Prolog

536 67 31
                                    

Dewandaru tersentak saat akhir mimpi buruk mengguncang kesadarannya. Kelopak matanya perlahan terbuka. Ia mengernyit sekilas begitu garis-garis cahaya samar berhasil menerobos retinanya.

Pemandangan asing sebuah belantara menyambut netra cokelatnya. Pepohonan menjulang tinggi dengan dedaunan lebat merimbun menutupi langit. Hanya secercah garis-garis cahaya yang menerobos masuk dari celah dedaunan. Suara binatang hutan samar-samar menjadi satu-satunya bunyi yang memenuhi tempat itu.

Dewandaru terkesiap dan sontak menggeser tubuhnya yang bersandar pada sebatang pohon besar. Beberapa bagian tubuhnya terasa ngilu dan sedikit sulit untuk digerakkan. Dewandaru memeluk tubuhnya saat perlahan ketakutan mulai merambati benaknya. Namun, tubuh bagian atasnya yang polos justru membuat kepanikannya semakin bertambah.

Pemuda itu sontak berdiri dengan pandangan mengedar liar ke sekeliling. Hutan yang asing. Keanehan rupanya tak berhenti sampai di situ, Dewandaru kemudian menundukkan pandangan dan mendapati pakaian aneh yang membalut tubuhnya.

Secarik kain dengan corak yang belum pernah ia lihat membalut pinggang hingga bagian atas lututnya. Sehelai celana hitam polos terpasang pada tungkainya di balik kain. Sementara, tubuh bagian atasnya telanjang tanpa sehelai benang pun yang menutupi otot-otot perut dan lengannya yang berbentuk.

Tak hanya sampai di situ, setelah menilik penampilannya yang terasa familier, Dewandaru refleks mengangkat kedua lengannya untuk memeriksa kepalanya. Kengerian itu mencapai puncaknya saat permukaan telapak tangannya lantas menyentuh secarik kain yang melingkari kening.  Kemudian, turun meraba rambutnya yang terikat tinggi dan panjang, tergerai hingga menyentuh punggung.

Pandangannya kembali mengedar pada belantara yang memerangkapnya dengan frustrasi. Tubuhnya gemetar dan sesuatu di dalam dadanya nyaris meledak.

Apa yang terjadi padaku? Di mana aku sebenarnya?

Dear Jonggrang (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang