5- Bolos

29 3 0
                                    


"Pagi banget kak berangkatnya?" tanya Nela sewaktu ia melihat jam dinding rumahnya yang baru saja menunjukkan pukul 6 pagi.

"Iya ada tugas kelompok. Kakak sudah siapin sarapan buat kamu dan mama. Jangan telat ke sekolah ya, Nel."

Sebelum menutup pintu, Melia menoleh pada adiknya yang baru saja bangun tidur.

"Sebelum kamu pergi, tolong pastikan mama minum obat dulu ya," pesan Melia pada Nela.

"Hm kak..." Nela menatap Melia dengan tatapan sendu.

"Kenapa, Nel?"

"Apa perlu Nela mencari kerja juga? Kasihan kak Mel pulang malam terus. Nela bisa kok kerja serabutan," ujar Nela penuh keyakinan.

Melia menarik napas sejenak membiarkan oksigen memenuhi kepalanya agar dapat berpikir jernih. Beberapa detik kemudian Melia menggelengkan kepala sembari tersenyum lembut pada adiknya.

"Tidak perlu, Nel. Kamu belajar yang rajin saja. Nanti kalau kakak butuh bantuan, kakak pasti kasih tahu kamu," ujar Melia berbohong. Melia bukanlah tipe orang yang mudah meminta bantuan. Kalau ia masih sanggup mengerjakan, ia tidak mau merepotkan orang lain.

"Kakak berangkat dulu." Melia melambaikan tangan pada Nela.

"Hati-hati kak."

Di perjalanan, Melia terus memikirkan cara bagaimana ia mendapat pekerjaan. Pagi ini Melia memutuskan untuk berjalan kaki saja. Selain menghemat ongkos transportasi, ia juga bisa merasakan kesejukkan udara pagi yang dapat membantunya berpikir jernih untuk menyelesaikan permasalahannya.

##

Revan memarkir mobilnya di depan gerbang sekolah. Sesekali matanya memandang spion belakang memastikan kedatangan Melia. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul 6.30. Area sekolah mulai terlihat ramai. Dan Revan harus memundurkan mobilnya karena menghalangi jalan masuk.

Revan berdecak kesal.

Pk 6.45. Batang hidung gadis itu belum juga kelihatan.

"Dia mau main-main sama gue, hah? Liat aja nanti."

Revan bersandar pada kursi hendak memejamkan matanya. Saat itu ia melihat sosok cewek yang dikenalnya berjalan dari arah depan. Pandangan matanya ke bawah, langkah kakinya pun lambat.

Gemas dengan cara berjalan cewek itu, Revan turun dari mobil.

"Lambat banget sih jalannya." Revan gemas. Ia menarik tangan Melia ke arah mobilnya. Sontak Melia terkejut dan berteriak.

"Ini gue. Revan," jawabnya sembari memberi isyarat gadis itu untuk diam.

Melia mempertegas penglihatannya lagi sebelum kembali berteriak.

"Oh, kamu. Aku kira penculik," kata Melia polos seraya mengurut dadanya. Ia merasa sedikit lega, sementara Revan menggerutu sebal.

"Lo memang nggak bisa bedain mana penculik mana bukan? Masa orang ganteng gini disamain sama penculik?!" ujar Revan tidak terima.

"Ya..habisnya.."

Melia menyadari sesuatu. Ia menatap Revan dari ujung kepala hingga kaki. Cowok itu tidak mengenakan seragam sekolah! Memakai kaos dan celana jeans serta topi hitam khas penampilannya.

"Astaga, aku harus masuk kelas. Sudah dulu ya." Baru dua langkah Melia melangkah, Revan menarik paksa tangan gadis itu, menyuruhnya masuk ke dalam mobil.

"Eh, apa-apaan nih."

"Kita sudah ada perjanjian, Melia." Revan siap menjalankan mobilnya.

"Tapi bukan seperti ini. Aku harus sekolah. Sebentar lagi ujian akhir."

30 Days MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang