinya lagi.

Sebenarnya aku tau gadis kecil itu tidak kuat dengan beban yang berada ditanggannya, karna terlihat sangat jelas ditanggan putih kecilnya itu tercetak melingkar merah disetiap sisih tanggannya dan buliran keringgat yang bercucuran di dahinya, karna sore itu tidak pernah panas.

Mereka kembali melangkah kan kakinya, dan ibunya berada didepan dan kedua putrinya berada dibelakang ibunya dengan jarak dekat, namun ibunya sesekali menegok mereka kebelakang atau memperlambat langkahnya.

“ lirah, tanggan ku sakit..” bisik gadis itu pelan didekat kupingnya, gadis bernama lirah itupun langsung menghentikan langkahnya dan menurunkan barangnya dipinggir jalan itu, kemudian dia membuka kantong plastik merah itu mengeluarkan isinya yang ukurannya setegah lebih kecil dari adiknya.

“aya itu serahkan padaku, dan kamu membawa ini” gadis yang dipanggil aya itu mengelengkan kepalanya amat sangat pelan dan sedikit ragu kepada lirah karna dia tau beban dibawah kakaknya sedikit lebih banyak darinya.

“ tidak apa-apa aya,  lirah kan kuat” setelah menggucapkan itu dengan senang hati aya memberikannya tentengannya kepada lirah dan digantikan dengan kantong plastik merah yang isinya separuh dari barangnya tadi.

Aku tidak tau, apakah gadis kecil itu mampu membawanya atau tidak, karna bukan kah tanggannya saja sudah merah dengan beban yang sebelumnya tadi dan bagaimana jadinya beban ditanggannya bertambah setegah lagi dari bebannya.

Mungkin pulang-pulang tanggan dia akan keram atau dia meraung dengan tanggisnya, sepertinya dia tidak lemah atau cenggeng karna saat ini dia masih mampu memberikan senyum terbaiknya kepada ibu dan adiknya itu.

Aku terus saja melihat kearah mereka, bukan aku tidak inggin membantu mereka tapi aku tau kedua putrinya punya harga diri yang besar karna aku dulu pernah inggin membantunya, namun aku inggat dia berkata “maaf kakak, lirah kuat dan ini sudah biasa untuk lirah” dan saat itu adiknya juga mengangukkan kepalanya dengan kuat dengan senyumnya yang begitu tegar.

Mereka terus saja melangkah menyusuri jalan itu, sekali-kali merekah tertawa dengan gembira dan tersenyum, aku dapat melihat kebahagian yang terus terpancar dari wajah mereka dan tidak pernah merasah lelah atau letih justru mereka selalu mensyukuri setiap apa pun yang tuhan mereka berikan pada mereka.

Aku terus saja menatap kearah merekah hinggah hilang dari tatapan ku, dan setelah itu aku kembali memutarkan badan ku untuk kembali kerumah dan hal ini selalu membuatku tersenyum hingga sampe besok dan aku tidak pernah sabar menungguh sorenya untuk bertemu mereka kembali lagi walau hanya menatap mereka dari jarak jauh.

Sore ini aku kembali keujung jalan yang biasanya dilewati wanita yang berbeda usia itu, dengan sabar aku terus menunggu mereka disebrang jalan yang biasa mereka lewati, namun sosok wanita berbeda usia itu belum juga menampakan diri mereka.

Entah mengapa perasaan ku tidak enak hari ini, bahkan suara azan magrib saja sudah berkumandang namun sosok mereka belum menampakan diri mereka sama sekali, dan ini merupakan pertama kalinya aku tidak pernah melihat mereka tidak melawati jalan ini.

Dengan perasaan bertanya-tanya akupun kembali kerumah, karna hari sudah semakin gelap dan tidak mungkin mereka menampakan diri merekah lagi “sudah lah besok mereka juga melewati jalan ini lagi” ucapku dalam diriku agar aku tidak berpikir yang buruk.

Sudah tiga hari yang lalu, mereka tidak menampak kan diri lagi dan sudah tiga hari ini aku juga tidak bisa tidur dengan sangat nyeyak lagi, yang ada hanya perasahaan terus bertanya-tanya kemana mereka dan apa yang terjadi.

