"Mama," panggil seorang gadis dengan kepala yang menunduk, tidak berani menatap lawan bicaranya.
Wanita paruh baya yang barusan dipanggil 'Mama' itu menoleh dengan tatapan tajam dan jijik. "SAYA SUDAH BILANG JANGAN PERNAH PANGGIL SAYA MAMA!"
Gadis yang dibentak itu hanya bisa menggigit bibirnya, menahan rasa perih yang muncul di dadanya. "Maaf, Nyonya."
Wanita itu mendengus. "Kenapa kamu ke kamar saya? Kamu tahu saya tidak suka melihat wajah kamu, menjijikkan!"
"Saya minta maaf, Nyonya. Saya hanya ingin bilang kalau saya.." Gadis itu lebih menundukkan kepalanya seraya menghela napas pelan, "saya ingin sekolah."
PLAKK!!
"SEKOLAH?! KAMU GILA ATAU TIDAK SADAR DIRI?! LIHAT WAJAH KAMU YANG MENJIJIKKAN ITU! KAMU MAU BUAT SAYA DAN ANAK SAYA MALU?!" teriak wanita paruh baya itu marah, setelah menampar pipi kiri gadis itu kuat.
"T-tapi saya-,"
"TAPI APA HAH?! SUDAHLAH ASTRELLA, KAMU CUKUP BERDIAM DIRI SAJA DI KAMAR! APA TIDAK CUKUP SEMUA BUKU-BUKU YANG SUDAH SAYA BERIKAN PADAMU?"
"B-bukan begitu, Nyonya. Saya sangat senang dengan buku-buku cerita dongeng yang nyonya berikan untuk saya. T-tapi saya hanya i-ingin membaca buku se-seperti yang anak nyonya sering b-baca di rumah," jawab gadis yang bernama Astrella itu takut sekaligus menahan dirinya untuk tidak menangis.
Baru saja wanita itu akan menampar Astrella lagi, namun pintu kamarnya tiba-tiba saja diketuk dari luar membuat wanita itu langsung mengurungkan niatnya.
"MASUK!"
Seorang pelayan wanita berumur 36 tahun segera masuk ke dalam setelah membuka pintu kamar. "Nyonya Elisabeth, tamu anda sudah datang di bawah."
Wanita paruh baya yang bernama Elisabeth itu seketika tersenyum lebar. "Baiklah. Sebentar lagi saya akan turun ke bawah, tolong kamu siapkan minuman dan beberapa cemilan untuk mereka."
Pelayan itu mengangguk sambil membungkukkan tubuhnya sopan. "Baik, Nyonya."
Elisabeth menatap Astrella yang masih setia berdiri di tempatnya. "Pergi ke kamar kamu! Ingat, jangan sampai tamu saya melihatmu atau kamu tahu sendiri akibatnya."
Astrella hanya bisa mengangguk dan segera pergi ke kamarnya, menuruti Elisabeth, ibu kandungnya sendiri. Saat di kamar Astrella tidak bisa lagi menahan air matanya untuk tidak keluar, hatinya benar-benar sakit, dadanya pun sesak.
"Apa salahku sampai-sampai memiliki wajah menyeramkan seperti ini?" tanya Astrella sembari menangis sejadi-jadinya.
Astrella Yohanna, gadis ini memiliki rambut panjang berwarna cokelat gelap, mata berwarna cokelat terang, bibir tipis dengan warna merah muda alami, kulit putih mulus, tinggi 162 cm, serta tubuh yang langsing. Terdengar sempurna bukan? Tapi nyatanya dia bukanlah gadis yang sempurna.
Wajah sebelah kanannya terdapat luka bakar yang lumayan besar, membuatnya terlihat sedikit menakutkan di mata orang lain. Astrella pun tidak tahu kenapa dia bisa sampai memiliki luka bakar seperti itu di wajahnya. Ayahnya pernah bilang, kalau luka itu sudah ada sejak dia masih sangat kecil. Tetapi, ayahnya sama sekali tidak memberitahu Astrella penyebabnya.
Astrella dan ayahnya memang dekat, tapi tidak dengan Elisabeth, ibunya. Elisabeth sangat membenci Astrella karena luka bakar yang ada di wajahnya itu. Ayahnya pun tahu kalau Elisabeth sangat membenci gadis itu, padahal Astrella adalah anak kandungnya sendiri. Elisabeth bahkan tidak mau menyekolahkan Astrella dari umurnya 6 tahun sampai sekarang Astrella sudah berumur 15 tahun. Bahkan untuk sekedar home schooling saja Elisabeth tidak mau. Harusnya gadis itu sekarang sudah duduk di bangku SMA.
Beberapa kali ayahnya menasihati Elisabeth, namun wanita itu sama sekali tidak peduli, malahan ujung-ujungnya mereka berdua akan bertengkar hebat. Akhirnya, ayah Astrella sudah pasrah dan tidak bisa melakukan apa-apa. Dia hanya bisa memeluk Astrella di malam hari sepulang kerja, serta menceritakan cerita-cerita dongeng pada Astrella sebelum tidur.
###
Astrella mengerjapkan matanya beberapa kali saat ada orang yang mengelus-elus puncak kepalanya lembut.
"Papa?" Astrella tersenyum lebar sembari mengubah posisinya menjadi duduk. "Papa baru pulang?"
"Iya sayang, papa baru pulang," jawab Theodore, ayahnya Astrella.
Astrella memeluk Theodore erat. "Ella rindu papa."
"Papa juga rindu sekali dengan kamu Ella," ucap Theodore sambil membalas pelukan putrinya. "Oh iya, papa punya hadiah buat kamu."
Astrella melepas pelukannya dan menatap Theodore bingung. "Hadiah? Tapi hari ini bukan ulang tahun Ella."
Theodore terkekeh pelan. "Memang bukan."
"Terus?"
"Papa hanya sedang ingin saja memberikanmu hadiah."
Astrella tersenyum. "Memang hadiah apa yang ingin papa kasih buat Ella?"
"Hadiah yang belum pernah papa berikan sama kamu," jawab Theodore dengan senyum misterius.
"Ella jadi penasaran," ucap Astrella.
"Jadi.." Theodore menarik Astrella ke dalam pelukannya, "besok kamu bisa sekolah."
Kedua mata Astrella melotot. "ELLA SEKOLAH?!"
Theodore menempelkan jari telunjuknya di bibir Astrella. "Jangan teriak-teriak sayang, nanti mamamu dengar."
"Iya papa, tapi apa benar besok Ella akan sekolah?" tanya Astrella masih tidak percaya.
"Iya Ella sayang, tapi kamu sekolahnya di rumah. Tidak-,"
"Ella tidak masalah yang penting Ella bisa sekolah," potong Astrella semangat. "Tapi bagaimana dengan mama?"
"Itu gampang sayang, serahkan mamamu pada papa," jawab Theodore sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Baik papa."
"Tunggu dulu, hadiahnya belum sampai di sini saja," ucap Theodore antusias.
Kedua mata Astrella langsung berbinar. "Hadiah lagi?"
"Coba kamu lihat di belakang kamu," pintah Theodore dan langsung dituruti oleh Astrella.
Astrella mengernyit melihat ada dus yang satu sedang yang satu kecil, juga ada tas plastik yang cukup besar.
"Itu apa?" tanya Astrella.
"Dus sedang itu isinya laptop, dus kecil isinya ponsel, dan di dalam tas plastik itu isinya ada buku-buku serta alat tulis yang akan kamu pakai untuk mencatat materi atau pelajaran waktu sekolah nanti," jelas Theodore.
Astrella tersenyum lebar dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca. Sekalipun dia dari dulu tidak pernah sekolah tapi Theodore sudah mengenalkan beberapa macam alat teknologi pada Astrella. Jadi, gadis itu bisa dibilang sudah bisa memakai laptop dan ponsel sekalipun tidak sejago anak-anak di luar sana.
"Papa, terima kasih," ucap Astrella seraya memeluk tubuh Theodore erat. "Ella senang bisa punya papa seperti papa, Ella sayang sekali sama papa. Papa itu ibarat Pangeran berkuda putih yang dikirim Tuhan untuk Ella."
Tanpa sadar air mata Theodore menetes keluar dari kedua matanya. "Papa juga sayang sekali sama Ella, maafkan papa tidak bisa menjagamu dengan baik. Bagi papa, kamu adalah putri yang baik hati dan tangguh, seperti putri-putri yang sering kamu baca di buku cerita dan juga yang sering papa ceritakan ke kamu."
Astrella terisak, pelukannya pada Theodore semakin erat. Dia tidak mau kehilangan ayahnya, kalau bukan karena Theodore, Astrella pasti tidak akan kuat menjalani kehidupannya yang suram. Bagi Astrella, Theodore adalah matahari yang selalu dan mampu menyinari hidupnya yang dipenuhi dengan kegelapan.
❌❌❌❌❌❌
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY
Teen FictionIni hanya sebuah kisah yang bercerita tentang seorang gadis bernama, Astrella Yohanna. Gadis yang memiliki fisik kurang sempurna. Gadis yang berharap kisah hidupnya bisa menjadi seperti kisah putri-putri di negeri dongeng. Gadis yang berharap sua...