Sungguh aku sangat rindu tawa dan senyum yang sering mereka pancar kan disetiap langkah mereka, namun sepertinya aku tidak akan pernah melihat itu lagi karna sudah seminggu aku terus saja menungguh mereka namun hasilnya tetap sama nihil.

Siang ini aku melangkah kan kaki ku keujung jalan, namun bukan untuk menunggu mereka lagi karna aku sudah berkecil hati bahwa aku tidak akan pernah bertemu mereka lagi, langkah ku hanya inggin menujuh ke minimarket yang berada diujung jalan itu.

Di depan minimarket itu aku melihat gadis kecil itu baru saja berhenti dengan motor yang dibawah seorang wanita dewasa.

Akupun terus saja menatap kearah gadis yang bernama lirah itu, wajahnya terlihat sangat sayu dan pancaran sinar bahagia itu seperti redup digantikan oleh sebuah mendung.

“lirah, mau ikut masuk atau mau tunggu dimotor saja” tanya wanita dewasa itu lembut dengan hijab segi empatnya dan dengan tubuh sedikit melebih kapasitas badanya.

“ tidak usah kakak lia, lirah tunggu sini saja” ucapnya lirih dengan senyum kecil yang diarah kan kepada wanita yang dipanggil lia itu.

Tentu saja aku dapat mendengar apa yang mereka ucapkan karna saat ini aku berada tidak jauh dari belakang merekah, dan tatapan gadis itu terasa kosong dan kepalanya terus menunduk setelah wanita bernama lia itu meninggalkannya sendiri diatas motor.

“hai lirah..” seru ku dan gadis bernama lirah itu menunggakan kepalanya dan matanya menatap kepada dengan mata kosongnya itu.

“apakah aku menggenal mu?”.

“kurasa tidak, tapi aku sangat menggenalmu....” ujar ku yang masih saja menatap bola mata kosong itu dengan ribuan pertanyaan menyingapi kepalaku “bukan kah kau gadis yang selalu melewati jalan ini bersama adik dan ibu mu..” gadis itupun langsung diam membeku dan matanya itu berkaca-kaca setiap aku menyampaikan bait demi bait.

“ ya benar, tapi...sekarang ibuku sudah tidak ada hik,hiks...”isakan tanggisnya dengan lirih dan kepala masih saja menunduk, dan akupun tentu saja terkejut dengan apa yang disampaikan gadis kecil yang bernama lirah itu.

“bukan kah tiga hari yang lalu ibumu masih baik-baik saja” tanya ku penasaran, karna terakhir yang kulihat ibunya masih sehat dan kuat, dan sekarang aku mendengar berita kalau ibunya sudah meninggal tentu saja logika ku tidak dapat menerima ini semua.

“ ya benar, tapi malam itu ibuku tiba-tiba penyakit asmanya kambuh dan malam itu juga ibuku dilarikan kerumah sakit hiks,hiks...karna kami kekurangan dana dan kendala kendaraan yang membuat kami terlambat membawa ibuku kerumah sakit hiks,hiks...dan ibuku menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan ke rumah sakit hiks,hiks...”.

Akupun langsung merangkul tubuh gadis kecil itu yang begitu bergetar, namun gedis itu hanya menangis dengan isakan kecil “ aku tidak apa-apa kakak” ketika dia melepas rangkulannya dari tubuhku.

“lirah kamu tidak apa-apa?” seru wanita bernama lia itu dan namanya yang dipanggil itupun langsung mengapus air mata dengan cepat dan menyunggingkan senyumnya yang sangat lebar namun dipaksakan dan kemudian mengelengkan kepalanya dengan kuat.

Akupun langsung mundur ketika wanita itu naik kemotornya dan memutar motor mengarah jalan “brum,brum...”motor itupun menjauh dariku, dan aku hanya dapat menatap punggung tubuh kecil itu sedikit bergetar.

Apakah gadis kecil itu masih sudih memberikan senyumnya indah itu kesemua orang, bahkan senyumnya itu dapat meluluhkan hati siapa pun yang keras, sepertinya senyum itu sekarang terasa tidak bermakna dan mata bulat yang bersinar itu sekarang menjadi redup.

“apa kah dia akan baik-baik saja?”.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang